Vol. 3 No. 1 (2015)
Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kesehatan dalam Era Masyarakat ASEAN
Dewa Nyoman WirawanOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kesehatan dalam Era Masyarakat ASEAN
Pada tahun 2003, kepala negara-negara ASEAN telah sepakat bahwa Masyarakat ASEAN akan terwujud pada tahun 2020.1 Masyarakat ASEAN terdiri dari tiga pilar yaitu: ASEAN Political-Security Community, ASEAN Economic-Community dan ASEAN Socio-Cultural Community.1 Tujuan yang ingin dicapai adalah: a) terciptanya kawasan tunggal dalam hal produksi dan arus barang; b) kawasan ASEAN yang mempunyai daya saing tinggi dalam bidang ekonomi; c) kawasan ASEAN dengan pertumbuhan ekonomi yang seimbang (equitable); dan d) kawasan yang secara penuh mampu berintegrasi dengan ekonomi global.
Dalam MRA tentang tenaga perawat dan dokter tercantum bahwa tenaga kesehatan bisa bekerja di setiap negara ASEAN dengan syarat harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan di masing-masing negara seperti tercantum di Article III masing-masing MRA yang antara lain disebutkan bahwa bila tenaga keperawatan atau kesehatan akan bekerja di negara-negara ASEAN maka harus mengikuti undang-undang atau peraturan di host country (in accordance with the laws and regulations of the host country concerned)
Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kesehatan dalam Era Masyarakat ASEAN
Pada tahun 2003, kepala negara-negara ASEAN telah sepakat bahwa Masyarakat ASEAN akan terwujud pada tahun 2020.1 Masyarakat ASEAN terdiri dari tiga pilar yaitu: ASEAN Political-Security Community, ASEAN Economic-Community dan ASEAN Socio-Cultural Community.1 Tujuan yang ingin dicapai adalah: a) terciptanya kawasan tunggal dalam hal produksi dan arus barang; b) kawasan ASEAN yang mempunyai daya saing tinggi dalam bidang ekonomi; c) kawasan ASEAN dengan pertumbuhan ekonomi yang seimbang (equitable); dan d) kawasan yang secara penuh mampu berintegrasi dengan ekonomi global.
Dalam MRA tentang tenaga perawat dan dokter tercantum bahwa tenaga kesehatan bisa bekerja di setiap negara ASEAN dengan syarat harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan di masing-masing negara seperti tercantum di Article III masing-masing MRA yang antara lain disebutkan bahwa bila tenaga keperawatan atau kesehatan akan bekerja di negara-negara ASEAN maka harus mengikuti undang-undang atau peraturan di host country (in accordance with the laws and regulations of the host country concerned)
Konsumsi Besi Folat, Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Besi Berhubungan dengan Kejadian Anemia Ibu Hamil di Kabupaten Jember
Wahyu Setyaningsih, Luh Seri Ani, Ni Wayan Arya UtamiOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Konsumsi Besi Folat, Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Besi Berhubungan dengan Kejadian Anemia Ibu Hamil di Kabupaten Jember
Latar belakang dan tujuan: Anemia pada ibu hamil masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi besi folat, tingkat kecukupan energi dan zat besi dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilaksanakan di delapan puskesmas di Kabupaten Jember, Jawa Timur dengan subjek 128 ibu hamil yang dipilih dengan metode stratified random sampling dari kohor ibu hamil di masing-masing puskesmas. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan mempergunakan semiquantitative food frequency questionnaire, mengukur lingkar lengan atas dan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan Easy Touch GCHb (Bioptik Technology Inc, China). Analisis data dilakukan secara bivariat dan multivariat.
Hasil: Kejadian anemia pada ibu hamil di Kabupaten Jember didapatkan sebesar 60,16% (95%CI:51,76-68,56). Dari hasil analisis multivariat dengan regresi logistik diperoleh bahwa variabel-variabel yang secara statistik bermakna menurunkan risiko terjadinya anemia pada ibu hamil ialah: pendapatan (adjusted OR=0,09; 95%CI: 0,03-0,51), konsumsi besi folat (adjusted OR=0,16; 95%CI:Â 0,04-0,69), tingkat kecukupan energi (adjusted OR=0,06; 95%CI: 0,01-0,33) dan kecukupan zat besi (adjusted OR=0,11; 95%CI: 0,01-0,90).
Simpulan: Pendapatan, asupan bahan pangan tinggi energi dan zat besi, serta konsumsi besi folat dijumpai secara bermakna menurunkan risiko kejadian anemia pada ibu hamil.Konsumsi Besi Folat, Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Besi Berhubungan dengan Kejadian Anemia Ibu Hamil di Kabupaten Jember
Latar belakang dan tujuan: Anemia pada ibu hamil masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi besi folat, tingkat kecukupan energi dan zat besi dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilaksanakan di delapan puskesmas di Kabupaten Jember, Jawa Timur dengan subjek 128 ibu hamil yang dipilih dengan metode stratified random sampling dari kohor ibu hamil di masing-masing puskesmas. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan mempergunakan semiquantitative food frequency questionnaire, mengukur lingkar lengan atas dan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan Easy Touch GCHb (Bioptik Technology Inc, China). Analisis data dilakukan secara bivariat dan multivariat.
Hasil: Kejadian anemia pada ibu hamil di Kabupaten Jember didapatkan sebesar 60,16% (95%CI:51,76-68,56). Dari hasil analisis multivariat dengan regresi logistik diperoleh bahwa variabel-variabel yang secara statistik bermakna menurunkan risiko terjadinya anemia pada ibu hamil ialah: pendapatan (adjusted OR=0,09; 95%CI: 0,03-0,51), konsumsi besi folat (adjusted OR=0,16; 95%CI:Â 0,04-0,69), tingkat kecukupan energi (adjusted OR=0,06; 95%CI: 0,01-0,33) dan kecukupan zat besi (adjusted OR=0,11; 95%CI: 0,01-0,90).
Simpulan: Pendapatan, asupan bahan pangan tinggi energi dan zat besi, serta konsumsi besi folat dijumpai secara bermakna menurunkan risiko kejadian anemia pada ibu hamil.Paparan Asap Rokok pada Ibu Hamil di Rumah Tangga terhadap Risiko Peningkatan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Kabupaten Gianyar
Kadek Susiana Dwi Lestari, I Wayan Gede Artawan Eka Putra, I Nyoman Mangku KarmayaOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Paparan Asap Rokok pada Ibu Hamil di Rumah Tangga terhadap Risiko Peningkatan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Kabupaten Gianyar
Latar belakang dan tujuan: Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali 2013 proporsi  bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah 24 per 1000 kelahiran hidup, dimana Kabupaten Gianyar menempati urutan keempat tertinggi yaitu 31 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 proporsi penduduk Provinsi Bali umur 15 tahun keatas yang sedang merokok pada saat survei adalah 31,0%, dimana 68,1% dari semua perokok tersebut merupakan perokok di dalam rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap peningkatan risiko kejadian BBLR di Kabupaten Gianyar.
Metode: Rancangan penelitian adalah kasus kontrol, dimana kasus adalah BBLR sedangkan kontrol adalah tidak BBLR. Jumlah sampel sebanyak 116, terdiri dari 58 kasus dan 58 kontrol. Variabel terikat adalah BBLR, variabel bebas adalah paparan asap rokok. Sumber data adalah melalui wawancara dan register kohor ibu hamil di puskesmas. Analisis data dilakukan secara bivariat dan multivariat.
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa OR paparan asap rokok suami sebesar 6,370 (95%CI: 2,836-14,309) dan OR paparan asap rokok anggota keluarga sebesar 6,577 (95%CI: 2,894-14,948). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa adjusted OR paparan asap rokok suami sebesar 7,479 (95%CI: 2,058-27,175) dan adjusted OR paparan asap rokok anggota keluarga sebesar 9,002 (95%CI: 9,002-33,286). Analisis paparan asap rokok dari suami dan anggota keluarga lain  diperoleh adjusted OR sebesar 9,333 (95%CI: 3,417-26,201).
Simpulan: Paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga merupakan faktor risiko terjadinya BBLR di Kabupaten Gianyar.
Paparan Asap Rokok pada Ibu Hamil di Rumah Tangga terhadap Risiko Peningkatan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Kabupaten Gianyar
Latar belakang dan tujuan: Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali 2013 proporsi  bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah 24 per 1000 kelahiran hidup, dimana Kabupaten Gianyar menempati urutan keempat tertinggi yaitu 31 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 proporsi penduduk Provinsi Bali umur 15 tahun keatas yang sedang merokok pada saat survei adalah 31,0%, dimana 68,1% dari semua perokok tersebut merupakan perokok di dalam rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap peningkatan risiko kejadian BBLR di Kabupaten Gianyar.
Metode: Rancangan penelitian adalah kasus kontrol, dimana kasus adalah BBLR sedangkan kontrol adalah tidak BBLR. Jumlah sampel sebanyak 116, terdiri dari 58 kasus dan 58 kontrol. Variabel terikat adalah BBLR, variabel bebas adalah paparan asap rokok. Sumber data adalah melalui wawancara dan register kohor ibu hamil di puskesmas. Analisis data dilakukan secara bivariat dan multivariat.
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa OR paparan asap rokok suami sebesar 6,370 (95%CI: 2,836-14,309) dan OR paparan asap rokok anggota keluarga sebesar 6,577 (95%CI: 2,894-14,948). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa adjusted OR paparan asap rokok suami sebesar 7,479 (95%CI: 2,058-27,175) dan adjusted OR paparan asap rokok anggota keluarga sebesar 9,002 (95%CI: 9,002-33,286). Analisis paparan asap rokok dari suami dan anggota keluarga lain  diperoleh adjusted OR sebesar 9,333 (95%CI: 3,417-26,201).
Simpulan: Paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga merupakan faktor risiko terjadinya BBLR di Kabupaten Gianyar.
Analisis Beban Kerja Dokter Umum di Puskesmas Kota Denpasar dengan Menggunakan Metode Workload Indicators of Staffing Need
Anak Agung Ngurah Gede Dharmayuda, Luh Putu Lila WulandariOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Analisis Beban Kerja Dokter Umum di Puskesmas Kota Denpasar dengan Menggunakan Metode Workload Indicators of Staffing Need
Latar belakang dan tujuan: Selama ini penentuan jumlah tenaga kesehatan termasuk dokter umum di puskesmas adalah berdasarkan rasio per jumlah penduduk dan bukan berdasarkan beban kerja. Penelitian analisis beban kerja dokter umum di puskesmas diIndonesia belum banyak dilakukan dan sama sekali belum pernah dikerjakan di ProvinsiBali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban kerja, kebutuhan tenaga dokter umum serta distribusinya di puskesmas Kota Denpasar.
Metode: Rancangan penelitian adalah deskriptif cross-sectional yang dilaksanakan di 11 puskesmas Kota Denpasar terhadap semua dokter umum fungsional. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung terhadap kegiatan dari masing-masing dokter umum. Selain itu juga dikumpulkan data sekunder dari masing-masing puskesmas. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan software WISN English Version 1.1.132.0.
Hasil: Sebagian besar dari 34 dokter umum di puskesmas yang menjadi sampel penelitian adalah perempuan (73,5%), berumur 35-44 tahun (61,8%), status pegawai negeri (97,1%), masa kerja 6-10 tahun (55,9%) dan hampir semuanya (95,6%) mempunyai tugas tambahan selain memberikan pelayanan kepada pasien. Hasil analisis menunjukkan bahwa beban kerja dokter umum di puskesmas Kota Denpasar termasuk kategori tinggi dengan rasio 0,5-0,9. Beban kerja yang dianggap sesuai adalah bila rasio beban kerja sama dengan satu. Bila dilihat dari analisis beban kerja ditemukan bahwa semua puskesmas di Kota Denpasar mengalami kekurangan dokter umum dengan jumlah kekurangan yang bervariasi.
Simpulan: Bila menggunakan perhitungan rasio per jumlah penduduk, jumlah dokter umum di puskesmas Kota Denpasar telah mencukupi, namun dari hasil analisis beban kerja dijumpai masih adanya kekurangan.Analisis Beban Kerja Dokter Umum di Puskesmas Kota Denpasar dengan Menggunakan Metode Workload Indicators of Staffing Need
Latar belakang dan tujuan: Selama ini penentuan jumlah tenaga kesehatan termasuk dokter umum di puskesmas adalah berdasarkan rasio per jumlah penduduk dan bukan berdasarkan beban kerja. Penelitian analisis beban kerja dokter umum di puskesmas diIndonesia belum banyak dilakukan dan sama sekali belum pernah dikerjakan di ProvinsiBali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban kerja, kebutuhan tenaga dokter umum serta distribusinya di puskesmas Kota Denpasar.
Metode: Rancangan penelitian adalah deskriptif cross-sectional yang dilaksanakan di 11 puskesmas Kota Denpasar terhadap semua dokter umum fungsional. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung terhadap kegiatan dari masing-masing dokter umum. Selain itu juga dikumpulkan data sekunder dari masing-masing puskesmas. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan software WISN English Version 1.1.132.0.
Hasil: Sebagian besar dari 34 dokter umum di puskesmas yang menjadi sampel penelitian adalah perempuan (73,5%), berumur 35-44 tahun (61,8%), status pegawai negeri (97,1%), masa kerja 6-10 tahun (55,9%) dan hampir semuanya (95,6%) mempunyai tugas tambahan selain memberikan pelayanan kepada pasien. Hasil analisis menunjukkan bahwa beban kerja dokter umum di puskesmas Kota Denpasar termasuk kategori tinggi dengan rasio 0,5-0,9. Beban kerja yang dianggap sesuai adalah bila rasio beban kerja sama dengan satu. Bila dilihat dari analisis beban kerja ditemukan bahwa semua puskesmas di Kota Denpasar mengalami kekurangan dokter umum dengan jumlah kekurangan yang bervariasi.
Simpulan: Bila menggunakan perhitungan rasio per jumlah penduduk, jumlah dokter umum di puskesmas Kota Denpasar telah mencukupi, namun dari hasil analisis beban kerja dijumpai masih adanya kekurangan.Faktor Risiko Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita di Kabupaten Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur
Kadek Dwi Ariesthi, Kadek Tresna Adhi, Dewa Nyoman WirawanOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Faktor Risiko Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita di Kabupaten Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur
Latar belakang dan tujuan: Prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak usia di bawah lima tahun (balita) di Nusa Tenggara Timur (NTT) menduduki peringkat kedua di Indonesia yaitu sebesar 29,4%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko gizi buruk dan kurang pada anak balita di NTT.
Metode: Penelitian kasus kontrol dilakukan di Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, yang terdiri dari 38 balita gizi buruk dan gizi kurang sebagai kelompok kasus dan 76 balita sehat sebagai kontrol. Variabel yang diteliti adalah faktor yang berkaitan dengan ibu, anak, pemberian makan pada balita, pelayanan kesehatan dan sanitasi. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara. Data dianalisis secara bivariat untuk mendapatkan crude OR dan  dengan regresi logistik untuk mendapatkan adjusted OR.
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor risiko gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita adalah pendapatan keluarga, frekuensi sakit anak, pengetahuan ibu, frekuensi ke posyandu dan sumber air. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor risiko yang paling berperan adalah frekuensi sakit pada anak balita (adjusted OR=35,4; 95%CI: 4,8-256,8), pendapatan keluarga (adjusted OR=14,9; 95%CI: 2,1-100,9), pengetahuan ibu tentang gizi (adjusted  OR=9,8; 95%CI:1,4-66,1), frekuensi ke posyandu (adjusted OR=9,0; 95%CI: 1,6-50,7) dan sumber air minum (adjusted  OR=7,1; 95%CI: 1,1-45,5).
Simpulan: Frekuensi sakit balita, pendapatan keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi, frekuensi ke posyandu dan sumber air minum merupakan faktor risiko gizi buruk dan gizi kurang di Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT
Faktor Risiko Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita di Kabupaten Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur
Latar belakang dan tujuan: Prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak usia di bawah lima tahun (balita) di Nusa Tenggara Timur (NTT) menduduki peringkat kedua di Indonesia yaitu sebesar 29,4%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko gizi buruk dan kurang pada anak balita di NTT.
Metode: Penelitian kasus kontrol dilakukan di Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, yang terdiri dari 38 balita gizi buruk dan gizi kurang sebagai kelompok kasus dan 76 balita sehat sebagai kontrol. Variabel yang diteliti adalah faktor yang berkaitan dengan ibu, anak, pemberian makan pada balita, pelayanan kesehatan dan sanitasi. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara. Data dianalisis secara bivariat untuk mendapatkan crude OR dan  dengan regresi logistik untuk mendapatkan adjusted OR.
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor risiko gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita adalah pendapatan keluarga, frekuensi sakit anak, pengetahuan ibu, frekuensi ke posyandu dan sumber air. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor risiko yang paling berperan adalah frekuensi sakit pada anak balita (adjusted OR=35,4; 95%CI: 4,8-256,8), pendapatan keluarga (adjusted OR=14,9; 95%CI: 2,1-100,9), pengetahuan ibu tentang gizi (adjusted  OR=9,8; 95%CI:1,4-66,1), frekuensi ke posyandu (adjusted OR=9,0; 95%CI: 1,6-50,7) dan sumber air minum (adjusted  OR=7,1; 95%CI: 1,1-45,5).
Simpulan: Frekuensi sakit balita, pendapatan keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi, frekuensi ke posyandu dan sumber air minum merupakan faktor risiko gizi buruk dan gizi kurang di Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT
Perbedaan Kepuasan Pasien pada Puskesmas ISO dan Puskesmas Non ISO di Kota Denpasar
A.A.A.A. Candrawati, I Ketut Suarjana, Dewa Nyoman WirawanOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Perbedaan Kepuasan Pasien pada Puskesmas ISO dan Puskesmas Non ISO di Kota Denpasar
Latar belakang dan tujuan: ISO diimplementasikan di empat puskesmas Kota Denpasar untuk meningkatkan mutu layanan dan kepuasan pasien. Telah dilakukan penilaian mutu layanan pada puskesmas di Denpasar tetapi belum dilakukan penilaian kepuasan pasien. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kepuasan pasien pada puskesmas ISO dibandingkan puskesmas non ISO dan faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Rancangan penelitian adalah survei sampel cross-sectional pada 298 pasien, sebanyak 149 di puskesmas ISO dan 149 non ISO yang dipilih secara consecutive. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh pasien dan dianalisis secara bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan metode regresi logistik serta analisis kuadran untuk mengetahui kinerja yang perlu ditingkatkan.
Hasil: Kepuasan pasien secara bermakna (p=0,001) lebih tinggi di puskesmas ISO (98,66%) dibandingkan  non ISO (87,25%). Kepuasan berdasarkan dimensi mutu secara bermakna (p=0,001) lebih tinggi di puskesmas ISO yaitu kehandalan (97,99% vs 81,21%), ketanggapan (97,32% vs 82,52%), jaminan (98,66% vs 84,56%), empati (97,32% vs 77,18%), penampilan fisik (97,32% vs 83,8%). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah status puskesmas ISO dengan adjusted OR=16,56 (95% CI: 3,87-70,95) dan status kepesertaan jaminan kesehatan dengan adjusted OR=3,76 (95%CI:1,38-10,23). Analisis kuadran menunjukkan bahwa di puskesmas ISO sub-item kesopanan dan ketelitian petugas serta kerapian ruangan merupakan prioritas utama untuk ditingkatkan kinerjanya.
Simpulan: Kepuasan pasien secara bermakna dijumpai lebih tinggi pada puskesmas ISO. Sub-item kesopanan dan ketelitian petugas serta kerapian ruangan masih perlu ditingkatkan kinerjanya di puskesmas ISO.
Perbedaan Kepuasan Pasien pada Puskesmas ISO dan Puskesmas Non ISO di Kota Denpasar
Latar belakang dan tujuan: ISO diimplementasikan di empat puskesmas Kota Denpasar untuk meningkatkan mutu layanan dan kepuasan pasien. Telah dilakukan penilaian mutu layanan pada puskesmas di Denpasar tetapi belum dilakukan penilaian kepuasan pasien. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kepuasan pasien pada puskesmas ISO dibandingkan puskesmas non ISO dan faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Rancangan penelitian adalah survei sampel cross-sectional pada 298 pasien, sebanyak 149 di puskesmas ISO dan 149 non ISO yang dipilih secara consecutive. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh pasien dan dianalisis secara bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan metode regresi logistik serta analisis kuadran untuk mengetahui kinerja yang perlu ditingkatkan.
Hasil: Kepuasan pasien secara bermakna (p=0,001) lebih tinggi di puskesmas ISO (98,66%) dibandingkan  non ISO (87,25%). Kepuasan berdasarkan dimensi mutu secara bermakna (p=0,001) lebih tinggi di puskesmas ISO yaitu kehandalan (97,99% vs 81,21%), ketanggapan (97,32% vs 82,52%), jaminan (98,66% vs 84,56%), empati (97,32% vs 77,18%), penampilan fisik (97,32% vs 83,8%). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah status puskesmas ISO dengan adjusted OR=16,56 (95% CI: 3,87-70,95) dan status kepesertaan jaminan kesehatan dengan adjusted OR=3,76 (95%CI:1,38-10,23). Analisis kuadran menunjukkan bahwa di puskesmas ISO sub-item kesopanan dan ketelitian petugas serta kerapian ruangan merupakan prioritas utama untuk ditingkatkan kinerjanya.
Simpulan: Kepuasan pasien secara bermakna dijumpai lebih tinggi pada puskesmas ISO. Sub-item kesopanan dan ketelitian petugas serta kerapian ruangan masih perlu ditingkatkan kinerjanya di puskesmas ISO.
Faktor Risiko Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada Anak di Denpasar
I Made Sudarma Adiputra, I Made Sutarga, Gede Ngurah Indraguna PinatihOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Faktor Risiko Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada Anak di Denpasar
Latar belakang dan tujuan: Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu gangguan perkembangan pada anak yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi dan aktivitas anak yang berlebihan. Upaya komprehensif diperlukan untuk mencegah terjadinya ADHD dan untuk itu diperlukan pengetahuan yang lebih baik terhadap faktor risiko yang memicu terjadinya ADHD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian ADHD pada anak di Denpasar.
Metode: Rancangan penelitian adalah matched-paired case control. Jumlah sampel sebanyak 38 kasus dan 38 kontrol, yang dipasangkan dalam variabel umur, jenis kelamin dan tempat tinggal. Kasus diperoleh dari Pusat Pelayan Psikologi dan Anak Kebutuhan Khusus Pradnyagama Denpasar. Kontrol dipilih dari lingkungan tempat tinggal kasus. Analisis data dilakukan dengan uji McNemar dan conditional (fixed-effects) logistic regression.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dijumpai dua faktor risiko yang secara statistik bermakna meningkatkan ADHD yaitu BBLR dengan adjusted OR=220,9 (95%CI: 6,9-6991,3) dan genetik dengan adjusted OR=45,5 (95%CI: 3,3-620,9). Faktor risiko paparan asap rokok, kelahiran prematur dan makanan manis tidak bermakna meningkatkan kejadian ADHD.
Simpulan: BBLR dan genetik dijumpai secara bermakna meningkatkan risiko ADHD.
Faktor Risiko Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada Anak di Denpasar
Latar belakang dan tujuan: Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu gangguan perkembangan pada anak yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi dan aktivitas anak yang berlebihan. Upaya komprehensif diperlukan untuk mencegah terjadinya ADHD dan untuk itu diperlukan pengetahuan yang lebih baik terhadap faktor risiko yang memicu terjadinya ADHD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian ADHD pada anak di Denpasar.
Metode: Rancangan penelitian adalah matched-paired case control. Jumlah sampel sebanyak 38 kasus dan 38 kontrol, yang dipasangkan dalam variabel umur, jenis kelamin dan tempat tinggal. Kasus diperoleh dari Pusat Pelayan Psikologi dan Anak Kebutuhan Khusus Pradnyagama Denpasar. Kontrol dipilih dari lingkungan tempat tinggal kasus. Analisis data dilakukan dengan uji McNemar dan conditional (fixed-effects) logistic regression.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dijumpai dua faktor risiko yang secara statistik bermakna meningkatkan ADHD yaitu BBLR dengan adjusted OR=220,9 (95%CI: 6,9-6991,3) dan genetik dengan adjusted OR=45,5 (95%CI: 3,3-620,9). Faktor risiko paparan asap rokok, kelahiran prematur dan makanan manis tidak bermakna meningkatkan kejadian ADHD.
Simpulan: BBLR dan genetik dijumpai secara bermakna meningkatkan risiko ADHD.
Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di IRNA IGD RSUP Sanglah Denpasar
Putri Mastini, Nyoman Tigeh Suryadhi, Alit SuryaniOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di IRNA IGD RSUP Sanglah Denpasar
Latar belakang dan tujuan: Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan unsur pokok dalam pertanggung jawaban kinerja profesi keperawatan. Dokumentasi yang tidak lengkap akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan beban kerja perawat dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar.
Metode: Survei cross sectional telah dilakukan terhadap semua perawat (76 sampel) yang bertugas di Ruang Rawat Inap Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar. Wawancara dengan perawat dilakukan untuk mendapatkan data tentang pengetahuan, sikap dan beban kerja. Data status kelengkapan pendokumentasian keperawatan diukur dengan metode observasi.
Hasil: Kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan berhubungan secara signifikan dengan tingkat pengetahuan dan sikap perawat (p<0,05). Analisis multivariat menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan memiliki pengaruh terbesar dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan adjusted OR=3,7 (95%CI: 1,2-11,5). Hal ini berarti pendokumentasian asuhan keperawatan yang lengkap pada perawat dengan pengetahuan baik 3,7 kali dibandingkan dengan perawat yang memiliki pengetahuan kurang.
Simpulan: Kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan secara bermakna berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat.Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di IRNA IGD RSUP Sanglah Denpasar
Latar belakang dan tujuan: Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan unsur pokok dalam pertanggung jawaban kinerja profesi keperawatan. Dokumentasi yang tidak lengkap akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan beban kerja perawat dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar.
Metode: Survei cross sectional telah dilakukan terhadap semua perawat (76 sampel) yang bertugas di Ruang Rawat Inap Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar. Wawancara dengan perawat dilakukan untuk mendapatkan data tentang pengetahuan, sikap dan beban kerja. Data status kelengkapan pendokumentasian keperawatan diukur dengan metode observasi.
Hasil: Kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan berhubungan secara signifikan dengan tingkat pengetahuan dan sikap perawat (p<0,05). Analisis multivariat menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan memiliki pengaruh terbesar dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan adjusted OR=3,7 (95%CI: 1,2-11,5). Hal ini berarti pendokumentasian asuhan keperawatan yang lengkap pada perawat dengan pengetahuan baik 3,7 kali dibandingkan dengan perawat yang memiliki pengetahuan kurang.
Simpulan: Kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan secara bermakna berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat.Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar
I Gusti A. Ayu Sherlyna Prihandhani, Ni Made Sri Nopiyani, Dyah Pradnyaparamita DuarsaOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar
Latar belakang dan tujuan: Hasil survei kepuasan terhadap pasien di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar mengindikasikan kurangnya perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku caring dan budaya organisasi serta faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional survei. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terhadap 48 perawat pelaksana pada bulan November-Desember 2014 di ruang rawat inap RSU Ganesha. Data dianalisis secara multivariat dengan metode regresi logistik untuk menilai hubungan variabel faktor individu dan budaya organisasi terhadap variabel perilaku caring.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan perawat pelaksana yang memiliki perilaku caring baik sebanyak 56,3%, sementara itu 54,2% perawat mempersepsikan budaya organisasi baik. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa hanya sistem rewards yang memiliki hubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana (adjusted OR=23,39; 95%CI: 1,53-356,94; p=0,023).
Simpulan: Perawat pelaksana yang memiliki persepsi sistem rewards baik cenderung berperilaku caring baik di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar
Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar
Latar belakang dan tujuan: Hasil survei kepuasan terhadap pasien di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar mengindikasikan kurangnya perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku caring dan budaya organisasi serta faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional survei. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terhadap 48 perawat pelaksana pada bulan November-Desember 2014 di ruang rawat inap RSU Ganesha. Data dianalisis secara multivariat dengan metode regresi logistik untuk menilai hubungan variabel faktor individu dan budaya organisasi terhadap variabel perilaku caring.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan perawat pelaksana yang memiliki perilaku caring baik sebanyak 56,3%, sementara itu 54,2% perawat mempersepsikan budaya organisasi baik. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa hanya sistem rewards yang memiliki hubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana (adjusted OR=23,39; 95%CI: 1,53-356,94; p=0,023).
Simpulan: Perawat pelaksana yang memiliki persepsi sistem rewards baik cenderung berperilaku caring baik di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar
Evaluasi Tugas Kader Tuberkolosis Desa Adat dan Kader Tuberkolosis Bukan Desa Adat di Wilayah Kabupaten Gianyar
Anak Agung Gede Suputra, I Wayan Gede Artawan Eka Putra, Luh Seri AniOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Evaluasi Tugas Kader Tuberkolosis Desa Adat dan Kader Tuberkolosis Bukan Desa Adat di Wilayah Kabupaten Gianyar
Latar belakang dan tujuan: Salah satu strategi yang diterapkan untuk meningkatkan cakupan penemuan kasus tuberkolosis (TB) dengan bakteri tahan asam positif (BTA+) di Kabupaten Gianyar adalah dengan melibatkan kader TB desa adat (pakraman) dan kader TB yang dibentuk oleh Program Pemberantasan Tuberkolosis Indonesia (PPTI) dengan tugas membantu petugas kesehatan untuk case finding penderita dengan suspek TB. Tujuan penelitian ini adalah untuk evaluasi pelaksanaan tugas kader TB desa pakraman dibandingkan dengan kader TB PPTI di Kabupaten Gianyar.
Metode: Penelitian evaluasi ini dilakukan dengan mempergunakan data sekunder dan wawancara pada semua kader desa pakraman (29 orang) dan semua kader TB PPTI (88 orang). Data sekunder yang dikumpulkan adalah laporan kegiatan kader dan wawancara dilakukan untuk mengetahui identitas kader dan ajakan (supervisi) petugas pemegang program TB. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil: Hasil analisis menunjukan pelaksanaan tugas kader TB desa pakraman lebih baik dibandingkan kader TB PPTI dengan adjusted RP=6,1 (95%CI:3,3-11,2). Pelaksanaan tugas yang lebih baik pada kader TB desa pakraman terjadi pada keempat jenis tugas kader, yaitu membantu penyuluhan (adjusted RP=7,8; 95%CI: 4,2-14,2), menemukan suspek TB (adjusted RP=7,4; 95%CI: 1,7-33,1), mencari suspek TB mangkir periksa (adjusted RP=17,1; 95%CI: 1,8-166,4) dan mencari penderita TB mangkir berobat (adjusted RP=3,8 x 108 (95%CI: 1,6-8,9 x 108).
Simpulan: Dalam penelitian evaluasi ini dijumpai bahwa kader TB desa pakraman melaksanakan tugas dengan lebih baik dibandingkan kader TB PPTI.Â
Evaluasi Tugas Kader Tuberkolosis Desa Adat dan Kader Tuberkolosis Bukan Desa Adat di Wilayah Kabupaten Gianyar
Latar belakang dan tujuan: Salah satu strategi yang diterapkan untuk meningkatkan cakupan penemuan kasus tuberkolosis (TB) dengan bakteri tahan asam positif (BTA+) di Kabupaten Gianyar adalah dengan melibatkan kader TB desa adat (pakraman) dan kader TB yang dibentuk oleh Program Pemberantasan Tuberkolosis Indonesia (PPTI) dengan tugas membantu petugas kesehatan untuk case finding penderita dengan suspek TB. Tujuan penelitian ini adalah untuk evaluasi pelaksanaan tugas kader TB desa pakraman dibandingkan dengan kader TB PPTI di Kabupaten Gianyar.
Metode: Penelitian evaluasi ini dilakukan dengan mempergunakan data sekunder dan wawancara pada semua kader desa pakraman (29 orang) dan semua kader TB PPTI (88 orang). Data sekunder yang dikumpulkan adalah laporan kegiatan kader dan wawancara dilakukan untuk mengetahui identitas kader dan ajakan (supervisi) petugas pemegang program TB. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil: Hasil analisis menunjukan pelaksanaan tugas kader TB desa pakraman lebih baik dibandingkan kader TB PPTI dengan adjusted RP=6,1 (95%CI:3,3-11,2). Pelaksanaan tugas yang lebih baik pada kader TB desa pakraman terjadi pada keempat jenis tugas kader, yaitu membantu penyuluhan (adjusted RP=7,8; 95%CI: 4,2-14,2), menemukan suspek TB (adjusted RP=7,4; 95%CI: 1,7-33,1), mencari suspek TB mangkir periksa (adjusted RP=17,1; 95%CI: 1,8-166,4) dan mencari penderita TB mangkir berobat (adjusted RP=3,8 x 108 (95%CI: 1,6-8,9 x 108).
Simpulan: Dalam penelitian evaluasi ini dijumpai bahwa kader TB desa pakraman melaksanakan tugas dengan lebih baik dibandingkan kader TB PPTI.Â
Paparan Asap Rokok dalam Rumah Terhadap Risiko Peningkatan Kelahiran Bayi Prematur di Kota Denpasar
Ni Ketut Noriani, I Wayan Gede Artawan Eka Putra, I Nyoman Mangku KarmayaOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Paparan Asap Rokok dalam Rumah Terhadap Risiko Peningkatan Kelahiran Bayi Prematur di Kota Denpasar
Latar belakang dan tujuan: Indonesia merupakan negara kelima tertinggi di dunia dengan kejadian kelahiran bayi prematur yaitu 10-20%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko paparan asap rokok dalam rumah terhadap kelahiran bayi prematur di Kota Denpasar.
Metode: Penelitian ini mempergunakan rancangan case control. Kasus adalah ibu yang melahirkan bayi prematur di Kota Denpasar, sedangkan kontrol adalah semua ibu yang diperiksa pada periode waktu yang sama dan melahirkan bayi cukup bulan. Sampel kasus dan kontrol dipilih secara systematic random sampling dengan terlebih dahulu melakukan listing kelahiran bayi prematur dan aterm selama tahun 2013 di empat puskesmas di kota Denpasar. Data dianalisis secara bivariat menggunakan uji chi square dan multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Berdasarkan hasil analisis bivariat dalam variabel-variabel umur, pendidikan, pekerjaan, dan paritas, tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kasus dengan kontrol; tetapi dijumpai perbedaan yang bermakna untuk variabel frekuensi antenatal care (ANC) dan rerata lingkar lengan atas (LILA). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa adjusted OR paparan asap rokok di dalam rumah setelah dikontrol dengan variabel ANC dan LILA diperoleh sebesar 3,647 (95%CI: 1,683-9,903).
Simpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan asap rokok di dalam rumah secara bermakna meningkatkan risiko kelahiran bayi prematur di Kota Denpasar.
Paparan Asap Rokok dalam Rumah Terhadap Risiko Peningkatan Kelahiran Bayi Prematur di Kota Denpasar
Latar belakang dan tujuan: Indonesia merupakan negara kelima tertinggi di dunia dengan kejadian kelahiran bayi prematur yaitu 10-20%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko paparan asap rokok dalam rumah terhadap kelahiran bayi prematur di Kota Denpasar.
Metode: Penelitian ini mempergunakan rancangan case control. Kasus adalah ibu yang melahirkan bayi prematur di Kota Denpasar, sedangkan kontrol adalah semua ibu yang diperiksa pada periode waktu yang sama dan melahirkan bayi cukup bulan. Sampel kasus dan kontrol dipilih secara systematic random sampling dengan terlebih dahulu melakukan listing kelahiran bayi prematur dan aterm selama tahun 2013 di empat puskesmas di kota Denpasar. Data dianalisis secara bivariat menggunakan uji chi square dan multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Berdasarkan hasil analisis bivariat dalam variabel-variabel umur, pendidikan, pekerjaan, dan paritas, tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kasus dengan kontrol; tetapi dijumpai perbedaan yang bermakna untuk variabel frekuensi antenatal care (ANC) dan rerata lingkar lengan atas (LILA). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa adjusted OR paparan asap rokok di dalam rumah setelah dikontrol dengan variabel ANC dan LILA diperoleh sebesar 3,647 (95%CI: 1,683-9,903).
Simpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan asap rokok di dalam rumah secara bermakna meningkatkan risiko kelahiran bayi prematur di Kota Denpasar.
Hambatan-hambatan Puskesmas Sebagai Satelit Antiretroviral Therapy (ART): Penelitian Kualitatif di Kabupaten Badung
Made Sugiana, I Nyoman Sutarsa, Dyah Pradnyaparamita DuarsaOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Hambatan-hambatan Puskesmas Sebagai Satelit Antiretroviral Therapy (ART): Penelitian Kualitatif di Kabupaten Badung
Latar belakang dan tujuan: Peningkatan jumlah kasus HIV+ berdampak pada peningkatan kebutuhan obat antiretroviral (ARV) dan akses layanan pengobatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hambatan-hambatan puskesmas sebagai satelit ART di Kabupaten Badung.
Metode: Wawancara eksploratif dilakukan pada petugas CST RSUD Badung, puskesmas, organisasi sosial (LSM), pemegang kebijakan lokal, tokoh masyarakat dan pengguna layanan ARV (odha). Pengumpulan data dilakukan menggunakan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan observasi langsung. Data dianalisis menggunakan pendekatan tema.
Hasil: Dijumpai adanya variasi hambatan internal masing-masing puskesmas di Kabupaten Badung sebagai satelit ART. Hambatan utama adalah sikap penolakan informan kesehatan terkait persepsi keterbatasan jumlah dan kompetensi tenaga, peningkatan beban kerja, serta belum adanya kebutuhan internal layanan puskesmas sebagai satelit ART. Hambatan lainnya bersumber dari kurangnya sarana dan prasarana laboratorium pendukung pra ART, ketiadaan petunjuk teknis dan manajemen pelaporan HIV/AIDS (SIHA) sebagai satelit ART, serta pembiayaan program HIV/AIDS yang masih dominan dari donor. Hambatan eksternal bersumber dari stigma dan diskriminasi HIV.
Simpulan: Hambatan integrasi layanan ART di puskesmas Kabupaten Badung berasal dari sistem struktural layanan internal puskesmas, stigma dan diskriminasi terhadap odha.
Hambatan-hambatan Puskesmas Sebagai Satelit Antiretroviral Therapy (ART): Penelitian Kualitatif di Kabupaten Badung
Latar belakang dan tujuan: Peningkatan jumlah kasus HIV+ berdampak pada peningkatan kebutuhan obat antiretroviral (ARV) dan akses layanan pengobatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hambatan-hambatan puskesmas sebagai satelit ART di Kabupaten Badung.
Metode: Wawancara eksploratif dilakukan pada petugas CST RSUD Badung, puskesmas, organisasi sosial (LSM), pemegang kebijakan lokal, tokoh masyarakat dan pengguna layanan ARV (odha). Pengumpulan data dilakukan menggunakan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan observasi langsung. Data dianalisis menggunakan pendekatan tema.
Hasil: Dijumpai adanya variasi hambatan internal masing-masing puskesmas di Kabupaten Badung sebagai satelit ART. Hambatan utama adalah sikap penolakan informan kesehatan terkait persepsi keterbatasan jumlah dan kompetensi tenaga, peningkatan beban kerja, serta belum adanya kebutuhan internal layanan puskesmas sebagai satelit ART. Hambatan lainnya bersumber dari kurangnya sarana dan prasarana laboratorium pendukung pra ART, ketiadaan petunjuk teknis dan manajemen pelaporan HIV/AIDS (SIHA) sebagai satelit ART, serta pembiayaan program HIV/AIDS yang masih dominan dari donor. Hambatan eksternal bersumber dari stigma dan diskriminasi HIV.
Simpulan: Hambatan integrasi layanan ART di puskesmas Kabupaten Badung berasal dari sistem struktural layanan internal puskesmas, stigma dan diskriminasi terhadap odha.
Faktor Risiko Kendali Glikemik Buruk pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kembiritan Kabupaten Banyuwangi
Rizki Yulia Purwitaningtyas, I Wayan Gede Artawan Eka Putra, Dewa Nyoman WirawanOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Faktor Risiko Kendali Glikemik Buruk pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kembiritan Kabupaten Banyuwangi
Latar belakang dan tujuan: Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kembiritan Banyuwangi mengalami peningkatan yaitu sebanyak 160 pada tahun 2013 menjadi 215 orang pada tahun 2014. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko kendali glikemik buruk pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kembiritan Banyuwangi.
Metode: Rancangan penelitian adalah cace control pada 55 penderita diabetes melitus kendali glikemik buruk sebagai kasus dan 55 penderita diabetes melitus kendali glikemik baik sebagai kontrol (1:1), yang dipilih secara acak dari register pasien diabetes mellitus di puskesmas sejak 1 Januari 2014-1 Januari 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara di puskesmas pada bulan Maret-Mei 2015 dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan. Data dianalisis secara univariat, bivariat (uji chi square) dan multivariat dengan metode regresi logistik.
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa durasi penyakit dan status gizi secara bermakna meningkatkan risiko kendali glikemik buruk masing-masing dengan OR=2,9 (95%CI: 1,20-7,54) dan OR=5,7 (95%CI: 1,82-21,04). Analisis multivariat menunjukkan empat faktor risiko yang meningkatkan kendali glikemik buruk yaitu durasi penyakit dengan adjusted OR=3,8 (95%CI: 1,37-10,59), kepatuhan minum obat dengan adjusted OR=3,7 (95%CI: 1,30-10,59), status gizi dengan adjusted OR=6,6 (95%CI: 2,01-21,44) dan jarak fasilitas kesehatan dengan adjusted OR=3,1 (95%CI: 1,19-7,95).
Simpulan: Faktor risiko kendali glikemik buruk pada penderita diabetes melitus adalah durasi penyakit, kepatuhan minum obat, status gizi dan jarak fasilitas kesehatan.
Faktor Risiko Kendali Glikemik Buruk pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kembiritan Kabupaten Banyuwangi
Latar belakang dan tujuan: Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kembiritan Banyuwangi mengalami peningkatan yaitu sebanyak 160 pada tahun 2013 menjadi 215 orang pada tahun 2014. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko kendali glikemik buruk pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kembiritan Banyuwangi.
Metode: Rancangan penelitian adalah cace control pada 55 penderita diabetes melitus kendali glikemik buruk sebagai kasus dan 55 penderita diabetes melitus kendali glikemik baik sebagai kontrol (1:1), yang dipilih secara acak dari register pasien diabetes mellitus di puskesmas sejak 1 Januari 2014-1 Januari 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara di puskesmas pada bulan Maret-Mei 2015 dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan. Data dianalisis secara univariat, bivariat (uji chi square) dan multivariat dengan metode regresi logistik.
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa durasi penyakit dan status gizi secara bermakna meningkatkan risiko kendali glikemik buruk masing-masing dengan OR=2,9 (95%CI: 1,20-7,54) dan OR=5,7 (95%CI: 1,82-21,04). Analisis multivariat menunjukkan empat faktor risiko yang meningkatkan kendali glikemik buruk yaitu durasi penyakit dengan adjusted OR=3,8 (95%CI: 1,37-10,59), kepatuhan minum obat dengan adjusted OR=3,7 (95%CI: 1,30-10,59), status gizi dengan adjusted OR=6,6 (95%CI: 2,01-21,44) dan jarak fasilitas kesehatan dengan adjusted OR=3,1 (95%CI: 1,19-7,95).
Simpulan: Faktor risiko kendali glikemik buruk pada penderita diabetes melitus adalah durasi penyakit, kepatuhan minum obat, status gizi dan jarak fasilitas kesehatan.
Analisis Sisa Makanan Pasien Rawat Inap di RSUP Sanglah Denpasar Provinsi Bali
Ni Luh Partiwi Wirasamadi, Kadek Tresna Adhi, I Wayan WetaOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Analisis Sisa Makanan Pasien Rawat Inap di RSUP Sanglah Denpasar Provinsi Bali
Latar belakang dan tujuan: Makanan yang tersisa masih sangat sering terjadi di berbagai rumah sakit di Indonesia. Standar pelayanan minimal rumah sakit mensyaratkan bahwa sisa makanan pasien tidak boleh lebih dari 20%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah dan biaya yang terbuang akibat sisa makanan pasien.
Metode: Penelitian ini adalah survei sampel cross-sectional dengan subyek 68 pasien rawat inap di Kelas 1, 2 dan 3 yang mendapatkan makanan biasa dengan siklus menu 10 hari selama perawatan maksimal 10 hari. Data dikumpulkan dengan tiga cara yaitu observasi sisa makanan, rekam medis dan wawancara. Data tentang sisa makanan diperoleh dengan metode Visual Comstock skala 6 poin. Data tentang umur, jenis kelamin, lama rawat, kelas rawat, dan jenis penyakit pasien diperoleh dari rekam medis. Data tentang persepsi pasien berkaitan dengan penampilan dan rasa makanan diperoleh dengan wawancara. Data dianalisis dengan uji independent sampel t-test dan one-way ANOVA.
Hasil: Rata-rata jumlah sisa makanan pasien sebesar 14,79%. Pasien yang menyisakan makanan lebih banyak adalah pasien perempuan, umur 50-64 tahun, dirawat di Kelas 2 dan 3 dengan lama rawat ≤ 5 hari. Pasien yang menilai penampilan dan rasa makanan baik cenderung menyisakan makanan lebih sedikit. Rata-rata biaya makan terbuang sehari sebesar Rp. 2.939 per pasien. Dijumpai adanya perbedaan bermakna sisa makanan menurut jenis kelamin, kelompok umur, lama rawat, kelas perawatan, dan persepsi pasien (p<0,05). Tidak ada perbedaan bermakna menurut jenis penyakit dan siklus menu (p>0,05).
Simpulan: Rata-rata jumlah sisa makanan pasien di RSUP Sanglah Denpasar sudah memenuhi standar pelayanan minimal rumah sakit yaitu kurang dari 20% dengan rata-rata biaya makan terbuang sehari sebesar Rp. 2.939 per pasien.
Analisis Sisa Makanan Pasien Rawat Inap di RSUP Sanglah Denpasar Provinsi Bali
Latar belakang dan tujuan: Makanan yang tersisa masih sangat sering terjadi di berbagai rumah sakit di Indonesia. Standar pelayanan minimal rumah sakit mensyaratkan bahwa sisa makanan pasien tidak boleh lebih dari 20%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah dan biaya yang terbuang akibat sisa makanan pasien.
Metode: Penelitian ini adalah survei sampel cross-sectional dengan subyek 68 pasien rawat inap di Kelas 1, 2 dan 3 yang mendapatkan makanan biasa dengan siklus menu 10 hari selama perawatan maksimal 10 hari. Data dikumpulkan dengan tiga cara yaitu observasi sisa makanan, rekam medis dan wawancara. Data tentang sisa makanan diperoleh dengan metode Visual Comstock skala 6 poin. Data tentang umur, jenis kelamin, lama rawat, kelas rawat, dan jenis penyakit pasien diperoleh dari rekam medis. Data tentang persepsi pasien berkaitan dengan penampilan dan rasa makanan diperoleh dengan wawancara. Data dianalisis dengan uji independent sampel t-test dan one-way ANOVA.
Hasil: Rata-rata jumlah sisa makanan pasien sebesar 14,79%. Pasien yang menyisakan makanan lebih banyak adalah pasien perempuan, umur 50-64 tahun, dirawat di Kelas 2 dan 3 dengan lama rawat ≤ 5 hari. Pasien yang menilai penampilan dan rasa makanan baik cenderung menyisakan makanan lebih sedikit. Rata-rata biaya makan terbuang sehari sebesar Rp. 2.939 per pasien. Dijumpai adanya perbedaan bermakna sisa makanan menurut jenis kelamin, kelompok umur, lama rawat, kelas perawatan, dan persepsi pasien (p<0,05). Tidak ada perbedaan bermakna menurut jenis penyakit dan siklus menu (p>0,05).
Simpulan: Rata-rata jumlah sisa makanan pasien di RSUP Sanglah Denpasar sudah memenuhi standar pelayanan minimal rumah sakit yaitu kurang dari 20% dengan rata-rata biaya makan terbuang sehari sebesar Rp. 2.939 per pasien.
Aktivitas Fisik, Pola Makan dan Status Gizi Pelajar Putri SMA di Denpasar Utara
Nabila Zuhdy, Luh Seri Ani, Ni Wayan Arya UtamiOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Aktivitas Fisik, Pola Makan dan Status Gizi Pelajar Putri SMA di Denpasar Utara
Latar belakang dan tujuan: Status gizi remaja yang optimal akan membentuk remaja yang sehat dan produktif. Saat ini terdapat dua masalah gizi yaitu gizi kurang dan gizi lebih pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan hubungan tersebut pada remaja perempuan di daerah perkotaan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian survei cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 75 pelajar putri dari tiga SMA yang dipilih secara random. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan Semi-quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) dan Adolescent Physical Activity Recall Questionnaires (APARQ). Pemeriksaan antropometri dilakukan untuk mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan lingkar perut. Data konsumsi makanan dianalisis dengan software Nutri Survey, WHO Anthro Plus. Hubungan faktor risiko dan status gizi diuji dengan metode regresi linier.
Hasil: Penelitian ini menunjukkan adanya beban ganda masalah gizi pelajar putri SMA. Selain Kurang Energi Kronis (KEK) (18,67%), terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral. Remaja memiliki kebiasaan makan camilan dan fast food yang sering, sehingga mungkin terkait dengan tingkat kecukupan lemak berlebih. Variabel pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna pada semua indikator (p<0,05). Sedangkan pola aktivitas fisik tidak bermakna secara statistik.
Simpulan: Terjadi kecenderungan beban ganda masalah gizi pada pelajar putri SMA terutama status gizi lebih pada pelajar putri SMA. Pengontrolan berat badan berhubungan signifikan dengan status gizi, sedangkan aktivitas fisik tidak berhubungan dengan status gizi pelajar putri SMA.
Aktivitas Fisik, Pola Makan dan Status Gizi Pelajar Putri SMA di Denpasar Utara
Latar belakang dan tujuan: Status gizi remaja yang optimal akan membentuk remaja yang sehat dan produktif. Saat ini terdapat dua masalah gizi yaitu gizi kurang dan gizi lebih pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan hubungan tersebut pada remaja perempuan di daerah perkotaan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian survei cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 75 pelajar putri dari tiga SMA yang dipilih secara random. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan Semi-quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) dan Adolescent Physical Activity Recall Questionnaires (APARQ). Pemeriksaan antropometri dilakukan untuk mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan lingkar perut. Data konsumsi makanan dianalisis dengan software Nutri Survey, WHO Anthro Plus. Hubungan faktor risiko dan status gizi diuji dengan metode regresi linier.
Hasil: Penelitian ini menunjukkan adanya beban ganda masalah gizi pelajar putri SMA. Selain Kurang Energi Kronis (KEK) (18,67%), terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral. Remaja memiliki kebiasaan makan camilan dan fast food yang sering, sehingga mungkin terkait dengan tingkat kecukupan lemak berlebih. Variabel pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna pada semua indikator (p<0,05). Sedangkan pola aktivitas fisik tidak bermakna secara statistik.
Simpulan: Terjadi kecenderungan beban ganda masalah gizi pada pelajar putri SMA terutama status gizi lebih pada pelajar putri SMA. Pengontrolan berat badan berhubungan signifikan dengan status gizi, sedangkan aktivitas fisik tidak berhubungan dengan status gizi pelajar putri SMA.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian Implan pada Wanita Kawin Usia Subur di Kabupaten Banyuwangi
Firdawsyi Nuzula, Ni Putu Widarini, I Nyoman Mangku KarmayaOnline First: Jul 1, 2015
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian Implan pada Wanita Kawin Usia Subur di Kabupaten Banyuwangi
Latar belakang dan tujuan: Proporsi pemakaian implan di Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga mencapai 17% pada tahun 2013. Proporsi ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional dan provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian implan pada wanita kawin usia subur di Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi.
Metode: Rancangan penelitian adalah survei cross-sectional  dengan 198 sampel wanita kawin usia subur yang memakai kontrasepsi di Kecamatan Tegalsari. Data dikumpulkan dengan wawancara di masing-masing rumah responden dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan menggunakan uji chi square, serta analisis multivariat dengan metode regresi logistik untuk mengetahui hubungan secara independen dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
Hasil: Pemakaian implan pada wanita pasangan usia subur di Kecamatan Tegalsari didapatkan sebesar 21,21%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang secara statistik bermakna mempunyai hubungan terhadap pemakaian implan adalah nilai budaya (adjusted OR=3,59; 95%CI: 1,44-8,94), pengetahuan tentang implan (adjusted OR=15,10; 95%CI: 3,44-74,40), role model (adjusted OR=3,43; 95%CI: 1,47-8,06) dan informasi dari petugas kesehatan (adjusted OR=3,13; 95%CI: 1,16-8,44).
Simpulan: Faktor yang berhubungan dengan pemakaian implan pada wanita kawin usia subur adalah nilai budaya yang mendukung, adanya role model, pengetahuan yang baik tentang implan serta adanya informasi dari petugas kesehatan.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian Implan pada Wanita Kawin Usia Subur di Kabupaten Banyuwangi
Latar belakang dan tujuan: Proporsi pemakaian implan di Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga mencapai 17% pada tahun 2013. Proporsi ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional dan provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian implan pada wanita kawin usia subur di Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi.
Metode: Rancangan penelitian adalah survei cross-sectional  dengan 198 sampel wanita kawin usia subur yang memakai kontrasepsi di Kecamatan Tegalsari. Data dikumpulkan dengan wawancara di masing-masing rumah responden dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan menggunakan uji chi square, serta analisis multivariat dengan metode regresi logistik untuk mengetahui hubungan secara independen dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
Hasil: Pemakaian implan pada wanita pasangan usia subur di Kecamatan Tegalsari didapatkan sebesar 21,21%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang secara statistik bermakna mempunyai hubungan terhadap pemakaian implan adalah nilai budaya (adjusted OR=3,59; 95%CI: 1,44-8,94), pengetahuan tentang implan (adjusted OR=15,10; 95%CI: 3,44-74,40), role model (adjusted OR=3,43; 95%CI: 1,47-8,06) dan informasi dari petugas kesehatan (adjusted OR=3,13; 95%CI: 1,16-8,44).
Simpulan: Faktor yang berhubungan dengan pemakaian implan pada wanita kawin usia subur adalah nilai budaya yang mendukung, adanya role model, pengetahuan yang baik tentang implan serta adanya informasi dari petugas kesehatan.