Vol. 2 No. 1 (2014)
Meningkatnya angka kematian ibu (MMRatio): apakah betul?
Dewa Nyoman WirawanOnline First: Jul 1, 2014
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Meningkatnya angka kematian ibu (MMRatio): apakah betul?
Dalam Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Mileneum di Indonesia telah ditetapkan bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu akibat komplikasi kehamilan dan persalinan per 100.000 kelahiran hidup atau Maternal Mortality Ratio (MMRatio) diharapkan turun dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007Â menjadi 102 pada tahun 2015
Meningkatnya angka kematian ibu (MMRatio): apakah betul?
Dalam Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Mileneum di Indonesia telah ditetapkan bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu akibat komplikasi kehamilan dan persalinan per 100.000 kelahiran hidup atau Maternal Mortality Ratio (MMRatio) diharapkan turun dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007Â menjadi 102 pada tahun 2015
Trends in HIV Prevalence, Condom Use and Associated Factors among Female Sex Workers in Denpasar, Bali, Indonesia
Dewa Nyoman Wirawan, Emily Rowe, Made Suarjaya, Luh Putu Sri ArminiOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Trends in HIV Prevalence, Condom Use and Associated Factors among Female Sex Workers in Denpasar, Bali, Indonesia
Objectives: The purpose of this paper is to review trends of HIV prevalence, condom use and associated risk factors among the female sex workers (FSW) in Denpasar, Bali.Â
Methods: To analyze trends of HIV prevalence, surveillance data from 2000-2013 was used. Survey data from 2007 to 2013 was referenced for analysis of condom use trends. Data on associated risk factors was taken from 2012 integrated HIV and behavior survey.
Results and conclusion: HIV prevalence among direct FSW in 2000 was as low as 1.6% (95%CI: 0.05-3.15) and continued to rise, reaching a prevalence peak of 22.5% (95%CI: 16.4-26.6) in 2010. HIV prevalence began to decline in 2011, 2012 and 2013. Analysis unearthed similar prevalence trends among indirect FSW albeit with a much lower prevalence of 0.25% in 2001, rising to 7.2% in 2010 and declining to 2.2% in 2013. The proportion of direct FSW reporting to always wear condoms in the last working week increased from 38% in 2007 (95%CI: 33.3-42.7) to 65% in 2013 (95%CI: 60.4-69.6). Multivariate analysis with logistic regression indicated that the significant risk factor with HIV prevalence was the specific grouping of FSW, in that low/mid-price are more at risk in comparison to high price with OR=4.37 (95%CI: 1.42-13.38). Risk factors associated with condom use was also the specific group of FSW, high price reported higher condom use with OR=4.04 (95%CI:2.03-8.04) and greater role of sex work site ‘pimps’ in encouraging their FSW to reject clients refusing to wear condoms with OR=2.06 (95%CI: 1.29-3.30). HIV prevalence among indirect and high-price direct FSW was much lower compared to prevalence in low/mid-price direct FSW. HIV prevalence and condom use among direct FSW population are significantly associated with group price range and the role of ‘pimps’.Trends in HIV Prevalence, Condom Use and Associated Factors among Female Sex Workers in Denpasar, Bali, Indonesia
Objectives: The purpose of this paper is to review trends of HIV prevalence, condom use and associated risk factors among the female sex workers (FSW) in Denpasar, Bali.Â
Methods: To analyze trends of HIV prevalence, surveillance data from 2000-2013 was used. Survey data from 2007 to 2013 was referenced for analysis of condom use trends. Data on associated risk factors was taken from 2012 integrated HIV and behavior survey.
Results and conclusion: HIV prevalence among direct FSW in 2000 was as low as 1.6% (95%CI: 0.05-3.15) and continued to rise, reaching a prevalence peak of 22.5% (95%CI: 16.4-26.6) in 2010. HIV prevalence began to decline in 2011, 2012 and 2013. Analysis unearthed similar prevalence trends among indirect FSW albeit with a much lower prevalence of 0.25% in 2001, rising to 7.2% in 2010 and declining to 2.2% in 2013. The proportion of direct FSW reporting to always wear condoms in the last working week increased from 38% in 2007 (95%CI: 33.3-42.7) to 65% in 2013 (95%CI: 60.4-69.6). Multivariate analysis with logistic regression indicated that the significant risk factor with HIV prevalence was the specific grouping of FSW, in that low/mid-price are more at risk in comparison to high price with OR=4.37 (95%CI: 1.42-13.38). Risk factors associated with condom use was also the specific group of FSW, high price reported higher condom use with OR=4.04 (95%CI:2.03-8.04) and greater role of sex work site ‘pimps’ in encouraging their FSW to reject clients refusing to wear condoms with OR=2.06 (95%CI: 1.29-3.30). HIV prevalence among indirect and high-price direct FSW was much lower compared to prevalence in low/mid-price direct FSW. HIV prevalence and condom use among direct FSW population are significantly associated with group price range and the role of ‘pimps’.Persepsi Perempuan, Dukungan Keluarga dan Media Massa Berpengaruh pada Penggunaan Gurah Vagina Ratus, Bali, 2013
Widyastuti Widyastuti, Nazrina Zuryani, I Nyoman Mangku KarmayaOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Persepsi Perempuan, Dukungan Keluarga dan Media Massa Berpengaruh pada Penggunaan Gurah Vagina Ratus, Bali, 2013
Latar belakang dan tujuan: Gurah vagina teknik ratus adalah perawatan dengan penguapan pada area genital yang ramuannya disebut dengan ratus. Ada beberapa kontroversi seputar teknik ratus, terutama mengenai manfaat dan aspek yang merugikan. Penelitian ini mengacu teori perilaku dari Green (2007) dengan fokus tiga faktor: penentu, pendukung dan pendorong, serta bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi, sosial ekonomi, dukungan keluarga dan media massa dalam penggunaan gurah vagina teknik ratus.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan observasi potong lintang analitik. Studi menggunakan sampel secara acak sebesar 63 orang yang merupakan klien diambil dari tiga tempat spa yang berbeda.
Hasil: Sebanyak 44 responden (69,8%) melakukan gurah vagina teknik ratus dan 19 responden (30,2%) tidak melakukan gurah vagina teknik ratus. Hasil penelitian menunjukkan variabel persepsi, pengetahuan, dukungan keluarga dan media massa mempunyai hubungan yang signifikan (p<0,05). Analisis multivariat menunjukkan bahwa media massa memiliki pengaruh terbesar dengan OR=8,47 (95%CI: 1,21-59,42).
Simpulan: Media massa memiliki pengaruh paling besar terhadap penggunaan gurah vagina ratus di Bali.
Persepsi Perempuan, Dukungan Keluarga dan Media Massa Berpengaruh pada Penggunaan Gurah Vagina Ratus, Bali, 2013
Latar belakang dan tujuan: Gurah vagina teknik ratus adalah perawatan dengan penguapan pada area genital yang ramuannya disebut dengan ratus. Ada beberapa kontroversi seputar teknik ratus, terutama mengenai manfaat dan aspek yang merugikan. Penelitian ini mengacu teori perilaku dari Green (2007) dengan fokus tiga faktor: penentu, pendukung dan pendorong, serta bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi, sosial ekonomi, dukungan keluarga dan media massa dalam penggunaan gurah vagina teknik ratus.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan observasi potong lintang analitik. Studi menggunakan sampel secara acak sebesar 63 orang yang merupakan klien diambil dari tiga tempat spa yang berbeda.
Hasil: Sebanyak 44 responden (69,8%) melakukan gurah vagina teknik ratus dan 19 responden (30,2%) tidak melakukan gurah vagina teknik ratus. Hasil penelitian menunjukkan variabel persepsi, pengetahuan, dukungan keluarga dan media massa mempunyai hubungan yang signifikan (p<0,05). Analisis multivariat menunjukkan bahwa media massa memiliki pengaruh terbesar dengan OR=8,47 (95%CI: 1,21-59,42).
Simpulan: Media massa memiliki pengaruh paling besar terhadap penggunaan gurah vagina ratus di Bali.
Hubungan antara Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Perilaku dan Dukungan Keluarga dengan Kunjungan Antenatal Care (ANC) Ibu Hamil di Kabupaten Ermera Timor Leste, 2013
Honoria DFP Carvalho, Nyoman Tigeh Suryadhi, Luh Putu Lila WulandariOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Hubungan antara Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Perilaku dan Dukungan Keluarga dengan Kunjungan Antenatal Care (ANC) Ibu Hamil di Kabupaten Ermera Timor Leste, 2013
Latar belakang dan tujuan: Standar pelayanan minimal menargetkan kunjungan ANC ibu hamil ke tenaga kesehatan adalah 80%, namun di Kabupaten Ermera hanya sebesar 34,5% sehingga berdampak negatif pada kematian ibu dan bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan, pengetahuan, sikap, perilaku dan dukungan keluarga dengan kunjungan ANC pada ibu hamil di Kabupaten Ermera, Timor Leste.
Metode: Rancangan penelitian adalah cross-sectional analitik dengan sampel 87 ibu hamil, diambil secara multistage cluster random sampling dari 9886 anggota populasi. Variabel terikat adalah kunjungan ANC, sedangkan variabel bebas adalah pendidikan ibu, pengetahuan, sikap, perilaku dan dukungan keluarga. Data dikumpulkan melalui kuesioner self-administered, namun untuk mereka yang buta huruf, peneliti membantu pengisian kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi-squared test) dan multivariat (regresi logistik).
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang signifikan adalah pengetahuan (p=0,002), sikap (p=0,012), perilaku (p=0,030) dan dukungan keluarga (p=0,015) terhadap kunjungan ANC pada ibu hamil. Analisis multivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kunjungan ANC. Analisis menunjukkan bahwa pengetahuan ibu adalah satu-satunya variabel yang berhubungan dengan kunjungan ANC (p=0,046).
Simpulan: Hanya variabel pengetahuan yang berhubungan dengan kunjungan ANC pada ibu hamil di Kabupaten Ermera, Timor Leste.Hubungan antara Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Perilaku dan Dukungan Keluarga dengan Kunjungan Antenatal Care (ANC) Ibu Hamil di Kabupaten Ermera Timor Leste, 2013
Latar belakang dan tujuan: Standar pelayanan minimal menargetkan kunjungan ANC ibu hamil ke tenaga kesehatan adalah 80%, namun di Kabupaten Ermera hanya sebesar 34,5% sehingga berdampak negatif pada kematian ibu dan bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan, pengetahuan, sikap, perilaku dan dukungan keluarga dengan kunjungan ANC pada ibu hamil di Kabupaten Ermera, Timor Leste.
Metode: Rancangan penelitian adalah cross-sectional analitik dengan sampel 87 ibu hamil, diambil secara multistage cluster random sampling dari 9886 anggota populasi. Variabel terikat adalah kunjungan ANC, sedangkan variabel bebas adalah pendidikan ibu, pengetahuan, sikap, perilaku dan dukungan keluarga. Data dikumpulkan melalui kuesioner self-administered, namun untuk mereka yang buta huruf, peneliti membantu pengisian kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi-squared test) dan multivariat (regresi logistik).
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang signifikan adalah pengetahuan (p=0,002), sikap (p=0,012), perilaku (p=0,030) dan dukungan keluarga (p=0,015) terhadap kunjungan ANC pada ibu hamil. Analisis multivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kunjungan ANC. Analisis menunjukkan bahwa pengetahuan ibu adalah satu-satunya variabel yang berhubungan dengan kunjungan ANC (p=0,046).
Simpulan: Hanya variabel pengetahuan yang berhubungan dengan kunjungan ANC pada ibu hamil di Kabupaten Ermera, Timor Leste.Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Tegallalang I
Deni Witari, Ni Luh Putu Suariyani, I Nyoman Mangku KarmayaOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Tegallalang I
Latar belakang dan tujuan: Masa remaja merupakan salah satu masa paling kritis dalam siklus kehidupan manusia, sehingga diperlukan pusat pelayanan kesehatan reproduksi remaja untuk memberikan bimbingan dan pelayanan kesehatan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi di Puskesmas Tegallalang I sangat rendah yaitu 119 remaja (16,8%) dari 708 yang ditargetkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik remaja, akses dan akseptabilitas keluarga dengan pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi di wilayah kerja Puskesmas Tegallalang I.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional analitik. Populasi penelitian adalah remaja di wilayah kerja puskesmas sebanyak 4725 orang dengan jumlah sampel 84 orang. Sampel dipilih secara systematic random sampling. Variabel bebas meliputi pengetahuan, sikap, akses dan akseptabilitas keluarga sedangkan variabel terikatnya adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi. Data dikumpulkan dengan wawancara. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi-squared test) dan multivariat (regresi logistik).
Hasil: Sebagian besar responden (54,8%) memiliki pengetahuan tinggi, sikap negatif (69%), memerlukan pelayanan (59,5%), akses mudah (52,4%), akseptabilitas keluarga negatif (60,7%) dan tidak memanfaatkan pelayanan (62%). Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hubungan yang bermakna antara pengetahuan (p=0,043), sikap (p=0,047), akses (p=0.08), akseptabilitas keluarga (p=0,042) dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi. Pada analisis multivariat didapatkan akses memiliki kontribusi tertinggi yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi dengan OR=3,481 (95%CI: 1,21-10,24).
Simpulan: Variabel akses berhubungan dengan pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi di Puskesmas Tegalalang I.Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Tegallalang I
Latar belakang dan tujuan: Masa remaja merupakan salah satu masa paling kritis dalam siklus kehidupan manusia, sehingga diperlukan pusat pelayanan kesehatan reproduksi remaja untuk memberikan bimbingan dan pelayanan kesehatan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi di Puskesmas Tegallalang I sangat rendah yaitu 119 remaja (16,8%) dari 708 yang ditargetkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik remaja, akses dan akseptabilitas keluarga dengan pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi di wilayah kerja Puskesmas Tegallalang I.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional analitik. Populasi penelitian adalah remaja di wilayah kerja puskesmas sebanyak 4725 orang dengan jumlah sampel 84 orang. Sampel dipilih secara systematic random sampling. Variabel bebas meliputi pengetahuan, sikap, akses dan akseptabilitas keluarga sedangkan variabel terikatnya adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi. Data dikumpulkan dengan wawancara. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi-squared test) dan multivariat (regresi logistik).
Hasil: Sebagian besar responden (54,8%) memiliki pengetahuan tinggi, sikap negatif (69%), memerlukan pelayanan (59,5%), akses mudah (52,4%), akseptabilitas keluarga negatif (60,7%) dan tidak memanfaatkan pelayanan (62%). Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hubungan yang bermakna antara pengetahuan (p=0,043), sikap (p=0,047), akses (p=0.08), akseptabilitas keluarga (p=0,042) dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi. Pada analisis multivariat didapatkan akses memiliki kontribusi tertinggi yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi dengan OR=3,481 (95%CI: 1,21-10,24).
Simpulan: Variabel akses berhubungan dengan pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi di Puskesmas Tegalalang I.Hambatan-Hambatan dalam Pengembangan Motivasi Terkait Kinerja Perawat di RSUD Kabupaten Buleleng
Budiastri Budiastri, Ayu Indrayathi, I Putu Ganda WijayaOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Hambatan-Hambatan dalam Pengembangan Motivasi Terkait Kinerja Perawat di RSUD Kabupaten Buleleng
Latar belakang dan tujuan: Masyarakat sering mengeluh atas kinerja perawat yang kurang bermutu, profesional atau empati dalam memberikan asuhan keperawatan. Analisis kepuasan pasien yang berkunjung ke RSUD Kabupaten Buleleng 2011 menunjukkan 2,03% kinerja petugas tidak baik dan 6,39% kualitas pelayanan kurang memuaskan. Wawancara perawat Instalasi Rawat Inap 24 November 2012 menunjukkan kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan belum merata dan jasa pelayanan tidak memuaskan. Lemahnya pengawasan, dukungan dan motivasi pimpinan berpotensi menyebabkan motivasi perawat rendah sehingga berpengaruh terhadap kinerja perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh supervisi keperawatan, pengembangan karir, jasa pelayanan, penerapan dokumentasi asuhan keperawatan dengan kinerja perawat.
Metode: Rancangan penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan adalah kepala ruangan dan perawat pelaksana yang dipilih secara purposive. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam dan studi dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan. Analisis data wawancara menggunakan thematic analysis.
Hasil dan simpulan: Supervisi keperawatan bersifat rutinitas, tanpa adanya monitoring dan evaluasi, serta tidak memberikan dorongan dan bimbingan kepada perawat. Selain itu pengembangan karir terkendala terbatasnya sumber daya manusia dan belum meratanya mendapatkan pelatihan, jasa pelayanan yang diterima oleh perawat tidak sesuai harapan atau tidak sesuai dengan tindakan yang telah mereka lakukan/berikan kepada klien. Penerapan dokumentasi asuhan keperawatan belum sesuai standar.
Hambatan-Hambatan dalam Pengembangan Motivasi Terkait Kinerja Perawat di RSUD Kabupaten Buleleng
Latar belakang dan tujuan: Masyarakat sering mengeluh atas kinerja perawat yang kurang bermutu, profesional atau empati dalam memberikan asuhan keperawatan. Analisis kepuasan pasien yang berkunjung ke RSUD Kabupaten Buleleng 2011 menunjukkan 2,03% kinerja petugas tidak baik dan 6,39% kualitas pelayanan kurang memuaskan. Wawancara perawat Instalasi Rawat Inap 24 November 2012 menunjukkan kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan belum merata dan jasa pelayanan tidak memuaskan. Lemahnya pengawasan, dukungan dan motivasi pimpinan berpotensi menyebabkan motivasi perawat rendah sehingga berpengaruh terhadap kinerja perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh supervisi keperawatan, pengembangan karir, jasa pelayanan, penerapan dokumentasi asuhan keperawatan dengan kinerja perawat.
Metode: Rancangan penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan adalah kepala ruangan dan perawat pelaksana yang dipilih secara purposive. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam dan studi dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan. Analisis data wawancara menggunakan thematic analysis.
Hasil dan simpulan: Supervisi keperawatan bersifat rutinitas, tanpa adanya monitoring dan evaluasi, serta tidak memberikan dorongan dan bimbingan kepada perawat. Selain itu pengembangan karir terkendala terbatasnya sumber daya manusia dan belum meratanya mendapatkan pelatihan, jasa pelayanan yang diterima oleh perawat tidak sesuai harapan atau tidak sesuai dengan tindakan yang telah mereka lakukan/berikan kepada klien. Penerapan dokumentasi asuhan keperawatan belum sesuai standar.
Pengetahuan Kader dan Perilaku Asupan Nutrisi Berhubungan dengan Perubahan Status Gizi Balita, Puskesmas Kawangu, Sumba Timur
Maria Kareri Hara, Kadek Tresna Adhi, Alex PangkahilaOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Pengetahuan Kader dan Perilaku Asupan Nutrisi Berhubungan dengan Perubahan Status Gizi Balita, Puskesmas Kawangu, Sumba Timur
Latar belakang dan tujuan: Pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dilakukan untuk perbaikan status gizi kurang anak balita. Tahun 2012 di Kabupaten Sumba Timur Nusa Tenggara Timur (NTT) terdapat 21% balita gizi kurang dan di wilayah kerja Puskesmas Kawangu tercatat 3,4% balita gizi kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan motivasi kader posyandu terhadap perilaku asupan dan perubahan status balita gizi kurang di wilayah Puskesmas Kawangu, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur.
Metode: Desain penelitian cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 80 balita dan kader yang memenuhi kriteria inklusi, serta Ibu balita sebagai responden. Pengetahuan dan motivasi diperoleh dari wawancara dengan kader sedangkan perilaku asupan melalui wawancara dengan ibu balita. Perubahan status gizi balita diukur dengan antropometri setelah pemberian PMT-P dan dibandingkan dengan data sebelum pemberian PMT-P di puskesmas. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi-square.
Hasil: Sebagian besar kader berumur 26-35 tahun (41,2%), berpendidikan SD (56,2%), petani (91,2%), menjadi kader >2 tahun (53,8%), sudah mengikuti pelatihan (72,5%) dan lama mendampingi balita gizi kurang <45 hari (91,2%). Mayoritas kader berpengetahuan baik (55,0%) dan memiliki motivasi tinggi (86,2%). Perilaku asupan balita cukup (53,8%) dan peningkatan status gizi ke kategori baik (63,8%). Ada hubungan pengetahuan kader dengan perilaku asupan (p=0,016) dan tidak ada hubungan motivasi kader dengan perilaku asupan (p=0,500). Perilaku asupan terbukti berhubungan dengan perubahan status gizi balita gizi kurang (p=0,032).
Simpulan: Pengetahuan kader posyandu meningkatkan perilaku asupan balita dan meningkatkan status gizi anak balita gizi kurang.Pengetahuan Kader dan Perilaku Asupan Nutrisi Berhubungan dengan Perubahan Status Gizi Balita, Puskesmas Kawangu, Sumba Timur
Latar belakang dan tujuan: Pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dilakukan untuk perbaikan status gizi kurang anak balita. Tahun 2012 di Kabupaten Sumba Timur Nusa Tenggara Timur (NTT) terdapat 21% balita gizi kurang dan di wilayah kerja Puskesmas Kawangu tercatat 3,4% balita gizi kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan motivasi kader posyandu terhadap perilaku asupan dan perubahan status balita gizi kurang di wilayah Puskesmas Kawangu, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur.
Metode: Desain penelitian cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 80 balita dan kader yang memenuhi kriteria inklusi, serta Ibu balita sebagai responden. Pengetahuan dan motivasi diperoleh dari wawancara dengan kader sedangkan perilaku asupan melalui wawancara dengan ibu balita. Perubahan status gizi balita diukur dengan antropometri setelah pemberian PMT-P dan dibandingkan dengan data sebelum pemberian PMT-P di puskesmas. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi-square.
Hasil: Sebagian besar kader berumur 26-35 tahun (41,2%), berpendidikan SD (56,2%), petani (91,2%), menjadi kader >2 tahun (53,8%), sudah mengikuti pelatihan (72,5%) dan lama mendampingi balita gizi kurang <45 hari (91,2%). Mayoritas kader berpengetahuan baik (55,0%) dan memiliki motivasi tinggi (86,2%). Perilaku asupan balita cukup (53,8%) dan peningkatan status gizi ke kategori baik (63,8%). Ada hubungan pengetahuan kader dengan perilaku asupan (p=0,016) dan tidak ada hubungan motivasi kader dengan perilaku asupan (p=0,500). Perilaku asupan terbukti berhubungan dengan perubahan status gizi balita gizi kurang (p=0,032).
Simpulan: Pengetahuan kader posyandu meningkatkan perilaku asupan balita dan meningkatkan status gizi anak balita gizi kurang.Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada PUS di Puskesmas Comoro Dili Timor Leste
Marilia Juvi Gonçalves, Ni Luh Putu Suariyani, Nyoman Tigeh SuryadhiOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada PUS di Puskesmas Comoro Dili Timor Leste
Latar belakang dan tujuan: Laju pertumbuhan penduduk Timor Leste cukup cepat yaitu 2,4% per tahun. Studi pendahuluan di wilayah kerja Puskesmas Comoro tahun 2013 didapatkan bahwa persentase pemakaian alat kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) masih rendah yaitu 37,3%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan pemakaian alat kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS).
Metode: Desain penelitian adalah cross-sectional analitik dengan sampel 83 PUS, diambil dengan metode acak sistematik dari populasi 1638 PUS. Variabel terikat adalah pemakaian alat kontrasepsi sedangkan variabel bebas adalah pengetahuan dan sikap. Data dikumpulkan melalui kuesioner self-administered, namun bagi responden yang buta huruf peneliti membantu pengisian kuesioner. Analisis dilakukan secara univariat dan analisis bivariat dengan uji chi-square tingkat kemaknaan 95%.
Hasil: Sebagian besar ibu berumur 25-34 tahun (49,4%)Â berpendidikan SLTA (44,6%), bekerja sebagai ibu rumah tangga (74,7%), berpengetahuan baik dalam hal keluarga berencana (39,8%) dan memiliki sikap setuju (45,8%).
Simpulan: Pengetahuan dan sikap ibu terhadap KB berhubungan dengan penggunaan KB di Puskesmas Comoro, Kabupaten Dili, Timor Leste.
Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada PUS di Puskesmas Comoro Dili Timor Leste
Latar belakang dan tujuan: Laju pertumbuhan penduduk Timor Leste cukup cepat yaitu 2,4% per tahun. Studi pendahuluan di wilayah kerja Puskesmas Comoro tahun 2013 didapatkan bahwa persentase pemakaian alat kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) masih rendah yaitu 37,3%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan pemakaian alat kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS).
Metode: Desain penelitian adalah cross-sectional analitik dengan sampel 83 PUS, diambil dengan metode acak sistematik dari populasi 1638 PUS. Variabel terikat adalah pemakaian alat kontrasepsi sedangkan variabel bebas adalah pengetahuan dan sikap. Data dikumpulkan melalui kuesioner self-administered, namun bagi responden yang buta huruf peneliti membantu pengisian kuesioner. Analisis dilakukan secara univariat dan analisis bivariat dengan uji chi-square tingkat kemaknaan 95%.
Hasil: Sebagian besar ibu berumur 25-34 tahun (49,4%)Â berpendidikan SLTA (44,6%), bekerja sebagai ibu rumah tangga (74,7%), berpengetahuan baik dalam hal keluarga berencana (39,8%) dan memiliki sikap setuju (45,8%).
Simpulan: Pengetahuan dan sikap ibu terhadap KB berhubungan dengan penggunaan KB di Puskesmas Comoro, Kabupaten Dili, Timor Leste.
Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dan Dukungan Suami dengan Kelengkapan Antenatal Care (ANC) di Puskesmas Denpasar Selatan III
Mira Kristiani Dewi, Widarini Widarini, I Nyoman Mangku KarmayaOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dan Dukungan Suami dengan Kelengkapan Antenatal Care (ANC) di Puskesmas Denpasar Selatan III
Latar belakang dan tujuan: Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium. Upaya untuk menurunkan AKI salah satunya adalah dengan pelayanan antenatal care sesuai standar yang dilaksanakan oleh bidan sebagai lini terdepan dari pelayanan kesehatan masyarakat. Antenatal care penting untuk menjamin agar proses alamiah tetap berjalan normal selama kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dan dukungan suami dengan kelengkapan antenatal care pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian crossectional dengan pendekatan analitik kuantitatif dengan jumlah responden sebanyak 69 orang yang ditentukan dengan metode acak sederhana. Data dikumpulkan dengan penelusuran dokumen dan wawancara, dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi-squared test) dan multivariat (regresi logistik).
Hasil: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hubungan pengetahuan (p=0,045), sikap (p=0,039), pendidikan (p= 0,007), penghasilan (p= 0,013) dan dukungan suami (p= 0,011) dengan kelengkapan antenatal care pada ibu hamil.
Simpulan: Dukungan suami paling dominan mempengaruhi kelengkapan antenatal care pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan tahun 2013.Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dan Dukungan Suami dengan Kelengkapan Antenatal Care (ANC) di Puskesmas Denpasar Selatan III
Latar belakang dan tujuan: Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium. Upaya untuk menurunkan AKI salah satunya adalah dengan pelayanan antenatal care sesuai standar yang dilaksanakan oleh bidan sebagai lini terdepan dari pelayanan kesehatan masyarakat. Antenatal care penting untuk menjamin agar proses alamiah tetap berjalan normal selama kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dan dukungan suami dengan kelengkapan antenatal care pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian crossectional dengan pendekatan analitik kuantitatif dengan jumlah responden sebanyak 69 orang yang ditentukan dengan metode acak sederhana. Data dikumpulkan dengan penelusuran dokumen dan wawancara, dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi-squared test) dan multivariat (regresi logistik).
Hasil: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hubungan pengetahuan (p=0,045), sikap (p=0,039), pendidikan (p= 0,007), penghasilan (p= 0,013) dan dukungan suami (p= 0,011) dengan kelengkapan antenatal care pada ibu hamil.
Simpulan: Dukungan suami paling dominan mempengaruhi kelengkapan antenatal care pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan tahun 2013.Sanitasi Rumah dan Status Gizi sebagai Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Karang Taliwang, Mataram, Nusa Tenggara Barat
Lisa Sutiasih, Dewa Nyoman Wirawan, Anak Agung Sagung SawitriOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Sanitasi Rumah dan Status Gizi sebagai Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Karang Taliwang, Mataram, Nusa Tenggara Barat
Latar belakang dan tujuan: Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah di Kota Mataram khususnya di wilayah Puskesmas Karang Taliwang, dengan angka prevalensi tertinggi selama dua tahun berturut-turut yaitu 294 per 100.000 penduduk (2010) dan 173 per 100.000 penduduk (2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian penyakit TB paru di wilayah Puskesmas Karang Taliwang Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Metode: Disain penelitian adalah case control, dengan 46 kasus dan 92 kontrol. Kasus adalah penderita yang dinyatakan TB paru oleh dokter puskesmas, dan kontrol adalah pasien rawat jalan yang tidak TB paru dan tidak sedang mengalami infeksi saluran pernafasan atas. Faktor risiko kejadian TB paru yang diteliti adalah sanitasi rumah, sosial ekonomi, status gizi, paparan asap rokok, penyakit penyerta dan status imunisasi. Data dikumpulkan dengan wawancara, observasi, pengukuran dan tes HIV, dengan menggunakan kuesioner, roll meter, hygrometer, luxmeter, penimbangan berat badan dan mistar. Analisis data secara univariat, bivariat dan multivariat dengan Stata SE 12.1.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa sanitasi rumah (ventilasi, kelembaban, pencahayaan, suhu), sosial ekonomi, status gizi dan penyakit penyerta berperan dalam kejadian TB paru. Analisis multivariat menunjukkan faktor risiko yang berperan terhadap kejadian TB paru adalah ventilasi rumah dengan OR=2,87 (95%C: 1,01-8,20), kelembaban rumah dengan OR=3,91 (95%CI: 1,28-11,89), pencahayaan rumah dengan OR=4,46 (95%CI: 1,34-14,85), suhu rumah dengan OR=5,41 (95%CI: 1,90-15,39) dan status gizi dengan OR=6,74 (95%CI: 2,52-18,02). Kelima variabel tersebut berkontribusi bersama-sama sebesar 48,9% sebagai faktor risiko kejadian TB paru.
Simpulan: Variabel yang merupakan faktor risiko terhadap kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Karang Taliwang Kota Mataram adalah faktor sanitasi rumah dan status giziSanitasi Rumah dan Status Gizi sebagai Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Karang Taliwang, Mataram, Nusa Tenggara Barat
Latar belakang dan tujuan: Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah di Kota Mataram khususnya di wilayah Puskesmas Karang Taliwang, dengan angka prevalensi tertinggi selama dua tahun berturut-turut yaitu 294 per 100.000 penduduk (2010) dan 173 per 100.000 penduduk (2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian penyakit TB paru di wilayah Puskesmas Karang Taliwang Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Metode: Disain penelitian adalah case control, dengan 46 kasus dan 92 kontrol. Kasus adalah penderita yang dinyatakan TB paru oleh dokter puskesmas, dan kontrol adalah pasien rawat jalan yang tidak TB paru dan tidak sedang mengalami infeksi saluran pernafasan atas. Faktor risiko kejadian TB paru yang diteliti adalah sanitasi rumah, sosial ekonomi, status gizi, paparan asap rokok, penyakit penyerta dan status imunisasi. Data dikumpulkan dengan wawancara, observasi, pengukuran dan tes HIV, dengan menggunakan kuesioner, roll meter, hygrometer, luxmeter, penimbangan berat badan dan mistar. Analisis data secara univariat, bivariat dan multivariat dengan Stata SE 12.1.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa sanitasi rumah (ventilasi, kelembaban, pencahayaan, suhu), sosial ekonomi, status gizi dan penyakit penyerta berperan dalam kejadian TB paru. Analisis multivariat menunjukkan faktor risiko yang berperan terhadap kejadian TB paru adalah ventilasi rumah dengan OR=2,87 (95%C: 1,01-8,20), kelembaban rumah dengan OR=3,91 (95%CI: 1,28-11,89), pencahayaan rumah dengan OR=4,46 (95%CI: 1,34-14,85), suhu rumah dengan OR=5,41 (95%CI: 1,90-15,39) dan status gizi dengan OR=6,74 (95%CI: 2,52-18,02). Kelima variabel tersebut berkontribusi bersama-sama sebesar 48,9% sebagai faktor risiko kejadian TB paru.
Simpulan: Variabel yang merupakan faktor risiko terhadap kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Karang Taliwang Kota Mataram adalah faktor sanitasi rumah dan status giziHubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Pasangan Usia Subur dengan Tindakan Pap Smear di Puskesmas Sukawati II, Gianyar
Martini Martini, Luh Putu Lila Wulandari, I Nyoman Mangku KarmayaOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Pasangan Usia Subur dengan Tindakan Pap Smear di Puskesmas Sukawati II, Gianyar
Latar belakang dan tujuan: Cakupan pap smear di Puskesmas Sukawati II Gianyar tahun 2011 hanya 0,39 %Â (17 orang), masih jauh dibawah target kabupaten yaitu 85 persen. Terjadi penurunan dari tahun 2009 (49 orang atau 1,12%) dan 2010(32 orang atau 0,73%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik, pengetahuan, dan sikapwanitausia subur, termasuk perilakuseksual dengan perilaku pap smear di Puskesmas Sukawati II.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional menggunakan 50 sampel wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II, tidak hamil dan bisa baca tulis. Data dikumpulkan melaluiwawancara dengankuesioner terstruktur dan data sekunderdari catatanpuskesmas. Analisis data meliputi analisisunivariat, bivariat (chi-squared test)dan multivariat (regresi logistik).
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara pendidikan (p=0,006), penghasilan(p=0,024), pengetahuan (p=0,006)dan sikap(p=0,001) dengan pap smear. Analisis multivariatmenunjukkan hanya sikapwanita pasangan usia subur yang berhubungan dengan tindakan pap smear dengan OR=12 (95%CI: 2,31-62,46).
Simpulan: Sikap memiliki hubungan signifikan dengan perilaku pemeriksaan pap smear di Puskesmas Sukawati II.
Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Pasangan Usia Subur dengan Tindakan Pap Smear di Puskesmas Sukawati II, Gianyar
Latar belakang dan tujuan: Cakupan pap smear di Puskesmas Sukawati II Gianyar tahun 2011 hanya 0,39 %Â (17 orang), masih jauh dibawah target kabupaten yaitu 85 persen. Terjadi penurunan dari tahun 2009 (49 orang atau 1,12%) dan 2010(32 orang atau 0,73%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik, pengetahuan, dan sikapwanitausia subur, termasuk perilakuseksual dengan perilaku pap smear di Puskesmas Sukawati II.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional menggunakan 50 sampel wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II, tidak hamil dan bisa baca tulis. Data dikumpulkan melaluiwawancara dengankuesioner terstruktur dan data sekunderdari catatanpuskesmas. Analisis data meliputi analisisunivariat, bivariat (chi-squared test)dan multivariat (regresi logistik).
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara pendidikan (p=0,006), penghasilan(p=0,024), pengetahuan (p=0,006)dan sikap(p=0,001) dengan pap smear. Analisis multivariatmenunjukkan hanya sikapwanita pasangan usia subur yang berhubungan dengan tindakan pap smear dengan OR=12 (95%CI: 2,31-62,46).
Simpulan: Sikap memiliki hubungan signifikan dengan perilaku pemeriksaan pap smear di Puskesmas Sukawati II.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Tes HIV oleh Ibu Hamil di Puskesmas Kota Denpasar
Ni Ketut Arniti, Luh Putu Lila Wulandari, Dewa Nyoman WirawanOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Tes HIV oleh Ibu Hamil di Puskesmas Kota Denpasar
Tujuan: Mengetahui alasan ibu hamil menerima tes HIV serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Desain penelitian adalah survei cross sectional dengan sampel 120 ibu hamil yang datang untuk pemeriksaan kehamilan di Puskesmas I Denpasar Utara dan Puskesmas II Denpasar Selatan dari tanggal 26 Maret sampai 22 April 2014. Data dikumpulkan dengan wawancara di puskesmas menggunakan kuesioner terstruktur. Analisis data dilakukan secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel, bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat dengan masing-masing variabel bebas dengan menggunakan uji chi-square serta analisis multivariat dengan regresi logistik untuk mengetahui hubungan antara keseluruhan variabel bebas dengan variabel terikat.
Hasil: Alasan menerima tes HIV adalah mengikuti anjuran petugas (65,8%), ingin tahu status HIV (61,7%) dan untuk melindungi anak dari penularan (19,2%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa penerimaan oleh ibu hamil lebih tinggi pada ibu yang tidak bekerja (75,8%; p=0,033), pengetahuan baik tentang HIV dan penularannya (78,4%; p=0,001), merasa rentan terhadap HIV/AIDS (72,0%; p=0,019), persepsi bahwa HIV/AIDS adalah penyakit yang parah (77,0%; p≤0,001), persepsi manfaat tes HIV (70,8%; p=0,002), tidak adanya persepsi hambatan (100%; p≤0,001) serta dukungan yang baik dari suami/keluarga (87,7%; p≤0,001). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang secara statistik signifikan meningkatkan penerimaan adalah dukungan suami/keluarga dengan OR=8,71 (95%CI: 2,89-26,28), persepsi keparahan penyakit dengan OR=3,39 (95%CI: 1,08-10,69) dan ibu hamil yang tidak bekerja dengan OR=2,82 (95%CI: 1,07-7,42).
Simpulan: Kebanyakan ibu hamil menjalani tes HIV karena anjuran petugas dan ingin tahu status HIV. Penerimaan pada ibu hamil dipengaruhi oleh dukungan suami/keluarga, persepsi keparahan penyakit HIV/AIDS dan ibu hamil yang tidak bekerja.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Tes HIV oleh Ibu Hamil di Puskesmas Kota Denpasar
Tujuan: Mengetahui alasan ibu hamil menerima tes HIV serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Desain penelitian adalah survei cross sectional dengan sampel 120 ibu hamil yang datang untuk pemeriksaan kehamilan di Puskesmas I Denpasar Utara dan Puskesmas II Denpasar Selatan dari tanggal 26 Maret sampai 22 April 2014. Data dikumpulkan dengan wawancara di puskesmas menggunakan kuesioner terstruktur. Analisis data dilakukan secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel, bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat dengan masing-masing variabel bebas dengan menggunakan uji chi-square serta analisis multivariat dengan regresi logistik untuk mengetahui hubungan antara keseluruhan variabel bebas dengan variabel terikat.
Hasil: Alasan menerima tes HIV adalah mengikuti anjuran petugas (65,8%), ingin tahu status HIV (61,7%) dan untuk melindungi anak dari penularan (19,2%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa penerimaan oleh ibu hamil lebih tinggi pada ibu yang tidak bekerja (75,8%; p=0,033), pengetahuan baik tentang HIV dan penularannya (78,4%; p=0,001), merasa rentan terhadap HIV/AIDS (72,0%; p=0,019), persepsi bahwa HIV/AIDS adalah penyakit yang parah (77,0%; p≤0,001), persepsi manfaat tes HIV (70,8%; p=0,002), tidak adanya persepsi hambatan (100%; p≤0,001) serta dukungan yang baik dari suami/keluarga (87,7%; p≤0,001). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang secara statistik signifikan meningkatkan penerimaan adalah dukungan suami/keluarga dengan OR=8,71 (95%CI: 2,89-26,28), persepsi keparahan penyakit dengan OR=3,39 (95%CI: 1,08-10,69) dan ibu hamil yang tidak bekerja dengan OR=2,82 (95%CI: 1,07-7,42).
Simpulan: Kebanyakan ibu hamil menjalani tes HIV karena anjuran petugas dan ingin tahu status HIV. Penerimaan pada ibu hamil dipengaruhi oleh dukungan suami/keluarga, persepsi keparahan penyakit HIV/AIDS dan ibu hamil yang tidak bekerja.
Paparan Asap Rokok sebagai Faktor Risiko Kematian Neonatal Dini di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat
Musrifa Musrifa, Luh Putu Lila Wulandari, Dewa Nyoman WirawanOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Paparan Asap Rokok sebagai Faktor Risiko Kematian Neonatal Dini di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tujuan: Mengetahui risiko paparan asap rokok terhadap terjadinya kematian neonatal dini di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat.Â
Metode: Penelitian ini adalah kasus kontrol dengan besar sampel 87, terdiri dari 29 kasus dan 58 kontrol (1:2). Variabel terikat adalah kematian neonatal dini dan variabel bebas adalah paparan asap rokok. Variabel perancu meliputi frekuensi antenatal care (ANC), pendapatan keluarga, komplikasi persalinan, anemia dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Data dikumpulkan dengan cara wawancara dan dari register kohor bayi di sembilan puskesmas yang memiliki kematian neonatal dini periode 1 Januari sampai 31 Desember 2013 yang ada di wilayah Kota Mataram. Analisis data dilakukan secara bivariat dan multivariat (regresi logistik) untuk menghitung crude OR dan adjusted OR.
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa paparan asap rokok suami selama hamil, paparan asap rokok suami ≥3 batang/hari selama hamil, ≥6 batang/hari selama 24 jam terakhir mempunyai risiko masing-masing sebesar 2,75 (95%CI: 0,72-10,50); 2,34 (95%CI: 0,77-7,08) dan 2,18 (95%CI: 0,65-7,29) untuk meningkatkan kematian neonatal namun secara statistik tidak signifikan. Hasil analisis multivariat menunjukkan paparan asap rokok selama hamil sebesar 1,32 (95%CI: 0,03-69,90) sedangkan OR variabel BBLR, pendapatan keluarga kurang dari Rp 1.100.000,- dan komplikasi persalinan masing-masing sebesar 204,39 (95%CI: 20,37-2050,07); 7,86 (95%CI: 1,45-42,83) dan 7,55 (95%CI: 1,01-56,38).
Simpulan: Paparan asap rokok selama hamil secara statistik tidak signifikan meningkatkan risiko kematian neonatal dini, sedangkan BBLR, pendapatan keluarga kurang dari Rp.1.100.000,- dan komplikasi persalinan dijumpai sebagai faktor risiko yang secara statistik signifikan terhadap terjadinya kematian neonatal dini. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.Paparan Asap Rokok sebagai Faktor Risiko Kematian Neonatal Dini di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tujuan: Mengetahui risiko paparan asap rokok terhadap terjadinya kematian neonatal dini di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat.Â
Metode: Penelitian ini adalah kasus kontrol dengan besar sampel 87, terdiri dari 29 kasus dan 58 kontrol (1:2). Variabel terikat adalah kematian neonatal dini dan variabel bebas adalah paparan asap rokok. Variabel perancu meliputi frekuensi antenatal care (ANC), pendapatan keluarga, komplikasi persalinan, anemia dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Data dikumpulkan dengan cara wawancara dan dari register kohor bayi di sembilan puskesmas yang memiliki kematian neonatal dini periode 1 Januari sampai 31 Desember 2013 yang ada di wilayah Kota Mataram. Analisis data dilakukan secara bivariat dan multivariat (regresi logistik) untuk menghitung crude OR dan adjusted OR.
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa paparan asap rokok suami selama hamil, paparan asap rokok suami ≥3 batang/hari selama hamil, ≥6 batang/hari selama 24 jam terakhir mempunyai risiko masing-masing sebesar 2,75 (95%CI: 0,72-10,50); 2,34 (95%CI: 0,77-7,08) dan 2,18 (95%CI: 0,65-7,29) untuk meningkatkan kematian neonatal namun secara statistik tidak signifikan. Hasil analisis multivariat menunjukkan paparan asap rokok selama hamil sebesar 1,32 (95%CI: 0,03-69,90) sedangkan OR variabel BBLR, pendapatan keluarga kurang dari Rp 1.100.000,- dan komplikasi persalinan masing-masing sebesar 204,39 (95%CI: 20,37-2050,07); 7,86 (95%CI: 1,45-42,83) dan 7,55 (95%CI: 1,01-56,38).
Simpulan: Paparan asap rokok selama hamil secara statistik tidak signifikan meningkatkan risiko kematian neonatal dini, sedangkan BBLR, pendapatan keluarga kurang dari Rp.1.100.000,- dan komplikasi persalinan dijumpai sebagai faktor risiko yang secara statistik signifikan terhadap terjadinya kematian neonatal dini. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.Kompetensi, Kompensasi Finansial, Supervisi dan Kinerja Bidan Desa di Kabupaten Bangli
Ari Adiputri, I Putu Ganda Wijaya, I Nyoman Mangku KarmayaOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Kompetensi, Kompensasi Finansial, Supervisi dan Kinerja Bidan Desa di Kabupaten Bangli
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kinerja bidan desa dengan kompetensi, kompensasi finansial dan supervisi di Kabupaten Bangli.
Metode: Rancangan penelitian adalah survei cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 45 orang bidan desa yaitu semua bidan desa di Kabupaten Bangli. Data dikumpulkan dengan wawancara oleh peneliti secara tatap muka bertempat di masing-masing desa dengan menggunakan kuesioner. Variabel terikat yaitu kinerja bidan desa dan variabel bebas yaitu kompetensi, kompensasi finansial dan supervisi. Data dianalisis secara univariat, bivariat (uji chi-square) Â dan multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa kinerja bidan desa sebagian besar kurang baik yaitu 62,2%. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang paling berperan adalah supervisi dengan OR=25,06 (95%CI: 3,24-193,50), sedangkan variabel kompetensi dan kompensasi finansial mempunyai peran yang lebih kecil yaitu masing-masing dengan OR=13,27 (95%CI: 1,49-118,21) dan OR=11,31 (95%CI: 1,45-88,21).
Simpulan: Supervisi lebih berperan dibandingkan kompetensi dan kompensasi finansial terhadap peningkatan kinerja bidan desa di Kabupaten Bangli.
Kompetensi, Kompensasi Finansial, Supervisi dan Kinerja Bidan Desa di Kabupaten Bangli
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kinerja bidan desa dengan kompetensi, kompensasi finansial dan supervisi di Kabupaten Bangli.
Metode: Rancangan penelitian adalah survei cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 45 orang bidan desa yaitu semua bidan desa di Kabupaten Bangli. Data dikumpulkan dengan wawancara oleh peneliti secara tatap muka bertempat di masing-masing desa dengan menggunakan kuesioner. Variabel terikat yaitu kinerja bidan desa dan variabel bebas yaitu kompetensi, kompensasi finansial dan supervisi. Data dianalisis secara univariat, bivariat (uji chi-square) Â dan multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa kinerja bidan desa sebagian besar kurang baik yaitu 62,2%. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang paling berperan adalah supervisi dengan OR=25,06 (95%CI: 3,24-193,50), sedangkan variabel kompetensi dan kompensasi finansial mempunyai peran yang lebih kecil yaitu masing-masing dengan OR=13,27 (95%CI: 1,49-118,21) dan OR=11,31 (95%CI: 1,45-88,21).
Simpulan: Supervisi lebih berperan dibandingkan kompetensi dan kompensasi finansial terhadap peningkatan kinerja bidan desa di Kabupaten Bangli.
Analisis Retrospektif Longitudinal: Loss to Follow Up saat Menjalani Terapi Antiretroviral di Yayasan Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012
Desak Nyoman Widyanthini, Anak Agung Sagung Sawitri, Dewa Nyoman WirawanOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Analisis Retrospektif Longitudinal: Loss to Follow Up saat Menjalani Terapi Antiretroviral di Yayasan Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012
Latar belakang dan tujuan: Loss to follow up (LTFU) yang rendah merupakan salah satu indikator keberhasilan program terapi antiretroviral (ARV). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan persentase kumulatif orang dengan HIV/AIDS (odha) LFTU tahun 2013 sebanyak 17,3%. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian tentang LTFU pada odha di Bali, terutama berdasarkan beberapa karakteristik odha.
Metode: Penelitian deskriptif longitudinal dilakukan dengan cara analisis data sekunder yaitu rekam medis odha yang memulai terapi ARV tahun 2002 sampai 2012 di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja (YKP). Sampel penelitian adalah seluruh pasien odha yang memenuhi kriteria, yaitu odha yang pertama kali menerima terapi ARV di Klinik Amertha dan mempunyai minimal dua kali kunjungan. Karakteristik yang diteliti adalah: umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, ada tidaknya pengawas minum obat (PMO), faktor risiko penularan HIV serta LFTU. Data yang digunakan hanya berdasarkan data yang tercatat pada rekam medis pasien. Data dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan karakteristik odha LTFU per 100 person years (PY). Untuk memperhitungkan lama waktu hingga terjadinya LTFU dilakukan analisis berdasarkan waktu.
Hasil: Dari 548 sampel odha, 77 (14,1%) mengalami LTFU, dengan angka insiden kasar LFTU sebesar 5,15 per 100 PY. Median waktu terjadinya LFTU sampai akhir pengamatan tidak tercapai dalam penelitian ini, karena rendahnya insiden LTFU. Insiden spesifik LTFU lebih tinggi dijumpai pada perempuan (6,6 per 100 PY), umur yang lebih muda (6 per 100 PY), dan bekerja sebagai pekerja seks (7,3 per 100). Odha yang tidak memiliki PMO (9,3 per 100 PY) dan homoseksual (9,1 per 100 PY) juga memiliki insiden spesifik LTFU yang lebih tinggi.
Simpulan: Insiden spesifik LTFU yang lebih tinggi dijumpai pada perempuan, umur yang lebih muda, bekerja sebagai pekerja seks, tidak memiliki PMO, dan homoseksual.
Analisis Retrospektif Longitudinal: Loss to Follow Up saat Menjalani Terapi Antiretroviral di Yayasan Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012
Latar belakang dan tujuan: Loss to follow up (LTFU) yang rendah merupakan salah satu indikator keberhasilan program terapi antiretroviral (ARV). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan persentase kumulatif orang dengan HIV/AIDS (odha) LFTU tahun 2013 sebanyak 17,3%. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian tentang LTFU pada odha di Bali, terutama berdasarkan beberapa karakteristik odha.
Metode: Penelitian deskriptif longitudinal dilakukan dengan cara analisis data sekunder yaitu rekam medis odha yang memulai terapi ARV tahun 2002 sampai 2012 di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja (YKP). Sampel penelitian adalah seluruh pasien odha yang memenuhi kriteria, yaitu odha yang pertama kali menerima terapi ARV di Klinik Amertha dan mempunyai minimal dua kali kunjungan. Karakteristik yang diteliti adalah: umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, ada tidaknya pengawas minum obat (PMO), faktor risiko penularan HIV serta LFTU. Data yang digunakan hanya berdasarkan data yang tercatat pada rekam medis pasien. Data dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan karakteristik odha LTFU per 100 person years (PY). Untuk memperhitungkan lama waktu hingga terjadinya LTFU dilakukan analisis berdasarkan waktu.
Hasil: Dari 548 sampel odha, 77 (14,1%) mengalami LTFU, dengan angka insiden kasar LFTU sebesar 5,15 per 100 PY. Median waktu terjadinya LFTU sampai akhir pengamatan tidak tercapai dalam penelitian ini, karena rendahnya insiden LTFU. Insiden spesifik LTFU lebih tinggi dijumpai pada perempuan (6,6 per 100 PY), umur yang lebih muda (6 per 100 PY), dan bekerja sebagai pekerja seks (7,3 per 100). Odha yang tidak memiliki PMO (9,3 per 100 PY) dan homoseksual (9,1 per 100 PY) juga memiliki insiden spesifik LTFU yang lebih tinggi.
Simpulan: Insiden spesifik LTFU yang lebih tinggi dijumpai pada perempuan, umur yang lebih muda, bekerja sebagai pekerja seks, tidak memiliki PMO, dan homoseksual.
Policy for Drug Users in Indonesia: A Critical Policy Analysis of Jail Punishment and an Alternate Rehabilitation Policy
I Nyoman SutarsaOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Policy for Drug Users in Indonesia: A Critical Policy Analysis of Jail Punishment and an Alternate Rehabilitation Policy
The prevalence of drug users in Indonesia during 2004 was 1.5% from a total population (3.2 million people). About 69% of them were abusers and 31% were addicted. In addition, 6% of the total population have experienced drugs.1 Illicit drugs are harming people in many ways, causing a wide range of health problems: addiction, injuries, cardiovascular diseases, HIV/AIDS, hepatitis and cancers. One in five drug users meet the WHO criteria for dependence
Policy for Drug Users in Indonesia: A Critical Policy Analysis of Jail Punishment and an Alternate Rehabilitation Policy
The prevalence of drug users in Indonesia during 2004 was 1.5% from a total population (3.2 million people). About 69% of them were abusers and 31% were addicted. In addition, 6% of the total population have experienced drugs.1 Illicit drugs are harming people in many ways, causing a wide range of health problems: addiction, injuries, cardiovascular diseases, HIV/AIDS, hepatitis and cancers. One in five drug users meet the WHO criteria for dependence
Prostitution Legislation Reforms in Western Australia: What Indonesia Can Learn
Komang Ayu Kartika SariOnline First: Jul 1, 2014
- XML
- Abstract
- Abstract
Prostitution Legislation Reforms in Western Australia: What Indonesia Can Learn
Prostitution is still a complicated problem worldwide including in Western Australia. It is estimated that there are 1700 sex workers and 38 identified brothels in Western Australia1 and prostitution legislation is still an ongoing debatable issue in the state. There has been a significant change in prostitution laws and enforcement practices, which is due to the rising worldwide problem of sex trafficking and its relation to prostitution.2 The Liberal or National Government of Western Australia planned to introduce the prostitution legislation reforms, which were intended to make brothels to be the “only viable†and legal workplaces for sex workers, to make sex workers have no opportunity to work privately in residential areas and to force them to work for the third parties or to relocate them to industrial areas.3 It would be implemented through a brothel licensing policy, which in turn will make non brothel-based sex workers considered illegal. Brothels are indeed more organized and easier to provide health care and education than the street4 and based on research in the Norwegian capital5, an existing law can make people have more negative attitudes towards buying sex. However, particular form of regulation and practice may result in worse situations and can undermine the health and well-being of sex workers. This article will discuss in details why the prostitution legislation reforms released by The Liberal/National Government in WA should not be fully supported and what we can learn based on the context of Indonesia
Prostitution Legislation Reforms in Western Australia: What Indonesia Can Learn
Prostitution is still a complicated problem worldwide including in Western Australia. It is estimated that there are 1700 sex workers and 38 identified brothels in Western Australia1 and prostitution legislation is still an ongoing debatable issue in the state. There has been a significant change in prostitution laws and enforcement practices, which is due to the rising worldwide problem of sex trafficking and its relation to prostitution.2 The Liberal or National Government of Western Australia planned to introduce the prostitution legislation reforms, which were intended to make brothels to be the “only viable†and legal workplaces for sex workers, to make sex workers have no opportunity to work privately in residential areas and to force them to work for the third parties or to relocate them to industrial areas.3 It would be implemented through a brothel licensing policy, which in turn will make non brothel-based sex workers considered illegal. Brothels are indeed more organized and easier to provide health care and education than the street4 and based on research in the Norwegian capital5, an existing law can make people have more negative attitudes towards buying sex. However, particular form of regulation and practice may result in worse situations and can undermine the health and well-being of sex workers. This article will discuss in details why the prostitution legislation reforms released by The Liberal/National Government in WA should not be fully supported and what we can learn based on the context of Indonesia