Vol. 4 No. 2 (2016)
Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Ketersediaan Vaksin
Dewa Nyoman WirawanOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Ketersediaan Vaksin
secara global, jumlah kasus demam dengue terus meningkat dengan sangat cepat. WHO mencanangkan bahwa pada tahun 2020 morbiditas DBD harus diturunkan sebanyak 25% dan tingkat kematian harus diturunkan sebanyak 50%. Untuk mencapai target tersebut diperlukan berbagai strategi, baik penanggulangan vektor maupun dengan upaya  lainnya termasuk program vaksinasi. Pengembangan vaksin dengue telah dilakukan sejak 20 tahun yang lalu mulai dari penelitian Fase I, II, dan III. Sanofi Pasteur melaksanakan uji klinis (clinical trial) Fase III vaksin dengue sejak tahun 2011 di 10 negara yang mempunyai kasus dengue cukup tinggi, yaitu lima negara di Amerika Latin dan lima negara di Asia. Vaksin tersebut telah didaftarkan di 12 negara termasuk Indonesia. Untuk mengetahui efektivitas vaksin di masyarakat diperlukan uji coba pada daerah-daerah dengan tingkat endemisitas yang tinggi dan sekalian untuk mengetahui besaran biaya yang diperlukan untuk mencegah kasus DBD dalam kawasan yang lebih luas atau secara nasional
Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Ketersediaan Vaksin
secara global, jumlah kasus demam dengue terus meningkat dengan sangat cepat. WHO mencanangkan bahwa pada tahun 2020 morbiditas DBD harus diturunkan sebanyak 25% dan tingkat kematian harus diturunkan sebanyak 50%. Untuk mencapai target tersebut diperlukan berbagai strategi, baik penanggulangan vektor maupun dengan upaya  lainnya termasuk program vaksinasi. Pengembangan vaksin dengue telah dilakukan sejak 20 tahun yang lalu mulai dari penelitian Fase I, II, dan III. Sanofi Pasteur melaksanakan uji klinis (clinical trial) Fase III vaksin dengue sejak tahun 2011 di 10 negara yang mempunyai kasus dengue cukup tinggi, yaitu lima negara di Amerika Latin dan lima negara di Asia. Vaksin tersebut telah didaftarkan di 12 negara termasuk Indonesia. Untuk mengetahui efektivitas vaksin di masyarakat diperlukan uji coba pada daerah-daerah dengan tingkat endemisitas yang tinggi dan sekalian untuk mengetahui besaran biaya yang diperlukan untuk mencegah kasus DBD dalam kawasan yang lebih luas atau secara nasional
Faktor Risiko Ibu dan Bayi Terhadap Kejadian Asfiksia Neonatorum di Bali: Penelitian Case Control
Ni Nyoman Ayuk Widiani, Desak Putu Yuli Kurniati, I Gusti Ayu Trisna WindianiOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Faktor Risiko Ibu dan Bayi Terhadap Kejadian Asfiksia Neonatorum di Bali: Penelitian Case Control
Latar belakang dan tujuan: Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan angka kematian neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19/1000 kelahiran hidup. Penyebab utamanya adalah gangguan pernapasan/asfiksia (35,9%), prematur, BBLR (32,4%) dan sepsis (12%). Kejadian asfiksia neonatorum 5 tahun terakhir di RSUP Sanglah Denpasar relatif stagnan yaitu: 2010 (8,6%), 2011 (9,3%), 2012 (11,6%), 2013 (8,3%) dan 2014 (11,3%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko ibu dan bayi terhadap kejadian asfiksia neonatorum.
Metode: Rancangan penelitian adalah kasus kontrol dengan sampel sebanyak 172 bayi yaitu 86 kasus dan 86 kontrol yang dipilih secara acak sederhana dari register kelahiran di RSUP Sanglah tahun 2015 dan dilakukan matching berdasarkan variabel usia kehamilan. Kasus adalah neonatus yang lahir dengan diagnosis asfiksia neonatorum (0-28 hari), sedangkan kelompok kontrol adalah neonatus yang tidak asfiksia. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi square test) dan multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko yang bermakna meningkatkan kejadian asfiksia neonatorum adalah: lilitan tali pusat dengan adjusted OR (AOR)=6,55 (95%CI: 2,34-18,33); anemia pada saat hamil dengan AOR=6,49 (95%CI: 2,21-19,03); partus lama dengan AOR=6,27 (95%CI: 1,37-28,70); BBLR dengan AOR=3,85 (95%CI: 1,61-9,18); umur ibu <20 tahun dan >35 tahun dengan AOR=3,57 (95%CI: 1,48-8,61) dan hipertensi pada saat hamil dengan AOR=2,40 (95%CI: 1,06-5,44).
Simpulan: Faktor ibu dan bayi yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia neonatorum yaitu lilitan tali pusat, anemia pada saat hamil, partus lama, BBLR, umur ibu <20 tahun dan >35 tahun, dan hipertensi pada saat hamil.Faktor Risiko Ibu dan Bayi Terhadap Kejadian Asfiksia Neonatorum di Bali: Penelitian Case Control
Latar belakang dan tujuan: Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan angka kematian neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19/1000 kelahiran hidup. Penyebab utamanya adalah gangguan pernapasan/asfiksia (35,9%), prematur, BBLR (32,4%) dan sepsis (12%). Kejadian asfiksia neonatorum 5 tahun terakhir di RSUP Sanglah Denpasar relatif stagnan yaitu: 2010 (8,6%), 2011 (9,3%), 2012 (11,6%), 2013 (8,3%) dan 2014 (11,3%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko ibu dan bayi terhadap kejadian asfiksia neonatorum.
Metode: Rancangan penelitian adalah kasus kontrol dengan sampel sebanyak 172 bayi yaitu 86 kasus dan 86 kontrol yang dipilih secara acak sederhana dari register kelahiran di RSUP Sanglah tahun 2015 dan dilakukan matching berdasarkan variabel usia kehamilan. Kasus adalah neonatus yang lahir dengan diagnosis asfiksia neonatorum (0-28 hari), sedangkan kelompok kontrol adalah neonatus yang tidak asfiksia. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi square test) dan multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko yang bermakna meningkatkan kejadian asfiksia neonatorum adalah: lilitan tali pusat dengan adjusted OR (AOR)=6,55 (95%CI: 2,34-18,33); anemia pada saat hamil dengan AOR=6,49 (95%CI: 2,21-19,03); partus lama dengan AOR=6,27 (95%CI: 1,37-28,70); BBLR dengan AOR=3,85 (95%CI: 1,61-9,18); umur ibu <20 tahun dan >35 tahun dengan AOR=3,57 (95%CI: 1,48-8,61) dan hipertensi pada saat hamil dengan AOR=2,40 (95%CI: 1,06-5,44).
Simpulan: Faktor ibu dan bayi yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia neonatorum yaitu lilitan tali pusat, anemia pada saat hamil, partus lama, BBLR, umur ibu <20 tahun dan >35 tahun, dan hipertensi pada saat hamil.Predictors of Loss To Follow Up and Mortality Among Children ≤12 Years Receiving Anti Retroviral Therapy during the First Year at a Referral Hospital in Bali
Stefanie Juergens, Anak Agung Sagung Sawitri, Ketut Dewi Kumara Wati, I Wayan Gede Artawan Eka Putra, Tuti Parwati MeratiOnline First: Dec 1, 2016
- XML
- Abstract
- Abstract
Predictors of Loss To Follow Up and Mortality Among Children ≤12 Years Receiving Anti Retroviral Therapy during the First Year at a Referral Hospital in Bali
Background and purpose: Many HIV-infected children in Bali have started antiretroviral therapy (ART), but loss to follow up (LTFU) is a continuing concern, and the issue of childhood adherence is more complex compared to adults.
Methods: This was a retrospective study among cohort of 138 HIV+ children on ART in Sanglah General Hospital, Denpasar, Bali from January 2010 to December 2015. Kaplan-Meier analysis was used to describe incidence and median time to LTFU/mortality and Cox Proportional Hazard Model was used to identify predictors. Variables which were analysed were socio-demographic characteristics, birth history, care giver and clinical condition of the children.
Results: Mean age when starting ARV therapy was 3.21 years. About 25% experienced LTFU/death by 9.1 month resulting in an incidence rate of 3.28 per 100 child month. The higher the WHO stage, the higher the risk for LTFU/mortality along with low body weight (AHR=0.90; 95%CI: 0.82-0.99).
Conclusion: Clinical characteristics were found as predictors for LTFU/mortality among children on ART.Predictors of Loss To Follow Up and Mortality Among Children ≤12 Years Receiving Anti Retroviral Therapy during the First Year at a Referral Hospital in Bali
Background and purpose: Many HIV-infected children in Bali have started antiretroviral therapy (ART), but loss to follow up (LTFU) is a continuing concern, and the issue of childhood adherence is more complex compared to adults.
Methods: This was a retrospective study among cohort of 138 HIV+ children on ART in Sanglah General Hospital, Denpasar, Bali from January 2010 to December 2015. Kaplan-Meier analysis was used to describe incidence and median time to LTFU/mortality and Cox Proportional Hazard Model was used to identify predictors. Variables which were analysed were socio-demographic characteristics, birth history, care giver and clinical condition of the children.
Results: Mean age when starting ARV therapy was 3.21 years. About 25% experienced LTFU/death by 9.1 month resulting in an incidence rate of 3.28 per 100 child month. The higher the WHO stage, the higher the risk for LTFU/mortality along with low body weight (AHR=0.90; 95%CI: 0.82-0.99).
Conclusion:Â Clinical characteristics were found as predictors for LTFU/mortality among children on ART.Konsumsi Tuak Meningkatkan Risiko Obesitas Sentral pada Pria Dewasa di Karangasem, Bali
I Ketut Sudiana, I Wayan Gede Artawan Eka Putra, Pande Putu JanuragaOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Konsumsi Tuak Meningkatkan Risiko Obesitas Sentral pada Pria Dewasa di Karangasem, Bali
Latar belakang dan tujuan: Minuman tradisional beralkohol diketahui merupakan salah satu faktor risiko obesitas sentral. Angka kejadian obesitas sentral pada pria dewasa di Karangasem cukup tinggi. Pada sisi lain adanya kebiasaan konsumsi tuak yang mengandung alkohol dan glukosa dalam bentuk sukrosa yang tinggi oleh pria dewasa mencapai 40% dari total populasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi tuak dengan kejadian obesitas sentral pada pria dewasa.
Metode: Rancangan penelitian adalah cross-sectional dengan jumlah sampel 220 orang pria berusia 18-65 tahun yang dipilih secara probability proportional to size. Data dikumpulkan dengan wawancara terstruktur dan pengukuran langsung oleh peneliti. Data dianalisis dengan STATA 12.1 secara univariat, bivariat (chi square test) dan menggunakan regresi logistik untuk melihat hubungan konsumsi tuak dengan kejadian obesitas sentral.
Hasil: Hasil penelitian menemukan angka kejadian obesitas sentral pada pria dewasa di Karangasem sebesar 8,18%. Responden yang mengkonsumsi tuak 53,18%, mengkonsumsi alkohol non tuak 4,09% dan tidak mengkonsumsi tuak 42,73%. Variabel yang berhubungan dengan kejadian obesitas sentral adalah konsumsi tuak kategori berat (AOR=6,55; 95%CI: 1,45-29,65), kuantitas konsumsi tuak (AOR=1,14; 95%CI: 1,03-1,25), lama waktu konsumsi tuak (AOR= 1,12; 95%CI: 1,04-1,20), konsumsi alkohol lain jenis arak (AOR=3,86; 95%CI: 1,36-10,95) dan pendidikan (AOR=0,32; 95%CI: 0,11-0,96).
Simpulan: Konsumsi tuak meningkatkan risiko kejadian obesitas sentral pada pria dewasa.Konsumsi Tuak Meningkatkan Risiko Obesitas Sentral pada Pria Dewasa di Karangasem, Bali
Latar belakang dan tujuan: Minuman tradisional beralkohol diketahui merupakan salah satu faktor risiko obesitas sentral. Angka kejadian obesitas sentral pada pria dewasa di Karangasem cukup tinggi. Pada sisi lain adanya kebiasaan konsumsi tuak yang mengandung alkohol dan glukosa dalam bentuk sukrosa yang tinggi oleh pria dewasa mencapai 40% dari total populasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi tuak dengan kejadian obesitas sentral pada pria dewasa.
Metode: Rancangan penelitian adalah cross-sectional dengan jumlah sampel 220 orang pria berusia 18-65 tahun yang dipilih secara probability proportional to size. Data dikumpulkan dengan wawancara terstruktur dan pengukuran langsung oleh peneliti. Data dianalisis dengan STATA 12.1 secara univariat, bivariat (chi square test) dan menggunakan regresi logistik untuk melihat hubungan konsumsi tuak dengan kejadian obesitas sentral.
Hasil: Hasil penelitian menemukan angka kejadian obesitas sentral pada pria dewasa di Karangasem sebesar 8,18%. Responden yang mengkonsumsi tuak 53,18%, mengkonsumsi alkohol non tuak 4,09% dan tidak mengkonsumsi tuak 42,73%. Variabel yang berhubungan dengan kejadian obesitas sentral adalah konsumsi tuak kategori berat (AOR=6,55; 95%CI: 1,45-29,65), kuantitas konsumsi tuak (AOR=1,14; 95%CI: 1,03-1,25), lama waktu konsumsi tuak (AOR= 1,12; 95%CI: 1,04-1,20), konsumsi alkohol lain jenis arak (AOR=3,86; 95%CI: 1,36-10,95) dan pendidikan (AOR=0,32; 95%CI: 0,11-0,96).
Simpulan: Konsumsi tuak meningkatkan risiko kejadian obesitas sentral pada pria dewasa.Konsumsi dan Distribusi Garam Beriodium di Desa Subamia Kabupaten Tabanan Tahun 2014
Manik Ulan Dewi, Kadek Tresna Adhi, Dyah Pradnyaparamita DuarsaOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Konsumsi dan Distribusi Garam Beriodium di Desa Subamia Kabupaten Tabanan Tahun 2014
Latar belakang dan tujuan: Konsumsi garam beriodium sangat penting untuk mencegah terjadinya gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Distribusi yang baik merupakan kunci sukses akses garam beriodium di masyarakat, tetapi penelitian distribusi garam beriodium di Tabanan belum pernah dilakukan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui secara mendalam konsumsi dan distribusi garam beriodium di Desa Subamia Kabupaten Tabanan.
Metode: Penelitian kualitatif dengan dua metode yaitu focus group discussion (FGD) pada enam orang ibu rumah tangga yang aktif dan enam orang ibu rumah tangga yang tidak aktif sebagai kader PKK. Wawancara mendalam dilakukan pada dua orang petugas gizi, dua orang tokoh masyarakat, satu orang petugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tabanan serta satu orang pedagang garam. Analisa data dilakukan secara tematik.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lebih memilih garam biasa (tidak beriodium) yang tidak terasa pahit, lebih enak, dan juga dipersepsikan lebih irit dibandingkan garam beryodium. Selain itu distribusi garam beryodium yang diatur pemerintah daerah dilaporkan buruk sehingga partisipan kesulitan dalam memperoleh garam beriodium.
Simpulan: Selera rasa, akses, tidak adanya peraturan daerah tentang garam beriodium merupakan penyebab rendahnya konsumsi garam beriodium di Desa Subamia Kabupaten Tabanan.Konsumsi dan Distribusi Garam Beriodium di Desa Subamia Kabupaten Tabanan Tahun 2014
Latar belakang dan tujuan: Konsumsi garam beriodium sangat penting untuk mencegah terjadinya gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Distribusi yang baik merupakan kunci sukses akses garam beriodium di masyarakat, tetapi penelitian distribusi garam beriodium di Tabanan belum pernah dilakukan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui secara mendalam konsumsi dan distribusi garam beriodium di Desa Subamia Kabupaten Tabanan.
Metode: Penelitian kualitatif dengan dua metode yaitu focus group discussion (FGD) pada enam orang ibu rumah tangga yang aktif dan enam orang ibu rumah tangga yang tidak aktif sebagai kader PKK. Wawancara mendalam dilakukan pada dua orang petugas gizi, dua orang tokoh masyarakat, satu orang petugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tabanan serta satu orang pedagang garam. Analisa data dilakukan secara tematik.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lebih memilih garam biasa (tidak beriodium) yang tidak terasa pahit, lebih enak, dan juga dipersepsikan lebih irit dibandingkan garam beryodium. Selain itu distribusi garam beryodium yang diatur pemerintah daerah dilaporkan buruk sehingga partisipan kesulitan dalam memperoleh garam beriodium.
Simpulan: Selera rasa, akses, tidak adanya peraturan daerah tentang garam beriodium merupakan penyebab rendahnya konsumsi garam beriodium di Desa Subamia Kabupaten Tabanan.Hubungan antara Fungsi Sosial dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Kota Denpasar
Nandini Parahita Supraba, Ni Putu Widarini, Luh Seri AniOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Hubungan antara Fungsi Sosial dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Kota Denpasar
Latar belakang dan tujuan: Kualitas hidup yang baik pada penduduk lanjut usia (lansia) dapat mengurangi beban pada kelompok usia produktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas hidup lansia dengan aktivitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga.
Metode: Survei cross-sectional dilakukan pada 144 orang lanjut usia di Kota Denpasar yang dipilih secara cluster sampling. Data dikumpulkan dengan wawancara terstruktur pada responden lanjut usia di Kota Denpasar. Data dianalisis secara bivariat dan multivariat. Analisis multivariat dilakukan dengan regresi logistik.Â
Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa 64,58% lansia di Kota Denpasar mempunyai kualitas hidup yang kurang. Kualitas hidup yang kurang lebih banyak dijumpai pada lansia yang berumur lebih tua, perempuan, berpendidikan rendah, tidak bekerja, berpenghasilan rendah dan berstatus janda atau duda. Analisis multivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas hidup lansia dengan jenis kelamin (AOR=6,42; 95%CI: 1,79-23,0), pekerjaan (AOR=9,81; 95%CI: 2,45-39,1), status kesehatan (AOR=8,65; 95%CI: 2,57-29,02), aktivitas sosial (AOR=3,85; 95%CI: 1,22-12,1), interaksi sosial (AOR=5,59; 95%CI: 2,01-15,5) dan fungsi keluarga (AOR=21,7; 95%CI: 6,09-77,7).
Simpulan: Kualitas hidup lansia dijumpai berhubungan dengan jenis kelamin, pekerjaan, status kesehatan, aktivitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga.
Hubungan antara Fungsi Sosial dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Kota Denpasar
Latar belakang dan tujuan: Kualitas hidup yang baik pada penduduk lanjut usia (lansia) dapat mengurangi beban pada kelompok usia produktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas hidup lansia dengan aktivitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga.
Metode: Survei cross-sectional dilakukan pada 144 orang lanjut usia di Kota Denpasar yang dipilih secara cluster sampling. Data dikumpulkan dengan wawancara terstruktur pada responden lanjut usia di Kota Denpasar. Data dianalisis secara bivariat dan multivariat. Analisis multivariat dilakukan dengan regresi logistik.Â
Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa 64,58% lansia di Kota Denpasar mempunyai kualitas hidup yang kurang. Kualitas hidup yang kurang lebih banyak dijumpai pada lansia yang berumur lebih tua, perempuan, berpendidikan rendah, tidak bekerja, berpenghasilan rendah dan berstatus janda atau duda. Analisis multivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas hidup lansia dengan jenis kelamin (AOR=6,42; 95%CI: 1,79-23,0), pekerjaan (AOR=9,81; 95%CI: 2,45-39,1), status kesehatan (AOR=8,65; 95%CI: 2,57-29,02), aktivitas sosial (AOR=3,85; 95%CI: 1,22-12,1), interaksi sosial (AOR=5,59; 95%CI: 2,01-15,5) dan fungsi keluarga (AOR=21,7; 95%CI: 6,09-77,7).
Simpulan: Kualitas hidup lansia dijumpai berhubungan dengan jenis kelamin, pekerjaan, status kesehatan, aktivitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga.
Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing di Kecamatan Bebandem
I Nyoman Sudiatmika, Dewa Nyoman Wirawan, Made Pasek KardiwinataOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing di Kecamatan Bebandem
Latar belakang dan tujuan: Kasus rabies pertama dilaporkan di Provinsi Bali pada Bulan November tahun 2008, dimana sebelumnya Bali dinyatakan bebas rabies. Epidemi rabies menyebar dengan cepat ke semua kabupaten di Bali, termasuk Kabupaten Karangasem. Sampai dengan Desember 2015 kasus rabies yang dilaporkan di Bali sebanyak 163 kasus dan semuanya tertular melalui gigitan anjing. Jumlah anjing di Bali diperkirakan 411.153 ekor. Cakupan imunisasi pada anjing dari tahun 2009 sampai 2015 dilaporkan 55,0-76,9%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi rumah tangga di Kecamatan Bebandem yang telah memberikan vaksinasi pada anjingnya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian survei cross sectional dilakukan di dua desa di Kecamatan Bebandem dengan sampel 110 kepala keluarga yang dipilih secara acak sistematik. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tentang: sosio-demografi, pengetahuan, sikap, persepsi, jenis fasilitas pelayanan vaksinasi, jarak pelayanan vaksinasi, himbauan petugas peternakan/kepala desa dan penyuluhan yang diterima. Analisis multivariat dilakukan dengan regresi poisson untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel di atas dengan pemberian vaksin.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 88% rumah tangga telah memberikan vaksinasi pada anjingnya. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan pemberian vaksin rabies pada anjing adalah: pernah mengikuti penyuluhan (APR=2,37; 95%CI: 1,34-4,18); penghasilan keluaarga (APR=1,16; 95%CI: 1,03-1,31) dan persepsi terhadap rabies (APR=3,09; 95%CI: 1,20-7,97). Dalam penelitian ini tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara variabel pendidikan, pengetahuan dan sikap dengan vaksinasi rabies pada anjing.
Simpulan: Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian vaksinasi rabies pada anjing adalah pernah mengikuti penyuluhan, penghasilan keluarga dan persepsi.Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing di Kecamatan Bebandem
Latar belakang dan tujuan: Kasus rabies pertama dilaporkan di Provinsi Bali pada Bulan November tahun 2008, dimana sebelumnya Bali dinyatakan bebas rabies. Epidemi rabies menyebar dengan cepat ke semua kabupaten di Bali, termasuk Kabupaten Karangasem. Sampai dengan Desember 2015 kasus rabies yang dilaporkan di Bali sebanyak 163 kasus dan semuanya tertular melalui gigitan anjing. Jumlah anjing di Bali diperkirakan 411.153 ekor. Cakupan imunisasi pada anjing dari tahun 2009 sampai 2015 dilaporkan 55,0-76,9%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi rumah tangga di Kecamatan Bebandem yang telah memberikan vaksinasi pada anjingnya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian survei cross sectional dilakukan di dua desa di Kecamatan Bebandem dengan sampel 110 kepala keluarga yang dipilih secara acak sistematik. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tentang: sosio-demografi, pengetahuan, sikap, persepsi, jenis fasilitas pelayanan vaksinasi, jarak pelayanan vaksinasi, himbauan petugas peternakan/kepala desa dan penyuluhan yang diterima. Analisis multivariat dilakukan dengan regresi poisson untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel di atas dengan pemberian vaksin.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 88% rumah tangga telah memberikan vaksinasi pada anjingnya. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan pemberian vaksin rabies pada anjing adalah: pernah mengikuti penyuluhan (APR=2,37; 95%CI: 1,34-4,18); penghasilan keluaarga (APR=1,16; 95%CI: 1,03-1,31) dan persepsi terhadap rabies (APR=3,09; 95%CI: 1,20-7,97). Dalam penelitian ini tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara variabel pendidikan, pengetahuan dan sikap dengan vaksinasi rabies pada anjing.
Simpulan: Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian vaksinasi rabies pada anjing adalah pernah mengikuti penyuluhan, penghasilan keluarga dan persepsi.Prediktor Tercapainya Gizi Normal: Studi Longitudinal pada Anak Gizi Kurang yang Menggunakan Antiretroviral di Bali
Haryadi Haryadi, Anak Agung Sagung Sawitri, Ketut Dewi Kumara Wati, I Wayan Gede Artawan Eka Putra, Ketut Tuti Parwati MeratiOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Prediktor Tercapainya Gizi Normal: Studi Longitudinal pada Anak Gizi Kurang yang Menggunakan Antiretroviral di Bali
Latar belakang dan tujuan: Anak dengan HIV/AIDS sering memiliki gizi kurang. Antiretroviral terapi (ART) mempengaruhi peningkatan status gizi, namun informasi tentang prediktor yang mempengaruhi perubahan status gizi anak dengan HIV masih terbatas dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Metode: Telah dilakukan penelitian analisis survival secara retrospektif dari data sekunder pada 84 anak gizi kurang yang menjalani ART di RSUP Sanglah tahun 2010-2015. Karakteristik demografi, klinis dan sosial-ekonomi saat memulai ART dihubungkan dengan tercapainya status gizi normal (nilai z-score ≥-2 SD). Kaplan-Meier digunakan untuk mendapatkan angka insiden dan median time tercapainya status gizi normal. Prediktor dianalisis dengan status gizi menggunakan cox proportional hazard model.
Hasil: Sebanyak 73,81% anak mencapai gizi normal, insiden tercapainya gizi normal dijumpai 19 per 100 anak bulan dan median time 4 bulan 10 hari. Anak dengan berat badan lahir ≥2500 gr (AHR=5,41; 95%CI:1,76-16,61), tidak mengalami infeksi kandidiasis (AHR=3,72; 95%CI:1,27-10,93), Stadium Klinis III WHO dengan AHR=1,6 (95%CI: 1,08-4,24), Stadium Klinis II WHO dengan AHR 4,49 (95%CI 1,95-10,79); serta lag time ART yang lebih cepat (AHR=0,91; 95%CI:0,83-0,98) dijumpai sebagai prediktor tercapainya status gizi normal pada anak.
Simpulan: Kondisi klinis anak merupakan prediktor tercapainya status gizi normal.
Prediktor Tercapainya Gizi Normal: Studi Longitudinal pada Anak Gizi Kurang yang Menggunakan Antiretroviral di Bali
Latar belakang dan tujuan: Anak dengan HIV/AIDS sering memiliki gizi kurang. Antiretroviral terapi (ART) mempengaruhi peningkatan status gizi, namun informasi tentang prediktor yang mempengaruhi perubahan status gizi anak dengan HIV masih terbatas dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Metode: Telah dilakukan penelitian analisis survival secara retrospektif dari data sekunder pada 84 anak gizi kurang yang menjalani ART di RSUP Sanglah tahun 2010-2015. Karakteristik demografi, klinis dan sosial-ekonomi saat memulai ART dihubungkan dengan tercapainya status gizi normal (nilai z-score ≥-2 SD). Kaplan-Meier digunakan untuk mendapatkan angka insiden dan median time tercapainya status gizi normal. Prediktor dianalisis dengan status gizi menggunakan cox proportional hazard model.
Hasil: Sebanyak 73,81% anak mencapai gizi normal, insiden tercapainya gizi normal dijumpai 19 per 100 anak bulan dan median time 4 bulan 10 hari. Anak dengan berat badan lahir ≥2500 gr (AHR=5,41; 95%CI:1,76-16,61), tidak mengalami infeksi kandidiasis (AHR=3,72; 95%CI:1,27-10,93), Stadium Klinis III WHO dengan AHR=1,6 (95%CI: 1,08-4,24), Stadium Klinis II WHO dengan AHR 4,49 (95%CI 1,95-10,79); serta lag time ART yang lebih cepat (AHR=0,91; 95%CI:0,83-0,98) dijumpai sebagai prediktor tercapainya status gizi normal pada anak.
Simpulan: Kondisi klinis anak merupakan prediktor tercapainya status gizi normal.
Analisis Kesesuaian Kandungan Energi dan Protein pada Terapi Gizi Medik di RSUP Sanglah Denpasar
Putu Ayu Laksmini, Ni Made Sri Nopiyani, I Wayan WetaOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Analisis Kesesuaian Kandungan Energi dan Protein pada Terapi Gizi Medik di RSUP Sanglah Denpasar
Latar belakang dan tujuan: Terapi gizi medik di RSUP Sanglah Denpasar meliputi preskripsi diet, kitir makanan, pemorsian makanan, sampai makanan disajikan, yang bertujuan untuk membantu penyembuhan penyakit. Telah dilakukan penilaian pelayanan gizi berdasarkan pelayanan standar minimal di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013, tapi belum pernah dilakukan penilaian kesesuaian kandungan energi dan protein pada pemberian terapi gizi medik. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kandungan energi dan protein dari preskripsi diet sampai makanan disajikan pada pasien rawat inap yang mendapatkan terapi gizi medik di RSUP Sanglah Denpasar.
Metode: Penelitian ini adalah cross-sectional pada 50 sampel penelitian yaitu berupa makanan yang disajikan dengan preskripsi diet dari dokter spesialis gizi klinik di RSUP Sanglah Denpasar yang dipilih secara consecutive. Â Data dikumpulkan menggunakan lembar observasi yang diisi sendiri oleh petugas pengumpul data dan dianalisis dengan uji kesesuaian Bland Altman.
Hasil: Ada kesesuaian kandungan energi dan protein dalam pemberian Terapi Gizi Medik dari preskripsi diet dengan kitir makanan (energi r=0,43; p=0,04, protein r=0,48; p=0,02), kitir makanan dengan pemorsian makanan (energi dan protein r=1,00; p=0,00), pemorsian makanan dengan makanan yang disajikan (energi r=0,48; p=0,03, protein r=0,50; p=0,01), dan preskripsi diet sampai makanan disajikan (energi r=0,52; p=0,04, protein r=0,57; p=0,02). Meskipun ada korelasi kuat, namun diketahui ada nilai mean difference walaupun secara klinis masih bisa diterima.
Simpulan: Terdapat kesesuaian kandungan energi dan protein dari preskripsi diet sampai makanan yang disajikan di RSUP Sanglah Denpasar. Sistem pemberian terapi gizi medik yang sudah sesuai ini dapat dievaluasi secara berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat tersier.
Â
Analisis Kesesuaian Kandungan Energi dan Protein pada Terapi Gizi Medik di RSUP Sanglah Denpasar
Latar belakang dan tujuan: Terapi gizi medik di RSUP Sanglah Denpasar meliputi preskripsi diet, kitir makanan, pemorsian makanan, sampai makanan disajikan, yang bertujuan untuk membantu penyembuhan penyakit. Telah dilakukan penilaian pelayanan gizi berdasarkan pelayanan standar minimal di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013, tapi belum pernah dilakukan penilaian kesesuaian kandungan energi dan protein pada pemberian terapi gizi medik. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kandungan energi dan protein dari preskripsi diet sampai makanan disajikan pada pasien rawat inap yang mendapatkan terapi gizi medik di RSUP Sanglah Denpasar.
Metode: Penelitian ini adalah cross-sectional pada 50 sampel penelitian yaitu berupa makanan yang disajikan dengan preskripsi diet dari dokter spesialis gizi klinik di RSUP Sanglah Denpasar yang dipilih secara consecutive. Â Data dikumpulkan menggunakan lembar observasi yang diisi sendiri oleh petugas pengumpul data dan dianalisis dengan uji kesesuaian Bland Altman.
Hasil: Ada kesesuaian kandungan energi dan protein dalam pemberian Terapi Gizi Medik dari preskripsi diet dengan kitir makanan (energi r=0,43; p=0,04, protein r=0,48; p=0,02), kitir makanan dengan pemorsian makanan (energi dan protein r=1,00; p=0,00), pemorsian makanan dengan makanan yang disajikan (energi r=0,48; p=0,03, protein r=0,50; p=0,01), dan preskripsi diet sampai makanan disajikan (energi r=0,52; p=0,04, protein r=0,57; p=0,02). Meskipun ada korelasi kuat, namun diketahui ada nilai mean difference walaupun secara klinis masih bisa diterima.
Simpulan: Terdapat kesesuaian kandungan energi dan protein dari preskripsi diet sampai makanan yang disajikan di RSUP Sanglah Denpasar. Sistem pemberian terapi gizi medik yang sudah sesuai ini dapat dievaluasi secara berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat tersier.
Â
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Ekslusif pada Ibu Beraktivitas dalam Rumah di Kabupaten Tabanan
Hesteria Friska Armynia Subratha, I Wayan Gede Artawan Eka Putra, Dyah Pradnyaparamita DuarsaOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Ekslusif pada Ibu Beraktivitas dalam Rumah di Kabupaten Tabanan
Latar belakang dan tujuan: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja dan meninggalkan bayinya di rumah lebih dari delapan jam sehari banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pemberian ASI ekslusif pada ibu yang beraktivitas dalam rumah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian survei cross sectional dilakukan pada ibu yang memiliki bayi berumur 6-12 bulan dengan sampel sebanyak 132 orang yang dipilih secara convenience di wilayah kerja Puskesmas Marga I Tabanan. Pengumpulan data dilakukan Bulan Maret-April 2016 dengan wawancara di rumah responden tentang: karakteristik sosial-demografi, pengetahuan, persepsi, konseling selama kehamilan dan persalinan, inisiasi menyusu dini (IMD), dukungan keluarga, dukungan tenaga kesehatan dan pemberian ASI eksklusif. Data dianalisis dengan STATA 12.1 secara univariat, bivariat (dengan chi square test) dan multivariat menggunakan regresi poisson.
Hasil: Sebanyak 66,67% responden memberikan ASI eksklusif secara penuh dalam waktu 6 bulan. Alasan yang dikemukankan oleh responden tidak memberikan ASI eksklusif 6 bulan adalah ASI tidak mencukupi (32,58%), ASI tidak keluar (13,64%), nasehat keluarga (8,33%), bayi tidak mau disusui (6,06%), nasehat tenaga kesehatan (2,27%) dan agar payudara tidak berubah bentuk (1,52%). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif adalah paritas <3 (adjusted PR=1,50; 95%CI: 1,01-2,15), memberikan IMD (APR=1,80; 95%CI: 1,13-2,90) dan dukungan keluarga (APR=1,4; 95%CI: 1,10-1,76).
Simpulan: Faktor yang secara signifikan berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif adalah paritas <3, IMD dan dukungan keluarga yang baik.ÂFaktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Ekslusif pada Ibu Beraktivitas dalam Rumah di Kabupaten Tabanan
Latar belakang dan tujuan: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja dan meninggalkan bayinya di rumah lebih dari delapan jam sehari banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pemberian ASI ekslusif pada ibu yang beraktivitas dalam rumah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian survei cross sectional dilakukan pada ibu yang memiliki bayi berumur 6-12 bulan dengan sampel sebanyak 132 orang yang dipilih secara convenience di wilayah kerja Puskesmas Marga I Tabanan. Pengumpulan data dilakukan Bulan Maret-April 2016 dengan wawancara di rumah responden tentang: karakteristik sosial-demografi, pengetahuan, persepsi, konseling selama kehamilan dan persalinan, inisiasi menyusu dini (IMD), dukungan keluarga, dukungan tenaga kesehatan dan pemberian ASI eksklusif. Data dianalisis dengan STATA 12.1 secara univariat, bivariat (dengan chi square test) dan multivariat menggunakan regresi poisson.
Hasil: Sebanyak 66,67% responden memberikan ASI eksklusif secara penuh dalam waktu 6 bulan. Alasan yang dikemukankan oleh responden tidak memberikan ASI eksklusif 6 bulan adalah ASI tidak mencukupi (32,58%), ASI tidak keluar (13,64%), nasehat keluarga (8,33%), bayi tidak mau disusui (6,06%), nasehat tenaga kesehatan (2,27%) dan agar payudara tidak berubah bentuk (1,52%). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif adalah paritas <3 (adjusted PR=1,50; 95%CI: 1,01-2,15), memberikan IMD (APR=1,80; 95%CI: 1,13-2,90) dan dukungan keluarga (APR=1,4; 95%CI: 1,10-1,76).
Simpulan: Faktor yang secara signifikan berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif adalah paritas <3, IMD dan dukungan keluarga yang baik.ÂRiwayat Keluarga, Stres, Aktivitas Fisik Ringan, Obesitas dan Konsumsi Makanan Asin Berlebihan Sebagai Faktor Risiko Hipertensi
I Made Jaya Widyartha, I Wayan Gede Artawan Eka Putra, Luh Seri AniOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Riwayat Keluarga, Stres, Aktivitas Fisik Ringan, Obesitas dan Konsumsi Makanan Asin Berlebihan Sebagai Faktor Risiko Hipertensi
Latar belakang dan tujuan: Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian hipertensi.
Metode: Penelitian case control dilakukan dengan sampel sebanyak 77 kasus dan 77 kontrol berusia 18-65 tahun, dan dipilih secara consecutive. Kasus dan kontrol dilakukan matching berdasarkan umur dan jenis kelamin. Kasus adalah pasien yang terdiagnosis hipertensi oleh dokter puskesmas, kontrol adalah pasien yang berkunjung ke puskesmas dan tidak menderita hipertensi. Data tentang status sosiodemografi dan faktor risiko dilakukan dengan wawancara. Tinggi dan berat badan serta lingkar perut diukur secara langsung. Analisis multivariat dilakukan dengan regresi logistik.
Hasil: Kasus dan kontrol sudah komparabel menurut jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan. Variabel yang berhubungan dengan hipertensi yaitu riwayat keluarga (AOR=9,20; 95%CI: 3,47-24,41), tingkat stres sedang (AOR=13,01; 95%CI: 3,70-45,79), tingkat stres berat (AOR=16,75; 95% CI=3,32-84,38), tingkat aktivitas fisik ringan (AOR=3,53; 95%CI: 1,38-9,01), obesitas (AOR=5,72; 95%CI: 2,09-15,68) dan kebiasaan mengkonsumsi makanan asin berlebihan (AOR=3,08; 95%CI: 1,17-8,09). Kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak secara tidak langsung menyebabkan hipertensi. Penghasilan, stres ringan, kebiasaan merokok, perokok pasif, kebiasaan mengkonsumsi kopi, frekuensi mengkonsumsi buah dan sayur tidak dijumpai sebagai faktor risiko.
Simpulan: Riwayat keluarga, stres sedang dan berat, aktivitas fisik ringan, obesitas dan konsumsi makanan asin berlebihan merupakan faktor risiko kejadian hipertensi.
Riwayat Keluarga, Stres, Aktivitas Fisik Ringan, Obesitas dan Konsumsi Makanan Asin Berlebihan Sebagai Faktor Risiko Hipertensi
Latar belakang dan tujuan: Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian hipertensi.
Metode: Penelitian case control dilakukan dengan sampel sebanyak 77 kasus dan 77 kontrol berusia 18-65 tahun, dan dipilih secara consecutive. Kasus dan kontrol dilakukan matching berdasarkan umur dan jenis kelamin. Kasus adalah pasien yang terdiagnosis hipertensi oleh dokter puskesmas, kontrol adalah pasien yang berkunjung ke puskesmas dan tidak menderita hipertensi. Data tentang status sosiodemografi dan faktor risiko dilakukan dengan wawancara. Tinggi dan berat badan serta lingkar perut diukur secara langsung. Analisis multivariat dilakukan dengan regresi logistik.
Hasil: Kasus dan kontrol sudah komparabel menurut jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan. Variabel yang berhubungan dengan hipertensi yaitu riwayat keluarga (AOR=9,20; 95%CI: 3,47-24,41), tingkat stres sedang (AOR=13,01; 95%CI: 3,70-45,79), tingkat stres berat (AOR=16,75; 95% CI=3,32-84,38), tingkat aktivitas fisik ringan (AOR=3,53; 95%CI: 1,38-9,01), obesitas (AOR=5,72; 95%CI: 2,09-15,68) dan kebiasaan mengkonsumsi makanan asin berlebihan (AOR=3,08; 95%CI: 1,17-8,09). Kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak secara tidak langsung menyebabkan hipertensi. Penghasilan, stres ringan, kebiasaan merokok, perokok pasif, kebiasaan mengkonsumsi kopi, frekuensi mengkonsumsi buah dan sayur tidak dijumpai sebagai faktor risiko.
Simpulan: Riwayat keluarga, stres sedang dan berat, aktivitas fisik ringan, obesitas dan konsumsi makanan asin berlebihan merupakan faktor risiko kejadian hipertensi.
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Kabupaten Badung
Luh Sudemi, Kadek Tresna Adhi, Dyah Pradnyaparamita DuarsaOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Kabupaten Badung
Latar belakang dan tujuan: Angka Kematian Bayi (AKB) di Bali dan juga di Indonesia masih tinggi sementara proporsi pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan penuh masih sangat rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif adalah dengan inisiasi menyusu dini (IMD) yaitu pemberian ASI pada bayi segera setelah lahir. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penerapan IMD oleh bidan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Rancangan penelitian adalah survei cross-sectional pada 61 bidan praktek mandiri sebagai responden di Kabupaten Badung. Responden adalah semua bidan praktek mandiri di tiga kecamatan yang dipilih secara purposive dari enam kecamatan yang ada di Kabupaten Badung. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh bidan dan dianalisis secara bivariat dengan uji chi-square dan multivariat dengan poisson regression.
Hasil: Pelaksanaan IMD diterapkan oleh 62,3% responden. Pada kelompok bidan yang menolong persalinan >4 pasien per bulan secara bermakna lebih banyak menerapkan IMD dibandingkan dengan bidan yang menolong persalinan ≤4 per bulan yaitu 83,3% vs 57,1% (p=0,008). Penerapan IMD dijumpai berbeda secara bermakna pada bidan dengan pengetahuan yang lebih tinggi yaitu 84,6% vs 45,7% (p=0,002), sikap yang positif yaitu 79,1% vs 22,2% (p=<0,001) dan bidan yang pernah mendapat supervisi yaitu 77,5% vs 33,3% (p=0,001). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan IMD adalah pengetahuan dengan APR=1,48 (95%CI: 1,03-2,13) dan sikap dengan APR=2,62 (95%CI: 1,10-6,24).
Simpulan: Pengetahuan dan sikap berhubungan secara signifikan dengan pelaksanaan IMD oleh bidanHubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Kabupaten Badung
Latar belakang dan tujuan: Angka Kematian Bayi (AKB) di Bali dan juga di Indonesia masih tinggi sementara proporsi pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan penuh masih sangat rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif adalah dengan inisiasi menyusu dini (IMD) yaitu pemberian ASI pada bayi segera setelah lahir. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penerapan IMD oleh bidan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Rancangan penelitian adalah survei cross-sectional pada 61 bidan praktek mandiri sebagai responden di Kabupaten Badung. Responden adalah semua bidan praktek mandiri di tiga kecamatan yang dipilih secara purposive dari enam kecamatan yang ada di Kabupaten Badung. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh bidan dan dianalisis secara bivariat dengan uji chi-square dan multivariat dengan poisson regression.
Hasil: Pelaksanaan IMD diterapkan oleh 62,3% responden. Pada kelompok bidan yang menolong persalinan >4 pasien per bulan secara bermakna lebih banyak menerapkan IMD dibandingkan dengan bidan yang menolong persalinan ≤4 per bulan yaitu 83,3% vs 57,1% (p=0,008). Penerapan IMD dijumpai berbeda secara bermakna pada bidan dengan pengetahuan yang lebih tinggi yaitu 84,6% vs 45,7% (p=0,002), sikap yang positif yaitu 79,1% vs 22,2% (p=<0,001) dan bidan yang pernah mendapat supervisi yaitu 77,5% vs 33,3% (p=0,001). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan IMD adalah pengetahuan dengan APR=1,48 (95%CI: 1,03-2,13) dan sikap dengan APR=2,62 (95%CI: 1,10-6,24).
Simpulan: Pengetahuan dan sikap berhubungan secara signifikan dengan pelaksanaan IMD oleh bidanFaktor Risiko Kehamilan Usia Remaja di Bali: Penelitian Case Control
Dewi Aprelia Meriyani, Desak Putu Yuli Kurniati, Pande Putu JanuragaOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Faktor Risiko Kehamilan Usia Remaja di Bali: Penelitian Case Control
Latar belakang dan tujuan: Kehamilan usia remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 menunjukkan bahwa 9,5% wanita usia 15-19 tahun sudah melahirkan atau hamil anak pertama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kehamilan remaja.
Metode: Penelitian dilakukan di Kecamatan Kintamani, Bangli, Provinsi Bali. Â Rancangan penelitian adalah kasus kontrol dengan responden sebanyak 96 orang. Kelompok kasus adalah remaja yang hamil usia <20 tahun, sebanyak 32 orang dan kontrol adalah remaja usia <20 tahun yang tidak hamil dan belum menikah sebanyak 64 orang. Kasus diambil dari semua remaja hamil usia <20 tahun yang tercatat di register ibu hamil Puskesmas Kintamani I dan VI. Kontrol diambil secara acak dari daftar remaja putri yang ada di kelompok muda mudi wilayah kerja kedua puskesmas. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara di rumah masing-masing responden. Data dianalisis secara bivariat (uji chi square) dan multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil: Faktor risiko yang dijumpai berhubungan dengan kehamilan usia remaja adalah pergaulan dengan teman sebaya yang negatif dengan adjusted OR (AOR)=71,6 (95%CI: 9,4-545,2); remaja yang memiliki kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (AOR=17,7; 95%CI: 3,2-98,2); pengetahuan remaja yang kurang tentang kesehatan reproduksi dan kehamilan usia remaja (AOR=12,8; 95%CI: 2,5-66,5) dan penghasilan keluarga yang lebih tinggi (AOR=5,8; 95%CI: 1,3-26,6). Pendidikan responden dan paparan pornografi dijumpai tidak berhubungan dengan kehamilan usia remaja.
Simpulan: Pergaulan dengan teman sebaya yang negatif, kesempatan untuk melakukan hubungan seksual, pengetahuan yang kurang dan penghasilan keluarga yang lebih tinggi dijumpai sebagai faktor risiko kehamilan usia remaja.Faktor Risiko Kehamilan Usia Remaja di Bali: Penelitian Case Control
Latar belakang dan tujuan: Kehamilan usia remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 menunjukkan bahwa 9,5% wanita usia 15-19 tahun sudah melahirkan atau hamil anak pertama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kehamilan remaja.
Metode: Penelitian dilakukan di Kecamatan Kintamani, Bangli, Provinsi Bali. Â Rancangan penelitian adalah kasus kontrol dengan responden sebanyak 96 orang. Kelompok kasus adalah remaja yang hamil usia <20 tahun, sebanyak 32 orang dan kontrol adalah remaja usia <20 tahun yang tidak hamil dan belum menikah sebanyak 64 orang. Kasus diambil dari semua remaja hamil usia <20 tahun yang tercatat di register ibu hamil Puskesmas Kintamani I dan VI. Kontrol diambil secara acak dari daftar remaja putri yang ada di kelompok muda mudi wilayah kerja kedua puskesmas. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara di rumah masing-masing responden. Data dianalisis secara bivariat (uji chi square) dan multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil: Faktor risiko yang dijumpai berhubungan dengan kehamilan usia remaja adalah pergaulan dengan teman sebaya yang negatif dengan adjusted OR (AOR)=71,6 (95%CI: 9,4-545,2); remaja yang memiliki kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (AOR=17,7; 95%CI: 3,2-98,2); pengetahuan remaja yang kurang tentang kesehatan reproduksi dan kehamilan usia remaja (AOR=12,8; 95%CI: 2,5-66,5) dan penghasilan keluarga yang lebih tinggi (AOR=5,8; 95%CI: 1,3-26,6). Pendidikan responden dan paparan pornografi dijumpai tidak berhubungan dengan kehamilan usia remaja.
Simpulan: Pergaulan dengan teman sebaya yang negatif, kesempatan untuk melakukan hubungan seksual, pengetahuan yang kurang dan penghasilan keluarga yang lebih tinggi dijumpai sebagai faktor risiko kehamilan usia remaja.Analisis Kinerja RSUD Karangasem Berbasis Balanced Scorecard
Putu Yulianti, I Nyoman Sutarsa, I Putu Ganda WijayaOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Analisis Kinerja RSUD Karangasem Berbasis Balanced Scorecard
Latar belakang dan tujuan: Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karangasem telah mengadopsi metode balanced scorecard dalam penyusunan rencana strategisnya. Selama ini evaluasi kinerja yang dilakukan setiap tahun hanya pada perspektif keuangan dan belum pernah dilakukan evaluasi terhadap tiga perspektif lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja RSUD Karangasem dari empat perspektif tersebut.
Metode: Rancangan penelitian adalah survei cross-sectional pada 110 pasien rawat inap dan 95 karyawan yang dipilih secara convenience. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisis diagram kartesius untuk mengetahui sub item kepuasan pasien dan karyawan yang perlu diprioritaskan. Analisis data sekunder dilakukan untuk mengetahui kecenderungan empat perspektif tersebut.
Hasil: Kinerja rumah sakit dalam empat perspektif secara keseluruhan termasuk kategori cukup dengan skor 44,7%. Bila dilihat untuk masing-masing perspektif dijumpai bahwa perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal termasuk dalam kategori cukup yaitu masing-masing dengan skor: 16,65%, 12,5% dan 15,62%. Sedangkan perspektif pertumbuhan/pembelajaran termasuk kategori tidak baik (0). Analisis diagram kartesius menunjukkan dua sub-item yang perlu diperbaiki pada kepuasan pasien yaitu: prosedur dan kecepatan pelayanan, sedangkan pada kepuasan karyawan terdapat lima sub item yang perlu perbaikan yaitu: respon cepat, dukungan manajemen, perhatian dan kerapian tempat kerja.
Simpulan: Kinerja RSUD Karangasem berbasis balanced scorecard berada pada kategori cukup dan kepuasan pasien/karyawan masih perlu diperbaiki pada sub item tertentuAnalisis Kinerja RSUD Karangasem Berbasis Balanced Scorecard
Latar belakang dan tujuan: Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karangasem telah mengadopsi metode balanced scorecard dalam penyusunan rencana strategisnya. Selama ini evaluasi kinerja yang dilakukan setiap tahun hanya pada perspektif keuangan dan belum pernah dilakukan evaluasi terhadap tiga perspektif lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja RSUD Karangasem dari empat perspektif tersebut.
Metode: Rancangan penelitian adalah survei cross-sectional pada 110 pasien rawat inap dan 95 karyawan yang dipilih secara convenience. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisis diagram kartesius untuk mengetahui sub item kepuasan pasien dan karyawan yang perlu diprioritaskan. Analisis data sekunder dilakukan untuk mengetahui kecenderungan empat perspektif tersebut.
Hasil: Kinerja rumah sakit dalam empat perspektif secara keseluruhan termasuk kategori cukup dengan skor 44,7%. Bila dilihat untuk masing-masing perspektif dijumpai bahwa perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal termasuk dalam kategori cukup yaitu masing-masing dengan skor: 16,65%, 12,5% dan 15,62%. Sedangkan perspektif pertumbuhan/pembelajaran termasuk kategori tidak baik (0). Analisis diagram kartesius menunjukkan dua sub-item yang perlu diperbaiki pada kepuasan pasien yaitu: prosedur dan kecepatan pelayanan, sedangkan pada kepuasan karyawan terdapat lima sub item yang perlu perbaikan yaitu: respon cepat, dukungan manajemen, perhatian dan kerapian tempat kerja.
Simpulan: Kinerja RSUD Karangasem berbasis balanced scorecard berada pada kategori cukup dan kepuasan pasien/karyawan masih perlu diperbaiki pada sub item tertentuDeterminants of Mortality among Low Birthweight Infants
I Ketut Duara, Dewa Nyoman Wirawan, Pande Putu Januraga, Anak Agung Sagung SawitriOnline First: Dec 1, 2016
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Determinants of Mortality among Low Birthweight Infants
Background and purpose: Infant mortality rate in Indonesia is still high and is largely related to low birthweight (LBW) infants. Previous studies reported the socio demographic and clinical factors as determinants of mortality of LBW infants, but rarely examined factors related to their health services. This study aimed to determine the demographic, clinical and health services as determinants of mortality of LBW infants during hospitalization.
Methods: This study was a retrospective using cohort data of medical record of LBW infants in Karangasem Hospital since January 2012 to October 2014. Logistic regression was done to determine the relationship between demographic, clinical and health services factors with LBW infants’ mortality.
Results: The proportion of mortality among LBW infants during hospitalization was 12.12%. Most parents (64.6%) live in good access to health services. The proportion of female infants (51.4%) was higher than male. LBW infants who were born in hospital (85.7%) greater than born outside hospital. Vaginal delivery (75.3%) was greater than C-section. Preterm infants (57.1%) was greater than at term with median of birthweight was 2100 grams. Proportion of asphyxia, respiratory distress syndrome (RDS), sepsis, hypoglycemia and hypothermia, respectively 24.1%, 4.66%, 0.78%, 7.92% and 3.73%. Variables associated with LBW mortality were increasing of 50 grams of birthweight, asphyxia, RDS and referred infants.
Conclusion: The mortality of LBW infants during hospitalization was 12.12% with increasing of 50 grams of birthweight, asphyxia, RDS and referred infants found as determinant factors.
Determinants of Mortality among Low Birthweight Infants
Background and purpose: Infant mortality rate in Indonesia is still high and is largely related to low birthweight (LBW) infants. Previous studies reported the socio demographic and clinical factors as determinants of mortality of LBW infants, but rarely examined factors related to their health services. This study aimed to determine the demographic, clinical and health services as determinants of mortality of LBW infants during hospitalization.
Methods: This study was a retrospective using cohort data of medical record of LBW infants in Karangasem Hospital since January 2012 to October 2014. Logistic regression was done to determine the relationship between demographic, clinical and health services factors with LBW infants’ mortality.
Results: The proportion of mortality among LBW infants during hospitalization was 12.12%. Most parents (64.6%) live in good access to health services. The proportion of female infants (51.4%) was higher than male. LBW infants who were born in hospital (85.7%) greater than born outside hospital. Vaginal delivery (75.3%) was greater than C-section. Preterm infants (57.1%) was greater than at term with median of birthweight was 2100 grams. Proportion of asphyxia, respiratory distress syndrome (RDS), sepsis, hypoglycemia and hypothermia, respectively 24.1%, 4.66%, 0.78%, 7.92% and 3.73%. Variables associated with LBW mortality were increasing of 50 grams of birthweight, asphyxia, RDS and referred infants.
Conclusion: The mortality of LBW infants during hospitalization was 12.12% with increasing of 50 grams of birthweight, asphyxia, RDS and referred infants found as determinant factors.