Vol. 1 No. 2 (2013)
Tantangan dalam upaya penemuan anak usia di bawah usia lima tahun dengan gizi buruk
Dewa Nyoman WirawanOnline First: Dec 1, 2013
- Untitled
- Abstract
- Untitled
- Abstract
- Abstract
Tantangan dalam upaya penemuan anak usia di bawah usia lima tahun dengan gizi buruk
Dalam Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Mileneum di Indonesia telah ditetapkan bahwa secara nasional pada tahun 2015 prevalensi gizi kurang pada anak usia di bawah usia lima tahun (balita) diharapkan turun menjadi 11,5% dan untuk balita gizi buruk menjadi 3,6%. Sedangkan dalam Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Mileneum Provinsi Bali ditargetkan turun menjadi 8,9% untuk gizi kurang dan 1,4% untuk gizi buruk.
Tantangan dalam upaya penemuan anak usia di bawah usia lima tahun dengan gizi buruk
Dalam Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Mileneum di Indonesia telah ditetapkan bahwa secara nasional pada tahun 2015 prevalensi gizi kurang pada anak usia di bawah usia lima tahun (balita) diharapkan turun menjadi 11,5% dan untuk balita gizi buruk menjadi 3,6%. Sedangkan dalam Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Mileneum Provinsi Bali ditargetkan turun menjadi 8,9% untuk gizi kurang dan 1,4% untuk gizi buruk.
Tantangan dalam upaya penemuan anak usia di bawah usia lima tahun dengan gizi buruk
Dalam Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Mileneum di Indonesia telah ditetapkan bahwa secara nasional pada tahun 2015 prevalensi gizi kurang pada anak usia di bawah usia lima tahun (balita) diharapkan turun menjadi 11,5% dan untuk balita gizi buruk menjadi 3,6%. Sedangkan dalam Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Mileneum Provinsi Bali ditargetkan turun menjadi 8,9% untuk gizi kurang dan 1,4% untuk gizi buruk.
Long-term trends in Neisseria gonorrhoeae and Chlamydia trachomatis prevalence among brothel-based female sex workers in Denpasar, Bali, Indonesia
Dewa Nyoman Wirawan, Emily Rowe, Fonny Silfanus, Putri Pidari, Gusti Ayu Satriani, Dewa SuyetnaOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Long-term trends in Neisseria gonorrhoeae and Chlamydia trachomatis prevalence among brothel-based female sex workers in Denpasar, Bali, Indonesia
Abstract: The objective of this study is to analyze the long-term trends of Neisseria gonorrhoeae (NG) and Chlamydia trachomatis (CT) infections and risk factors among female sex workers (FSW) in Denpasar, Bali, Indonesia. In order to understand the long-term trends, secondary data was examined from the years 1997-1999, 2004, 2007, 2009 and 2010; to analyze associated factors, data from 2010 was used. Analysis indicates an overall decrease of NG prevalence in Bali from 60.5% (95%CI: 56.6-64.5) in 1997 to 22% (95%CI: 16.8-27.1) in 2010. CT prevalence has also experienced a long term decline but not to the same degree as NG. Findings from analysis of surveys in 2004 and 2010 indicate that there is a strong relationship between condom use in the last sexual transaction with NG infection (p=0.02), duration of sex work (p=0.02), number of clients in the last week (p=0.01), clinic visit intervals and clinic visit frequency. CT prevalence was associated with the number of clients (p=0.04) and clinic visit frequency. Unfortunately, these were the only variables collected therefore a multivariate analysis was not possible. High prevalence of both GN and CT is associated with the high mobility of FSW and low condom use. There is a significant long-term decrease of NG prevalence from 60.5% to 22%. However, CT experienced an insignificant long term decrease from 41.3% to 35%.
Long-term trends in Neisseria gonorrhoeae and Chlamydia trachomatis prevalence among brothel-based female sex workers in Denpasar, Bali, Indonesia
Abstract: The objective of this study is to analyze the long-term trends of Neisseria gonorrhoeae (NG) and Chlamydia trachomatis (CT) infections and risk factors among female sex workers (FSW) in Denpasar, Bali, Indonesia. In order to understand the long-term trends, secondary data was examined from the years 1997-1999, 2004, 2007, 2009 and 2010; to analyze associated factors, data from 2010 was used. Analysis indicates an overall decrease of NG prevalence in Bali from 60.5% (95%CI: 56.6-64.5) in 1997 to 22% (95%CI: 16.8-27.1) in 2010. CT prevalence has also experienced a long term decline but not to the same degree as NG. Findings from analysis of surveys in 2004 and 2010 indicate that there is a strong relationship between condom use in the last sexual transaction with NG infection (p=0.02), duration of sex work (p=0.02), number of clients in the last week (p=0.01), clinic visit intervals and clinic visit frequency. CT prevalence was associated with the number of clients (p=0.04) and clinic visit frequency. Unfortunately, these were the only variables collected therefore a multivariate analysis was not possible. High prevalence of both GN and CT is associated with the high mobility of FSW and low condom use. There is a significant long-term decrease of NG prevalence from 60.5% to 22%. However, CT experienced an insignificant long term decrease from 41.3% to 35%.
Long-term trends in Neisseria gonorrhoeae and Chlamydia trachomatis prevalence among brothel-based female sex workers in Denpasar, Bali, Indonesia
Abstract: The objective of this study is to analyze the long-term trends of Neisseria gonorrhoeae (NG) and Chlamydia trachomatis (CT) infections and risk factors among female sex workers (FSW) in Denpasar, Bali, Indonesia. In order to understand the long-term trends, secondary data was examined from the years 1997-1999, 2004, 2007, 2009 and 2010; to analyze associated factors, data from 2010 was used. Analysis indicates an overall decrease of NG prevalence in Bali from 60.5% (95%CI: 56.6-64.5) in 1997 to 22% (95%CI: 16.8-27.1) in 2010. CT prevalence has also experienced a long term decline but not to the same degree as NG. Findings from analysis of surveys in 2004 and 2010 indicate that there is a strong relationship between condom use in the last sexual transaction with NG infection (p=0.02), duration of sex work (p=0.02), number of clients in the last week (p=0.01), clinic visit intervals and clinic visit frequency. CT prevalence was associated with the number of clients (p=0.04) and clinic visit frequency. Unfortunately, these were the only variables collected therefore a multivariate analysis was not possible. High prevalence of both GN and CT is associated with the high mobility of FSW and low condom use. There is a significant long-term decrease of NG prevalence from 60.5% to 22%. However, CT experienced an insignificant long term decrease from 41.3% to 35%.
Pencarian pelayanan kesehatan pada pengobat tradisional herbal di Kota Denpasar
Sri Yuniari, Ketut Suastika, Luh Seri AniOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Pencarian pelayanan kesehatan pada pengobat tradisional herbal di Kota Denpasar
Abstrak: Pengobatan tradisional herbal merupakan salah satu upaya pengobatan di luar ilmu kedokteran yang saat ini cukup diminati masyarakat di Kota Denpasar. Pencarian pelayanan kesehatan pada pengobat tradisional herbal bukan saja membawa dampak positif akan tetapi juga membawa dampak negatif. Promosi yang berlebihan di berbagai media menyebabkan masyarakat menjadi kurang rasional dalam memilih pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, kepercayaan dan media informasi dengan pencarian pelayanan kesehatan pada pengobat tradisional herbal. Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik kuantitatif cross sectional. Penentuan sampel dilakukan dengan consecutive random sampling. Besar sampel adalah 129 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi. Data dikumpulkan dengan panduan kuesioner. Hasil chi square menunjukkan semua variabel yang diteliti, berhubungan secara bermakna dengan pencarian layanan ke pengobat tradisional herbal. Lebih lanjut hasil uji regresi logistik menunjukkan hanya kepercayaan yang berhubungan secara bermakna dengan tingkat kunjungan pasien ke pengobat tradisional herbal (RP=6,57; 95%CI: 1,43-8,84; p=0.006 dan R2=49,5%). Disarankan agar Dinas Kesehatan Kota Denpasar meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada pengobat tradisional herbal sehingga memberikan rasa aman kepada masyarakat.
Pencarian pelayanan kesehatan pada pengobat tradisional herbal di Kota Denpasar
Abstrak: Pengobatan tradisional herbal merupakan salah satu upaya pengobatan di luar ilmu kedokteran yang saat ini cukup diminati masyarakat di Kota Denpasar. Pencarian pelayanan kesehatan pada pengobat tradisional herbal bukan saja membawa dampak positif akan tetapi juga membawa dampak negatif. Promosi yang berlebihan di berbagai media menyebabkan masyarakat menjadi kurang rasional dalam memilih pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, kepercayaan dan media informasi dengan pencarian pelayanan kesehatan pada pengobat tradisional herbal. Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik kuantitatif cross sectional. Penentuan sampel dilakukan dengan consecutive random sampling. Besar sampel adalah 129 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi. Data dikumpulkan dengan panduan kuesioner. Hasil chi square menunjukkan semua variabel yang diteliti, berhubungan secara bermakna dengan pencarian layanan ke pengobat tradisional herbal. Lebih lanjut hasil uji regresi logistik menunjukkan hanya kepercayaan yang berhubungan secara bermakna dengan tingkat kunjungan pasien ke pengobat tradisional herbal (RP=6,57; 95%CI: 1,43-8,84; p=0.006 dan R2=49,5%). Disarankan agar Dinas Kesehatan Kota Denpasar meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada pengobat tradisional herbal sehingga memberikan rasa aman kepada masyarakat.
Pencarian pelayanan kesehatan pada pengobat tradisional herbal di Kota Denpasar
Abstrak: Pengobatan tradisional herbal merupakan salah satu upaya pengobatan di luar ilmu kedokteran yang saat ini cukup diminati masyarakat di Kota Denpasar. Pencarian pelayanan kesehatan pada pengobat tradisional herbal bukan saja membawa dampak positif akan tetapi juga membawa dampak negatif. Promosi yang berlebihan di berbagai media menyebabkan masyarakat menjadi kurang rasional dalam memilih pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, kepercayaan dan media informasi dengan pencarian pelayanan kesehatan pada pengobat tradisional herbal. Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik kuantitatif cross sectional. Penentuan sampel dilakukan dengan consecutive random sampling. Besar sampel adalah 129 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi. Data dikumpulkan dengan panduan kuesioner. Hasil chi square menunjukkan semua variabel yang diteliti, berhubungan secara bermakna dengan pencarian layanan ke pengobat tradisional herbal. Lebih lanjut hasil uji regresi logistik menunjukkan hanya kepercayaan yang berhubungan secara bermakna dengan tingkat kunjungan pasien ke pengobat tradisional herbal (RP=6,57; 95%CI: 1,43-8,84; p=0.006 dan R2=49,5%). Disarankan agar Dinas Kesehatan Kota Denpasar meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada pengobat tradisional herbal sehingga memberikan rasa aman kepada masyarakat.
Cuci tangan sebagai faktor risiko kejadian ventilator associated pneumonia di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012
Abdul Azis, Anak Agung Sagung Sawitri, Ketut Tuti Parwati MeratiOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Cuci tangan sebagai faktor risiko kejadian ventilator associated pneumonia di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012
Abstrak: Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan infeksi nosokomial pada saluran napas bawah pasien dengan ventilator >48 jam di ruang terapi intensif (RTI). Angka VAP di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012 adalah sebesar 15,48 per 1000 hari pemakaian masih melebihi standar nasional 10 per 1000 hari pemakaian. Faktor risiko penjamu, pemakaian alat medis dan perilaku petugas, termasuk perilaku cuci tangan berperan dalam kejadian VAP. Penelitian ini adalah studi kasus kontrol, dengan perbandingan 1:2 (27 kasus dan 54 kontrol). Kasus adalah yang didiagnosis dokter sebagai VAP, dan kontrol adalah yang didiagnosis selain VAP, yang dimiripkan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Responden adalah dokter dan perawat yang paling sering merawat kasus dan kontrol. Data kasus, kontrol, serta responden bersumber dari rekam medik tahun 2012. Pengumpulan data melalui wawancara dengan kuesioner terstruktur dan pengkajian rekam medis. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square dan analisis multivariat dengan regresi logistik. Karakteristik kasus dan kontrol komparabel dalam hal umur, jenis kelamin, diagnosis, obat-obatan, kesadaran, frekuensi intubasi, frekuensi penggantian sirkuit ventilator dan frekuensi penggantian nasogastric tube. Faktor risiko kejadian VAP adalah cuci tangan petugas (OR 6,11; 95%CI: 1,54-24,25), lama rawat (OR 4,18; 95%CI: 1,36-12,81) dan penyakit penyerta (OR 4,22; 95%CI: 0,98-18,25). Perawat berkontribusi terhadap kejadian VAP dengan OR=4,69 (95%CI: 1,22-18,08). Dalam praktek 5 momen mencuci tangan, kepatuhan dokter paling rendah yaitu mencuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik sebesar 45,1% pada kasus dan 66,3% pada kontrol. Perilaku cuci tangan petugas berkontribusi terhadap kejadian VAP sehingga perlu ditindaklanjuti dengan promosi kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan petugas dalam cuci tangan sesuai standar.
Cuci tangan sebagai faktor risiko kejadian ventilator associated pneumonia di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012
Abstrak: Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan infeksi nosokomial pada saluran napas bawah pasien dengan ventilator >48 jam di ruang terapi intensif (RTI). Angka VAP di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012 adalah sebesar 15,48 per 1000 hari pemakaian masih melebihi standar nasional 10 per 1000 hari pemakaian. Faktor risiko penjamu, pemakaian alat medis dan perilaku petugas, termasuk perilaku cuci tangan berperan dalam kejadian VAP. Penelitian ini adalah studi kasus kontrol, dengan perbandingan 1:2 (27 kasus dan 54 kontrol). Kasus adalah yang didiagnosis dokter sebagai VAP, dan kontrol adalah yang didiagnosis selain VAP, yang dimiripkan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Responden adalah dokter dan perawat yang paling sering merawat kasus dan kontrol. Data kasus, kontrol, serta responden bersumber dari rekam medik tahun 2012. Pengumpulan data melalui wawancara dengan kuesioner terstruktur dan pengkajian rekam medis. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square dan analisis multivariat dengan regresi logistik. Karakteristik kasus dan kontrol komparabel dalam hal umur, jenis kelamin, diagnosis, obat-obatan, kesadaran, frekuensi intubasi, frekuensi penggantian sirkuit ventilator dan frekuensi penggantian nasogastric tube. Faktor risiko kejadian VAP adalah cuci tangan petugas (OR 6,11; 95%CI: 1,54-24,25), lama rawat (OR 4,18; 95%CI: 1,36-12,81) dan penyakit penyerta (OR 4,22; 95%CI: 0,98-18,25). Perawat berkontribusi terhadap kejadian VAP dengan OR=4,69 (95%CI: 1,22-18,08). Dalam praktek 5 momen mencuci tangan, kepatuhan dokter paling rendah yaitu mencuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik sebesar 45,1% pada kasus dan 66,3% pada kontrol. Perilaku cuci tangan petugas berkontribusi terhadap kejadian VAP sehingga perlu ditindaklanjuti dengan promosi kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan petugas dalam cuci tangan sesuai standar.
Cuci tangan sebagai faktor risiko kejadian ventilator associated pneumonia di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012
Abstrak: Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan infeksi nosokomial pada saluran napas bawah pasien dengan ventilator >48 jam di ruang terapi intensif (RTI). Angka VAP di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012 adalah sebesar 15,48 per 1000 hari pemakaian masih melebihi standar nasional 10 per 1000 hari pemakaian. Faktor risiko penjamu, pemakaian alat medis dan perilaku petugas, termasuk perilaku cuci tangan berperan dalam kejadian VAP. Penelitian ini adalah studi kasus kontrol, dengan perbandingan 1:2 (27 kasus dan 54 kontrol). Kasus adalah yang didiagnosis dokter sebagai VAP, dan kontrol adalah yang didiagnosis selain VAP, yang dimiripkan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Responden adalah dokter dan perawat yang paling sering merawat kasus dan kontrol. Data kasus, kontrol, serta responden bersumber dari rekam medik tahun 2012. Pengumpulan data melalui wawancara dengan kuesioner terstruktur dan pengkajian rekam medis. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square dan analisis multivariat dengan regresi logistik. Karakteristik kasus dan kontrol komparabel dalam hal umur, jenis kelamin, diagnosis, obat-obatan, kesadaran, frekuensi intubasi, frekuensi penggantian sirkuit ventilator dan frekuensi penggantian nasogastric tube. Faktor risiko kejadian VAP adalah cuci tangan petugas (OR 6,11; 95%CI: 1,54-24,25), lama rawat (OR 4,18; 95%CI: 1,36-12,81) dan penyakit penyerta (OR 4,22; 95%CI: 0,98-18,25). Perawat berkontribusi terhadap kejadian VAP dengan OR=4,69 (95%CI: 1,22-18,08). Dalam praktek 5 momen mencuci tangan, kepatuhan dokter paling rendah yaitu mencuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik sebesar 45,1% pada kasus dan 66,3% pada kontrol. Perilaku cuci tangan petugas berkontribusi terhadap kejadian VAP sehingga perlu ditindaklanjuti dengan promosi kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan petugas dalam cuci tangan sesuai standar.
Faktor risiko kematian ibu sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas di Kabupaten Bima tahun 2011–2012
Sri Juharni, I Ketut Tangking Widarsa, Dewa Nyoman WirawanOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Faktor risiko kematian ibu sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas di Kabupaten Bima tahun 2011–2012
Abstrak: Angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2010 yaitu sekitar 350/100.000 kelahiran hidup, masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional dan provinsi lainnya. Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki kasus kematian ibu yang cukup tinggi pada periode tahun 2011-2012 yaitu 20 kasus. Depkes RI membagi 3 faktor yang mempengaruhi kematian ibu yaitu faktor medik, faktor non medik dan faktor pelayanan kesehatan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor–faktor risiko yang mempengaruhi kematian ibu, yang terdiri dari faktor medik, non medik dan pelayanan kesehatan. Jenis penelitian ini adalah studi kasus kontrol, dengan jumlah sampel sebanyak 20 kasus dan 60 kontrol. Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner, kemudian melakukan verifikasi dengan register yang ada di bidan, KMS ibu hamil dan dokumen otopsi verbal. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test dan multivariat dengan metode regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dijumpai meningkatkan risiko kematian ibu adalah kadar Hb<10 gr% (OR=15,19; 95%CI: 3,25-70,97), keterlambatan pengambilan keputusan (OR=9,28; 95%CI: 2,15-84,80) dan keterlambatan penanganan medis di fasilitas rujukan (OR=13,16; 95%CI: 2,28-104,86). Faktor yang paling berkontribusi terhadap kematian ibu adalah kadar Hb<10 gr%. Upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan kadar Hb ibu hamil, peningkatan kemampuan bidan/dokter dalam memberikan penanganan dasar kegawat-daruratan obstetrik di puskesmas dan penanganan obstetrik esensial komprehensif di rumah sakit serta perbaikan sistem rujukan merupakan upaya pencegahan terhadap risiko kematian ibu.
Faktor risiko kematian ibu sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas di Kabupaten Bima tahun 2011–2012
Abstrak: Angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2010 yaitu sekitar 350/100.000 kelahiran hidup, masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional dan provinsi lainnya. Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki kasus kematian ibu yang cukup tinggi pada periode tahun 2011-2012 yaitu 20 kasus. Depkes RI membagi 3 faktor yang mempengaruhi kematian ibu yaitu faktor medik, faktor non medik dan faktor pelayanan kesehatan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor–faktor risiko yang mempengaruhi kematian ibu, yang terdiri dari faktor medik, non medik dan pelayanan kesehatan. Jenis penelitian ini adalah studi kasus kontrol, dengan jumlah sampel sebanyak 20 kasus dan 60 kontrol. Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner, kemudian melakukan verifikasi dengan register yang ada di bidan, KMS ibu hamil dan dokumen otopsi verbal. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test dan multivariat dengan metode regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dijumpai meningkatkan risiko kematian ibu adalah kadar Hb<10 gr% (OR=15,19; 95%CI: 3,25-70,97), keterlambatan pengambilan keputusan (OR=9,28; 95%CI: 2,15-84,80) dan keterlambatan penanganan medis di fasilitas rujukan (OR=13,16; 95%CI: 2,28-104,86). Faktor yang paling berkontribusi terhadap kematian ibu adalah kadar Hb<10 gr%. Upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan kadar Hb ibu hamil, peningkatan kemampuan bidan/dokter dalam memberikan penanganan dasar kegawat-daruratan obstetrik di puskesmas dan penanganan obstetrik esensial komprehensif di rumah sakit serta perbaikan sistem rujukan merupakan upaya pencegahan terhadap risiko kematian ibu.
Faktor risiko kematian ibu sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas di Kabupaten Bima tahun 2011–2012
Abstrak: Angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2010 yaitu sekitar 350/100.000 kelahiran hidup, masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional dan provinsi lainnya. Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki kasus kematian ibu yang cukup tinggi pada periode tahun 2011-2012 yaitu 20 kasus. Depkes RI membagi 3 faktor yang mempengaruhi kematian ibu yaitu faktor medik, faktor non medik dan faktor pelayanan kesehatan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor–faktor risiko yang mempengaruhi kematian ibu, yang terdiri dari faktor medik, non medik dan pelayanan kesehatan. Jenis penelitian ini adalah studi kasus kontrol, dengan jumlah sampel sebanyak 20 kasus dan 60 kontrol. Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner, kemudian melakukan verifikasi dengan register yang ada di bidan, KMS ibu hamil dan dokumen otopsi verbal. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test dan multivariat dengan metode regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dijumpai meningkatkan risiko kematian ibu adalah kadar Hb<10 gr% (OR=15,19; 95%CI: 3,25-70,97), keterlambatan pengambilan keputusan (OR=9,28; 95%CI: 2,15-84,80) dan keterlambatan penanganan medis di fasilitas rujukan (OR=13,16; 95%CI: 2,28-104,86). Faktor yang paling berkontribusi terhadap kematian ibu adalah kadar Hb<10 gr%. Upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan kadar Hb ibu hamil, peningkatan kemampuan bidan/dokter dalam memberikan penanganan dasar kegawat-daruratan obstetrik di puskesmas dan penanganan obstetrik esensial komprehensif di rumah sakit serta perbaikan sistem rujukan merupakan upaya pencegahan terhadap risiko kematian ibu.
Faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan di Puskesmas Dasan Agung, Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat
Imtihanatun Najahah, Kadek Tresna Adhi, Gede Ngurah Indraguna PinatihOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan di Puskesmas Dasan Agung, Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat
Abstrak: Prevalensi stunting di Kota Mataram, Provinsi NTB sebesar 37,17%. Salah satu puskesmas yang ada di Kota Mataram adalah Puskesmas Dasan Agung memiliki prevalensi balita stunting sebesar 27,28%, sehingga perlu dikaji faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan di Puskesmas Dasan Agung. Disain penelitian adalah cross sectional, dengan besar sampel 158 balita. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah balita stunting dan variabel bebas adalah status sosial ekonomi, tinggi badan ibu, usia pertama ibu menikah, tingkat pendidikan ibu, kunjungan ANC, berat badan lahir, ASI eksklusif, pemberian MPASI, urutan anak dan pengasuh anak. Data dikumpulkan dengan wawancara dan pengukuran antropometri. Instrumen yang digunakan modifikasi kuesioner RISKESDAS dan SUSENAS I ibu hamil, microtoise dan infantometer. Analisis data dilakukan secara bertahap meliputi analisis univariat, bivariat (chi-square) dan multivariat (regresi logistik). Prevalensi balita stunting 48,1%. Dari hasil uji bivariat ada enam variabel yang meningkatkan faktor risiko yaitu status sosial ekonomi OR=2,83 (95%CI: 1,35-5,94), tinggi badan ibu OR=3,37 (95%CI: 1,69-6,72), kunjungan ANC OR=2,3 (95%CI: 1,21-4,36), berat badan lahir OR=20,47 (95%CI: 1,16-354,25), ASI eksklusif OR=4,94 (95%CI 2,51-9,74) dan pemberian MPASI OR=6,38 (95%CI: 3,18-12,78), sedangkan variabel usia pertama ibu menikah, tingkat pendidikan ibu, urutan anak dan pengasuh anak tidak terbukti meningkatkan fakor risiko. Pada analisis multivariat variabel yang dominan adalah pemberian MPASI OR=7,4 (95%CI: 1,54-34,97), tinggi badan ibu OR=2,9 (95%CI 1,27-6,42) dan kunjungan ANC OR=2,4 (95%CI: 1,09-5,19). Perlu dilakukan upaya pencegahan melalui perbaikan asupan gizi mulai dari remaja putri, wanita usia subur, ibu hamil maupun pada balita.
Faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan di Puskesmas Dasan Agung, Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat
Abstrak: Prevalensi stunting di Kota Mataram, Provinsi NTB sebesar 37,17%. Salah satu puskesmas yang ada di Kota Mataram adalah Puskesmas Dasan Agung memiliki prevalensi balita stunting sebesar 27,28%, sehingga perlu dikaji faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan di Puskesmas Dasan Agung. Disain penelitian adalah cross sectional, dengan besar sampel 158 balita. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah balita stunting dan variabel bebas adalah status sosial ekonomi, tinggi badan ibu, usia pertama ibu menikah, tingkat pendidikan ibu, kunjungan ANC, berat badan lahir, ASI eksklusif, pemberian MPASI, urutan anak dan pengasuh anak. Data dikumpulkan dengan wawancara dan pengukuran antropometri. Instrumen yang digunakan modifikasi kuesioner RISKESDAS dan SUSENAS I ibu hamil, microtoise dan infantometer. Analisis data dilakukan secara bertahap meliputi analisis univariat, bivariat (chi-square) dan multivariat (regresi logistik). Prevalensi balita stunting 48,1%. Dari hasil uji bivariat ada enam variabel yang meningkatkan faktor risiko yaitu status sosial ekonomi OR=2,83 (95%CI: 1,35-5,94), tinggi badan ibu OR=3,37 (95%CI: 1,69-6,72), kunjungan ANC OR=2,3 (95%CI: 1,21-4,36), berat badan lahir OR=20,47 (95%CI: 1,16-354,25), ASI eksklusif OR=4,94 (95%CI 2,51-9,74) dan pemberian MPASI OR=6,38 (95%CI: 3,18-12,78), sedangkan variabel usia pertama ibu menikah, tingkat pendidikan ibu, urutan anak dan pengasuh anak tidak terbukti meningkatkan fakor risiko. Pada analisis multivariat variabel yang dominan adalah pemberian MPASI OR=7,4 (95%CI: 1,54-34,97), tinggi badan ibu OR=2,9 (95%CI 1,27-6,42) dan kunjungan ANC OR=2,4 (95%CI: 1,09-5,19). Perlu dilakukan upaya pencegahan melalui perbaikan asupan gizi mulai dari remaja putri, wanita usia subur, ibu hamil maupun pada balita.
Faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan di Puskesmas Dasan Agung, Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat
Abstrak: Prevalensi stunting di Kota Mataram, Provinsi NTB sebesar 37,17%. Salah satu puskesmas yang ada di Kota Mataram adalah Puskesmas Dasan Agung memiliki prevalensi balita stunting sebesar 27,28%, sehingga perlu dikaji faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan di Puskesmas Dasan Agung. Disain penelitian adalah cross sectional, dengan besar sampel 158 balita. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah balita stunting dan variabel bebas adalah status sosial ekonomi, tinggi badan ibu, usia pertama ibu menikah, tingkat pendidikan ibu, kunjungan ANC, berat badan lahir, ASI eksklusif, pemberian MPASI, urutan anak dan pengasuh anak. Data dikumpulkan dengan wawancara dan pengukuran antropometri. Instrumen yang digunakan modifikasi kuesioner RISKESDAS dan SUSENAS I ibu hamil, microtoise dan infantometer. Analisis data dilakukan secara bertahap meliputi analisis univariat, bivariat (chi-square) dan multivariat (regresi logistik). Prevalensi balita stunting 48,1%. Dari hasil uji bivariat ada enam variabel yang meningkatkan faktor risiko yaitu status sosial ekonomi OR=2,83 (95%CI: 1,35-5,94), tinggi badan ibu OR=3,37 (95%CI: 1,69-6,72), kunjungan ANC OR=2,3 (95%CI: 1,21-4,36), berat badan lahir OR=20,47 (95%CI: 1,16-354,25), ASI eksklusif OR=4,94 (95%CI 2,51-9,74) dan pemberian MPASI OR=6,38 (95%CI: 3,18-12,78), sedangkan variabel usia pertama ibu menikah, tingkat pendidikan ibu, urutan anak dan pengasuh anak tidak terbukti meningkatkan fakor risiko. Pada analisis multivariat variabel yang dominan adalah pemberian MPASI OR=7,4 (95%CI: 1,54-34,97), tinggi badan ibu OR=2,9 (95%CI 1,27-6,42) dan kunjungan ANC OR=2,4 (95%CI: 1,09-5,19). Perlu dilakukan upaya pencegahan melalui perbaikan asupan gizi mulai dari remaja putri, wanita usia subur, ibu hamil maupun pada balita.
Hambatan dalam implementasi program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) di Kabupaten Badung
Putri Mariani, Putu Widarini, Alex PangkahilaOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Hambatan dalam implementasi program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) di Kabupaten Badung
Abstrak: Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan program prioritas dalam percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Tahun 2011, 100% desa telah dilaporkan menerapkan P4K dan 98,9% ibu hamil sudah terpasang stiker P4K. Berdasarkan bimbingan teknis di puskesmas, proses pemasangan stiker P4K belum sesuai dengan pedoman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan implementasi P4K dengan stiker di Kabupaten Badung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan data dianalisa secara tematik. Data dikumpulkan dengan cara focus group discussion (FGD) pada 20 orang bidan dan 10 orang kader, wawancara mendalam pada 6 orang ibu hamil dan 3 orang suami atau keluarga, serta observasi pelaksanaan P4K di puskesmas dan dokumen P4K. Informan ditentukan secara purposive dengan kriteria bidan pernah dilatih dan melaksanakan P4K, kader terlibat langsung dalam pelaksanaan P4K dan ibu hamil yang sudah terpasang stiker. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan, sikap, perilaku ibu hamil dan suami yang kurang mendukung pelaksanaan P4K, sarana penunjang yang kurang seperti formulir, buku KIA dan biaya transportasi ke sasaran. Pengetahuan dan sikap bidan sangat baik tetapi perilakunya tidak mendukung pelaksanaan P4K. Pengetahuan dan sikap kader juga baik, tetapi perilakunya masih kurang dalam mendukung pelaksanaan P4K. Faktor lain yang ditemukan adalah tata kelola puskesmas yang kurang mendukung serta mobilitas penduduk yang tinggi menyebabkan kesulitan dalam menemukan dan memantau ibu hamil. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya meningkatkan penyebarluasan informasi, dukungan sarana, monitoring dan evaluasi, pengkajian terhadap penggunaan dana BOK dan peran berbagai sektor terkait.
Hambatan dalam implementasi program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) di Kabupaten Badung
Abstrak: Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan program prioritas dalam percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Tahun 2011, 100% desa telah dilaporkan menerapkan P4K dan 98,9% ibu hamil sudah terpasang stiker P4K. Berdasarkan bimbingan teknis di puskesmas, proses pemasangan stiker P4K belum sesuai dengan pedoman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan implementasi P4K dengan stiker di Kabupaten Badung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan data dianalisa secara tematik. Data dikumpulkan dengan cara focus group discussion (FGD) pada 20 orang bidan dan 10 orang kader, wawancara mendalam pada 6 orang ibu hamil dan 3 orang suami atau keluarga, serta observasi pelaksanaan P4K di puskesmas dan dokumen P4K. Informan ditentukan secara purposive dengan kriteria bidan pernah dilatih dan melaksanakan P4K, kader terlibat langsung dalam pelaksanaan P4K dan ibu hamil yang sudah terpasang stiker. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan, sikap, perilaku ibu hamil dan suami yang kurang mendukung pelaksanaan P4K, sarana penunjang yang kurang seperti formulir, buku KIA dan biaya transportasi ke sasaran. Pengetahuan dan sikap bidan sangat baik tetapi perilakunya tidak mendukung pelaksanaan P4K. Pengetahuan dan sikap kader juga baik, tetapi perilakunya masih kurang dalam mendukung pelaksanaan P4K. Faktor lain yang ditemukan adalah tata kelola puskesmas yang kurang mendukung serta mobilitas penduduk yang tinggi menyebabkan kesulitan dalam menemukan dan memantau ibu hamil. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya meningkatkan penyebarluasan informasi, dukungan sarana, monitoring dan evaluasi, pengkajian terhadap penggunaan dana BOK dan peran berbagai sektor terkait.
Hambatan dalam implementasi program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) di Kabupaten Badung
Abstrak: Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan program prioritas dalam percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Tahun 2011, 100% desa telah dilaporkan menerapkan P4K dan 98,9% ibu hamil sudah terpasang stiker P4K. Berdasarkan bimbingan teknis di puskesmas, proses pemasangan stiker P4K belum sesuai dengan pedoman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan implementasi P4K dengan stiker di Kabupaten Badung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan data dianalisa secara tematik. Data dikumpulkan dengan cara focus group discussion (FGD) pada 20 orang bidan dan 10 orang kader, wawancara mendalam pada 6 orang ibu hamil dan 3 orang suami atau keluarga, serta observasi pelaksanaan P4K di puskesmas dan dokumen P4K. Informan ditentukan secara purposive dengan kriteria bidan pernah dilatih dan melaksanakan P4K, kader terlibat langsung dalam pelaksanaan P4K dan ibu hamil yang sudah terpasang stiker. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan, sikap, perilaku ibu hamil dan suami yang kurang mendukung pelaksanaan P4K, sarana penunjang yang kurang seperti formulir, buku KIA dan biaya transportasi ke sasaran. Pengetahuan dan sikap bidan sangat baik tetapi perilakunya tidak mendukung pelaksanaan P4K. Pengetahuan dan sikap kader juga baik, tetapi perilakunya masih kurang dalam mendukung pelaksanaan P4K. Faktor lain yang ditemukan adalah tata kelola puskesmas yang kurang mendukung serta mobilitas penduduk yang tinggi menyebabkan kesulitan dalam menemukan dan memantau ibu hamil. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya meningkatkan penyebarluasan informasi, dukungan sarana, monitoring dan evaluasi, pengkajian terhadap penggunaan dana BOK dan peran berbagai sektor terkait.
Prevalensi infeksi taeniasis saginata pada konsumen lawar sapi di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar tahun 2012
Oka Harimbawa, Anak Agung Sagung Sawitri, I Nyoman AdiputraOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Prevalensi infeksi taeniasis saginata pada konsumen lawar sapi di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar tahun 2012
Abstrak: Penelitian mengindikasikan bahwa taeniasis dan cysticocircosis endemis di Bali (prevalensi 0,4-23,0%) dengan kencenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian sebelumnya di Kabupaten Gianyar menyatakan bahwa prevalensi taeniasis sebesar 23,8%, dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sukawati. Tingginya prevalensi ini dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan budaya mengkonsumsi daging sapi mentah di kawasan ini. Penelitian ini menggunakan kombinasi antara metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dikumpulkan melalui analisa cross-sectional pada 80 sampel dari konsumen daging sapi mentah (wawancara pada perilaku beresiko dan pengalaman sebelumnya). Sampel feses dari responden juga diambil dan diperiksa untuk mengetahui angka kejadian taeniasis saginata. Data kualitatif dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam dengan pemilik warung daging sapi mentah. Ditemukan bahwa persentase infeksi taeniasis saginata sebagian besar pada kelompok umur 15-44 tahun, jenis kelamin laki-laki dan tidak mengenyam pendidikan formal. Dari analisa bivariat diperoleh bahwa faktor-faktor yang paling berpengaruh adalah jenis kelamin (p=0,018), lokasi warung (p=0,001), dan frekuensi dari konsumsi daging sapi mentah oleh responden (p=0,013). Analisa multivariat menggunakan cox regression dinemukan bahwa lokasi warung memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian taenisis saginata (p=0,003). Saran-saran yang bisa direkomendasikan termasuk pendidikan bagi pedagang daging sapi mentah, meningkatkan tes bagi konsumen dan penelitian lebih lanjut pada variabel-variabel lainnya seperti perilaku pemotongan ternak dan standar/prosedur pengolahan daging.
Prevalensi infeksi taeniasis saginata pada konsumen lawar sapi di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar tahun 2012
Abstrak: Penelitian mengindikasikan bahwa taeniasis dan cysticocircosis endemis di Bali (prevalensi 0,4-23,0%) dengan kencenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian sebelumnya di Kabupaten Gianyar menyatakan bahwa prevalensi taeniasis sebesar 23,8%, dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sukawati. Tingginya prevalensi ini dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan budaya mengkonsumsi daging sapi mentah di kawasan ini. Penelitian ini menggunakan kombinasi antara metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dikumpulkan melalui analisa cross-sectional pada 80 sampel dari konsumen daging sapi mentah (wawancara pada perilaku beresiko dan pengalaman sebelumnya). Sampel feses dari responden juga diambil dan diperiksa untuk mengetahui angka kejadian taeniasis saginata. Data kualitatif dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam dengan pemilik warung daging sapi mentah. Ditemukan bahwa persentase infeksi taeniasis saginata sebagian besar pada kelompok umur 15-44 tahun, jenis kelamin laki-laki dan tidak mengenyam pendidikan formal. Dari analisa bivariat diperoleh bahwa faktor-faktor yang paling berpengaruh adalah jenis kelamin (p=0,018), lokasi warung (p=0,001), dan frekuensi dari konsumsi daging sapi mentah oleh responden (p=0,013). Analisa multivariat menggunakan cox regression dinemukan bahwa lokasi warung memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian taenisis saginata (p=0,003). Saran-saran yang bisa direkomendasikan termasuk pendidikan bagi pedagang daging sapi mentah, meningkatkan tes bagi konsumen dan penelitian lebih lanjut pada variabel-variabel lainnya seperti perilaku pemotongan ternak dan standar/prosedur pengolahan daging.
Prevalensi infeksi taeniasis saginata pada konsumen lawar sapi di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar tahun 2012
Abstrak: Penelitian mengindikasikan bahwa taeniasis dan cysticocircosis endemis di Bali (prevalensi 0,4-23,0%) dengan kencenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian sebelumnya di Kabupaten Gianyar menyatakan bahwa prevalensi taeniasis sebesar 23,8%, dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sukawati. Tingginya prevalensi ini dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan budaya mengkonsumsi daging sapi mentah di kawasan ini. Penelitian ini menggunakan kombinasi antara metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dikumpulkan melalui analisa cross-sectional pada 80 sampel dari konsumen daging sapi mentah (wawancara pada perilaku beresiko dan pengalaman sebelumnya). Sampel feses dari responden juga diambil dan diperiksa untuk mengetahui angka kejadian taeniasis saginata. Data kualitatif dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam dengan pemilik warung daging sapi mentah. Ditemukan bahwa persentase infeksi taeniasis saginata sebagian besar pada kelompok umur 15-44 tahun, jenis kelamin laki-laki dan tidak mengenyam pendidikan formal. Dari analisa bivariat diperoleh bahwa faktor-faktor yang paling berpengaruh adalah jenis kelamin (p=0,018), lokasi warung (p=0,001), dan frekuensi dari konsumsi daging sapi mentah oleh responden (p=0,013). Analisa multivariat menggunakan cox regression dinemukan bahwa lokasi warung memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian taenisis saginata (p=0,003). Saran-saran yang bisa direkomendasikan termasuk pendidikan bagi pedagang daging sapi mentah, meningkatkan tes bagi konsumen dan penelitian lebih lanjut pada variabel-variabel lainnya seperti perilaku pemotongan ternak dan standar/prosedur pengolahan daging.
Faktor determinan kematian bayi di Kabupaten Bima tahun 2012
Rini Hendari, I Ketut Tangking Widarsa, Dewa Nyoman WirawanOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Faktor determinan kematian bayi di Kabupaten Bima tahun 2012
Abstrak: Kematian bayi adalah kematian anak sebelum mencapai umur satu tahun, disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor yang berperan terhadap kematian bayi adalah faktor pendapatan keluarga, umur ibu, jarak kelahiran, frekuensi ANC, tempat persalinan, berat bayi lahir, ASI eksklusif, immunisasi, pengetahuan ibu tentang perawatan bayi, sumber air bersih dan frekuensi penyuluhan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor determinan kematian bayi. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan studi kasus kontrol, dimana kasusnya adalah bayi yang meninggal pada periode Januari-Desember 2012 dan kontrolnya bayi hidup pada periode yang sama. Kasus dan kontrol dipilih di masyarakat Kabupaten Bima dengan cara stratified proporsional sampling dengan perbandingan 1 banding 2. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan kuesioner dan data sekunder register bidan desa. Analisis data menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil analisis data didapatkan faktor risiko berat bayi lahir <2500gr OR=7,38 (95%CI: 2,04-26,70), jarak kelahiran <24 bulan OR=6,69 (95%CI: 2,11-21,16), umur ibu <20 atau >35 tahun OR=6,63 (95%CI; 1,84-23,90), ASI tidak eksklusif OR=6,23 (95%CI: 2,10-18,46), frekuensi penyuluhan jarang OR=6,02 (95%CI: 2,17-16,65) dan sumber air bersih non perpipaan OR=3,72 (95%CI: 1,35-10,25). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berat bayi lahir <2500gr, jarak kelahiran <24 bulan, umur ibu <20 atau >35 tahun, ASI yang tidak eksklusif, frekuensi penyuluhan yang jarang dan sumber air bersih non perpipaan terbukti meningkatkan risiko kematian bayi, dengan kontribusi sebesar 61,1%. Meningkatkan pengawasan dan monitoring kepada puskesmas-puskesmas dalam kegiatan penyuluhan tentang pentingnya gizi ibu hamil, penundaan usia perkawinan, penjarangan kehamilan dan pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Bima sangat diperlukan.
Faktor determinan kematian bayi di Kabupaten Bima tahun 2012
Abstrak: Kematian bayi adalah kematian anak sebelum mencapai umur satu tahun, disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor yang berperan terhadap kematian bayi adalah faktor pendapatan keluarga, umur ibu, jarak kelahiran, frekuensi ANC, tempat persalinan, berat bayi lahir, ASI eksklusif, immunisasi, pengetahuan ibu tentang perawatan bayi, sumber air bersih dan frekuensi penyuluhan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor determinan kematian bayi. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan studi kasus kontrol, dimana kasusnya adalah bayi yang meninggal pada periode Januari-Desember 2012 dan kontrolnya bayi hidup pada periode yang sama. Kasus dan kontrol dipilih di masyarakat Kabupaten Bima dengan cara stratified proporsional sampling dengan perbandingan 1 banding 2. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan kuesioner dan data sekunder register bidan desa. Analisis data menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil analisis data didapatkan faktor risiko berat bayi lahir <2500gr OR=7,38 (95%CI: 2,04-26,70), jarak kelahiran <24 bulan OR=6,69 (95%CI: 2,11-21,16), umur ibu <20 atau >35 tahun OR=6,63 (95%CI; 1,84-23,90), ASI tidak eksklusif OR=6,23 (95%CI: 2,10-18,46), frekuensi penyuluhan jarang OR=6,02 (95%CI: 2,17-16,65) dan sumber air bersih non perpipaan OR=3,72 (95%CI: 1,35-10,25). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berat bayi lahir <2500gr, jarak kelahiran <24 bulan, umur ibu <20 atau >35 tahun, ASI yang tidak eksklusif, frekuensi penyuluhan yang jarang dan sumber air bersih non perpipaan terbukti meningkatkan risiko kematian bayi, dengan kontribusi sebesar 61,1%. Meningkatkan pengawasan dan monitoring kepada puskesmas-puskesmas dalam kegiatan penyuluhan tentang pentingnya gizi ibu hamil, penundaan usia perkawinan, penjarangan kehamilan dan pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Bima sangat diperlukan.
Faktor determinan kematian bayi di Kabupaten Bima tahun 2012
Abstrak: Kematian bayi adalah kematian anak sebelum mencapai umur satu tahun, disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor yang berperan terhadap kematian bayi adalah faktor pendapatan keluarga, umur ibu, jarak kelahiran, frekuensi ANC, tempat persalinan, berat bayi lahir, ASI eksklusif, immunisasi, pengetahuan ibu tentang perawatan bayi, sumber air bersih dan frekuensi penyuluhan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor determinan kematian bayi. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan studi kasus kontrol, dimana kasusnya adalah bayi yang meninggal pada periode Januari-Desember 2012 dan kontrolnya bayi hidup pada periode yang sama. Kasus dan kontrol dipilih di masyarakat Kabupaten Bima dengan cara stratified proporsional sampling dengan perbandingan 1 banding 2. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan kuesioner dan data sekunder register bidan desa. Analisis data menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil analisis data didapatkan faktor risiko berat bayi lahir <2500gr OR=7,38 (95%CI: 2,04-26,70), jarak kelahiran <24 bulan OR=6,69 (95%CI: 2,11-21,16), umur ibu <20 atau >35 tahun OR=6,63 (95%CI; 1,84-23,90), ASI tidak eksklusif OR=6,23 (95%CI: 2,10-18,46), frekuensi penyuluhan jarang OR=6,02 (95%CI: 2,17-16,65) dan sumber air bersih non perpipaan OR=3,72 (95%CI: 1,35-10,25). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berat bayi lahir <2500gr, jarak kelahiran <24 bulan, umur ibu <20 atau >35 tahun, ASI yang tidak eksklusif, frekuensi penyuluhan yang jarang dan sumber air bersih non perpipaan terbukti meningkatkan risiko kematian bayi, dengan kontribusi sebesar 61,1%. Meningkatkan pengawasan dan monitoring kepada puskesmas-puskesmas dalam kegiatan penyuluhan tentang pentingnya gizi ibu hamil, penundaan usia perkawinan, penjarangan kehamilan dan pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Bima sangat diperlukan.
Analisis kesehatan di Kota Mataram tahun 2011: suatu penerapan Bryant method
Aini Khulaila, Made Utama, Anak Agung Sagung SawitriOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Analisis kesehatan di Kota Mataram tahun 2011: suatu penerapan Bryant method
Abstrak: Dana upaya kesehatan Dinas Kesehatan Kota Mataram adalah sejumlah Rp. 39.868.095.387,- atau 3,9% dari total APBD. Angka ini lebih kecil dari proporsi pembiayaan kesehatan yang diharapkan dalam Undang Undang Kesehatan sebesar 5% APBD. Penentuan prioritas masalah ini dengan melibatkan penentu kebijakan Dinas Kesehatan yaitu Kepala Bidang P3PPL, Kepala Bidang Kesehatan Keluarga, Kepala Seksi P2B2, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan dan staf surveilan. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Januari-Juli 2012, melalui penyebaran kuesioner dengan metode Bryant. Pengumpulan data sekunder bersumber dari Dinas Kesehatan, BPS dan Bappeda Kota Mataram yaitu kependudukan, ekonomi, sosial budaya, mata pencaharian, kesehatan dan pemerintahan. Data dianalisis dan diinterpretasikan dalam bentuk ringkasan masalah kesehatan kemudian melakukan klarifikasi data. Hasil penentuan prioritas masalah kesehatan di Kota Mataram tahun 2012 adalah demam berdarah dengue, selanjutnya secara berurutan adalah HIV/AIDS, TB paru, ISPA, hipertensi, diare dan kecelakaan lalu lintas. Keterbatasan waktu para pemegang kebijakan untuk berdiskusi serta kelengkapan dan akurasi data merupakan hambatan utama dalam penelitian ini. Disarankan agar melakukan upaya peningkatan kualitas data program dan memanfaatkan semua sumber data yang ada (dinas kesehatan, rumah sakit pemerintah ataupun swasta, klinik) sehingga data yang tersedia dapat menggambarkan situasi kesehatan masyarakat yang sebenarnya. Penentuan masalah kesehatan prioritas perlu melibatkan semua stakeholder, sehingga pembahasan yang dilakukan dapat menghasilkan perencanaan yang lebih baik dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Analisis kesehatan di Kota Mataram tahun 2011: suatu penerapan Bryant method
Abstrak: Dana upaya kesehatan Dinas Kesehatan Kota Mataram adalah sejumlah Rp. 39.868.095.387,- atau 3,9% dari total APBD. Angka ini lebih kecil dari proporsi pembiayaan kesehatan yang diharapkan dalam Undang Undang Kesehatan sebesar 5% APBD. Penentuan prioritas masalah ini dengan melibatkan penentu kebijakan Dinas Kesehatan yaitu Kepala Bidang P3PPL, Kepala Bidang Kesehatan Keluarga, Kepala Seksi P2B2, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan dan staf surveilan. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Januari-Juli 2012, melalui penyebaran kuesioner dengan metode Bryant. Pengumpulan data sekunder bersumber dari Dinas Kesehatan, BPS dan Bappeda Kota Mataram yaitu kependudukan, ekonomi, sosial budaya, mata pencaharian, kesehatan dan pemerintahan. Data dianalisis dan diinterpretasikan dalam bentuk ringkasan masalah kesehatan kemudian melakukan klarifikasi data. Hasil penentuan prioritas masalah kesehatan di Kota Mataram tahun 2012 adalah demam berdarah dengue, selanjutnya secara berurutan adalah HIV/AIDS, TB paru, ISPA, hipertensi, diare dan kecelakaan lalu lintas. Keterbatasan waktu para pemegang kebijakan untuk berdiskusi serta kelengkapan dan akurasi data merupakan hambatan utama dalam penelitian ini. Disarankan agar melakukan upaya peningkatan kualitas data program dan memanfaatkan semua sumber data yang ada (dinas kesehatan, rumah sakit pemerintah ataupun swasta, klinik) sehingga data yang tersedia dapat menggambarkan situasi kesehatan masyarakat yang sebenarnya. Penentuan masalah kesehatan prioritas perlu melibatkan semua stakeholder, sehingga pembahasan yang dilakukan dapat menghasilkan perencanaan yang lebih baik dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Analisis kesehatan di Kota Mataram tahun 2011: suatu penerapan Bryant method
Abstrak: Dana upaya kesehatan Dinas Kesehatan Kota Mataram adalah sejumlah Rp. 39.868.095.387,- atau 3,9% dari total APBD. Angka ini lebih kecil dari proporsi pembiayaan kesehatan yang diharapkan dalam Undang Undang Kesehatan sebesar 5% APBD. Penentuan prioritas masalah ini dengan melibatkan penentu kebijakan Dinas Kesehatan yaitu Kepala Bidang P3PPL, Kepala Bidang Kesehatan Keluarga, Kepala Seksi P2B2, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan dan staf surveilan. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Januari-Juli 2012, melalui penyebaran kuesioner dengan metode Bryant. Pengumpulan data sekunder bersumber dari Dinas Kesehatan, BPS dan Bappeda Kota Mataram yaitu kependudukan, ekonomi, sosial budaya, mata pencaharian, kesehatan dan pemerintahan. Data dianalisis dan diinterpretasikan dalam bentuk ringkasan masalah kesehatan kemudian melakukan klarifikasi data. Hasil penentuan prioritas masalah kesehatan di Kota Mataram tahun 2012 adalah demam berdarah dengue, selanjutnya secara berurutan adalah HIV/AIDS, TB paru, ISPA, hipertensi, diare dan kecelakaan lalu lintas. Keterbatasan waktu para pemegang kebijakan untuk berdiskusi serta kelengkapan dan akurasi data merupakan hambatan utama dalam penelitian ini. Disarankan agar melakukan upaya peningkatan kualitas data program dan memanfaatkan semua sumber data yang ada (dinas kesehatan, rumah sakit pemerintah ataupun swasta, klinik) sehingga data yang tersedia dapat menggambarkan situasi kesehatan masyarakat yang sebenarnya. Penentuan masalah kesehatan prioritas perlu melibatkan semua stakeholder, sehingga pembahasan yang dilakukan dapat menghasilkan perencanaan yang lebih baik dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Fungsi keluarga, dukungan sosial dan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan
Dewianti Dewianti, Kadek Tresna Adhi, Raden Ayu Tuty KuswardhaniOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Fungsi keluarga, dukungan sosial dan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan
Abstrak: Jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup. Peningkatan kuantitas lansia tidak diikuti dengan meningkatnya kualitas hidup lansia. Hasil wawancara dengan 10 orang lansia di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan menunjukan bahwa mereka mengalami kesepian dan merasa tidak diperhatikan sehingga mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi keluarga, dukungan sosial (pasangan, keluarga dan masyarakat) dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan. Penelitian cross sectional telah dilaksanakan terhadap 125 orang lansia laki-laki yang masih memiliki pasangan dan dipilih secara systematic random sampling. Masing-masing sampel yang sudah memberikan pernyataan persetujuan (inform consent) kemudian diwawancarai untuk mendapatkan data fungsi keluarga, dukungan sosial (pasangan, keluarga dan masyarakat) serta kualitas hidup lansia. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat dengan uji statistik chi square serta regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia dengan kualitas hidup kurang (62,4%), fungsi keluarga kurang (72%), dukungan sosial keluarga rendah (54,4%) dan dukungan sosial masyarakat rendah (67,2%), sedangkan dukungan sosial pasangan sebagian besar dalam kategori tinggi yaitu 54,4%. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa fungsi keluarga, dukungan sosial (pasangan, keluarga dan masyarakat) berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup lansia (p<0,05) dan hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa fungsi keluarga memiliki hubungan bermakna dengan kualitas hidup lansia (p<0,05). Fungsi keluarga yang baik meningkatkan kualitas hidup lansia, dengan demikian perlu upaya peningkatan fungsi keluarga oleh anggota keluarga yang memiliki lansia.
Fungsi keluarga, dukungan sosial dan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan
Abstrak: Jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup. Peningkatan kuantitas lansia tidak diikuti dengan meningkatnya kualitas hidup lansia. Hasil wawancara dengan 10 orang lansia di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan menunjukan bahwa mereka mengalami kesepian dan merasa tidak diperhatikan sehingga mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi keluarga, dukungan sosial (pasangan, keluarga dan masyarakat) dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan. Penelitian cross sectional telah dilaksanakan terhadap 125 orang lansia laki-laki yang masih memiliki pasangan dan dipilih secara systematic random sampling. Masing-masing sampel yang sudah memberikan pernyataan persetujuan (inform consent) kemudian diwawancarai untuk mendapatkan data fungsi keluarga, dukungan sosial (pasangan, keluarga dan masyarakat) serta kualitas hidup lansia. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat dengan uji statistik chi square serta regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia dengan kualitas hidup kurang (62,4%), fungsi keluarga kurang (72%), dukungan sosial keluarga rendah (54,4%) dan dukungan sosial masyarakat rendah (67,2%), sedangkan dukungan sosial pasangan sebagian besar dalam kategori tinggi yaitu 54,4%. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa fungsi keluarga, dukungan sosial (pasangan, keluarga dan masyarakat) berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup lansia (p<0,05) dan hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa fungsi keluarga memiliki hubungan bermakna dengan kualitas hidup lansia (p<0,05). Fungsi keluarga yang baik meningkatkan kualitas hidup lansia, dengan demikian perlu upaya peningkatan fungsi keluarga oleh anggota keluarga yang memiliki lansia.
Fungsi keluarga, dukungan sosial dan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan
Abstrak: Jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup. Peningkatan kuantitas lansia tidak diikuti dengan meningkatnya kualitas hidup lansia. Hasil wawancara dengan 10 orang lansia di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan menunjukan bahwa mereka mengalami kesepian dan merasa tidak diperhatikan sehingga mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi keluarga, dukungan sosial (pasangan, keluarga dan masyarakat) dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan. Penelitian cross sectional telah dilaksanakan terhadap 125 orang lansia laki-laki yang masih memiliki pasangan dan dipilih secara systematic random sampling. Masing-masing sampel yang sudah memberikan pernyataan persetujuan (inform consent) kemudian diwawancarai untuk mendapatkan data fungsi keluarga, dukungan sosial (pasangan, keluarga dan masyarakat) serta kualitas hidup lansia. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat dengan uji statistik chi square serta regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia dengan kualitas hidup kurang (62,4%), fungsi keluarga kurang (72%), dukungan sosial keluarga rendah (54,4%) dan dukungan sosial masyarakat rendah (67,2%), sedangkan dukungan sosial pasangan sebagian besar dalam kategori tinggi yaitu 54,4%. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa fungsi keluarga, dukungan sosial (pasangan, keluarga dan masyarakat) berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup lansia (p<0,05) dan hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa fungsi keluarga memiliki hubungan bermakna dengan kualitas hidup lansia (p<0,05). Fungsi keluarga yang baik meningkatkan kualitas hidup lansia, dengan demikian perlu upaya peningkatan fungsi keluarga oleh anggota keluarga yang memiliki lansia.
Faktor risiko kanker payudara pada wanita di RSUP Sanglah Denpasar
Trisnadewi Trisnadewi, I Made Sutarga, Dyah Pradnyaparamita DuarsaOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Faktor risiko kanker payudara pada wanita di RSUP Sanglah Denpasar
Abstrak: Kanker payudara adalah kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita. Dalam satu tahun, lebih dari 800.000 kasus baru kanker payudara didiagnosis di seluruh dunia. Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua setelah kanker servik. Faktor risiko yang diduga meningkatkan kanker payudara yaitu riwayat kehamilan, usia saat hamil pertama, riwayat menyusui, penggunaan kontrasepsi hormonal, riwayat menarche, riwayat keluarga dengan kanker payudara dan riwayat penyakit infeksi pada payudara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko kanker payudara pada wanita di RSUP Sanglah Denpasar. Jenis penelitian ini adalah matched paired case control study, dengan jumlah sampel kasus wanita kanker payudara sebanyak 38 dan 38 pasien non kanker dengan latar belakang, rentang umur dan alamat yang sama dengan kasus. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara bivariat dengan McNemar test dan multivariat dengan metode regresi logistik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor yang terbukti meningkatkan risiko kanker payudara adalah riwayat penyakit pada payudara (OR=13,5; 95%CI: 3,21-56,77) dan riwayat keluarga dengan kanker payudara (OR=8; 95%CI: 1,84-34,79). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang bermakna meningkatkan risiko kejadian kanker payudara pada wanita hanya riwayat penyakit pada payudara (OR=43,19; 95%CI: 8,79-212,27). Saran yang dapat disampaikan yaitu perlu ditingkatkannya pendidikan kesehatan tentang pentingnya deteksi dini dan skrining (termasuk pemeriksaan payudara sendiri) serta informasi penting terkait bahayanya penyakit/infeksi pada payudara. Peraturan nasional perlu memperhatikan dan memprioritaskan fasilitas mamografi.
Faktor risiko kanker payudara pada wanita di RSUP Sanglah Denpasar
Abstrak: Kanker payudara adalah kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita. Dalam satu tahun, lebih dari 800.000 kasus baru kanker payudara didiagnosis di seluruh dunia. Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua setelah kanker servik. Faktor risiko yang diduga meningkatkan kanker payudara yaitu riwayat kehamilan, usia saat hamil pertama, riwayat menyusui, penggunaan kontrasepsi hormonal, riwayat menarche, riwayat keluarga dengan kanker payudara dan riwayat penyakit infeksi pada payudara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko kanker payudara pada wanita di RSUP Sanglah Denpasar. Jenis penelitian ini adalah matched paired case control study, dengan jumlah sampel kasus wanita kanker payudara sebanyak 38 dan 38 pasien non kanker dengan latar belakang, rentang umur dan alamat yang sama dengan kasus. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara bivariat dengan McNemar test dan multivariat dengan metode regresi logistik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor yang terbukti meningkatkan risiko kanker payudara adalah riwayat penyakit pada payudara (OR=13,5; 95%CI: 3,21-56,77) dan riwayat keluarga dengan kanker payudara (OR=8; 95%CI: 1,84-34,79). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang bermakna meningkatkan risiko kejadian kanker payudara pada wanita hanya riwayat penyakit pada payudara (OR=43,19; 95%CI: 8,79-212,27). Saran yang dapat disampaikan yaitu perlu ditingkatkannya pendidikan kesehatan tentang pentingnya deteksi dini dan skrining (termasuk pemeriksaan payudara sendiri) serta informasi penting terkait bahayanya penyakit/infeksi pada payudara. Peraturan nasional perlu memperhatikan dan memprioritaskan fasilitas mamografi.
Faktor risiko kanker payudara pada wanita di RSUP Sanglah Denpasar
Abstrak: Kanker payudara adalah kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita. Dalam satu tahun, lebih dari 800.000 kasus baru kanker payudara didiagnosis di seluruh dunia. Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua setelah kanker servik. Faktor risiko yang diduga meningkatkan kanker payudara yaitu riwayat kehamilan, usia saat hamil pertama, riwayat menyusui, penggunaan kontrasepsi hormonal, riwayat menarche, riwayat keluarga dengan kanker payudara dan riwayat penyakit infeksi pada payudara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko kanker payudara pada wanita di RSUP Sanglah Denpasar. Jenis penelitian ini adalah matched paired case control study, dengan jumlah sampel kasus wanita kanker payudara sebanyak 38 dan 38 pasien non kanker dengan latar belakang, rentang umur dan alamat yang sama dengan kasus. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara bivariat dengan McNemar test dan multivariat dengan metode regresi logistik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor yang terbukti meningkatkan risiko kanker payudara adalah riwayat penyakit pada payudara (OR=13,5; 95%CI: 3,21-56,77) dan riwayat keluarga dengan kanker payudara (OR=8; 95%CI: 1,84-34,79). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang bermakna meningkatkan risiko kejadian kanker payudara pada wanita hanya riwayat penyakit pada payudara (OR=43,19; 95%CI: 8,79-212,27). Saran yang dapat disampaikan yaitu perlu ditingkatkannya pendidikan kesehatan tentang pentingnya deteksi dini dan skrining (termasuk pemeriksaan payudara sendiri) serta informasi penting terkait bahayanya penyakit/infeksi pada payudara. Peraturan nasional perlu memperhatikan dan memprioritaskan fasilitas mamografi.
Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Puskesmas III Denpasar Selatan
Ida Bagus Ekaputra, Luh Seri Ani, Ketut SuastikaOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Puskesmas III Denpasar Selatan
Abstrak: Puskesmas III Denpasar Selatan merupakan salah satu wilayah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Denpasar, Provinsi Bali. Angka kesakitan DBD tergolong tinggi (>55 per 100.000 penduduk), sedangkan Angka Bebas Jentik (ABJ) rendah (<95%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap, perilaku tentang pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN DBD) dan kesehatan lingkungan masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti (Ae. aegypti) pada rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan. Penelitian dilakukan secara cross sectional pada 147 rumah tangga, yang dipilih secara systematic random sampling dari 5781 rumah tangga. Responden adalah kepala keluarga. Variabel independen adalah pengetahuan, sikap, perilaku dan kesehatan lingkungan, sedangkan variabel dependen adalah keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti. Data dikumpulkan dengan wawancara tatap muka secara individual bertempat di rumah responden dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil analisis menunjukkan ABJ=87,1%. Variabel yang berhubungan dengan keberadaan jentik adalah perilaku (PR=17,89, 95%CI: 4,99-64,11) dan kesehatan lingkungan (PR=7,08, 95%CI: 2,48-20,23). Analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel perilaku lebih berpengaruh (PR=11,60, 95%CI: 2,98-45,13). Faktor pengetahuan dan sikap tidak berhubungan secara statistik. Dapat disimpulkan bahwa upaya perubahan perilaku yang mendukung PSN DBD masih diperlukan. Puskesmas perlu meningkatkan promosi kesehatan tentang bahaya DBD dan cara pencegahannya, koordinasi dengan lintas sektor terkait dan kinerja juru pemantau jentik (jumantik) untuk meningkatkan perilaku PSN rumah tangga, sehingga terjadi peningkatan ABJ dan penurunan Angka Kesakitan DBD.
Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Puskesmas III Denpasar Selatan
Abstrak: Puskesmas III Denpasar Selatan merupakan salah satu wilayah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Denpasar, Provinsi Bali. Angka kesakitan DBD tergolong tinggi (>55 per 100.000 penduduk), sedangkan Angka Bebas Jentik (ABJ) rendah (<95%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap, perilaku tentang pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN DBD) dan kesehatan lingkungan masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti (Ae. aegypti) pada rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan. Penelitian dilakukan secara cross sectional pada 147 rumah tangga, yang dipilih secara systematic random sampling dari 5781 rumah tangga. Responden adalah kepala keluarga. Variabel independen adalah pengetahuan, sikap, perilaku dan kesehatan lingkungan, sedangkan variabel dependen adalah keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti. Data dikumpulkan dengan wawancara tatap muka secara individual bertempat di rumah responden dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil analisis menunjukkan ABJ=87,1%. Variabel yang berhubungan dengan keberadaan jentik adalah perilaku (PR=17,89, 95%CI: 4,99-64,11) dan kesehatan lingkungan (PR=7,08, 95%CI: 2,48-20,23). Analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel perilaku lebih berpengaruh (PR=11,60, 95%CI: 2,98-45,13). Faktor pengetahuan dan sikap tidak berhubungan secara statistik. Dapat disimpulkan bahwa upaya perubahan perilaku yang mendukung PSN DBD masih diperlukan. Puskesmas perlu meningkatkan promosi kesehatan tentang bahaya DBD dan cara pencegahannya, koordinasi dengan lintas sektor terkait dan kinerja juru pemantau jentik (jumantik) untuk meningkatkan perilaku PSN rumah tangga, sehingga terjadi peningkatan ABJ dan penurunan Angka Kesakitan DBD.
Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Puskesmas III Denpasar Selatan
Abstrak: Puskesmas III Denpasar Selatan merupakan salah satu wilayah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Denpasar, Provinsi Bali. Angka kesakitan DBD tergolong tinggi (>55 per 100.000 penduduk), sedangkan Angka Bebas Jentik (ABJ) rendah (<95%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap, perilaku tentang pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN DBD) dan kesehatan lingkungan masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti (Ae. aegypti) pada rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan. Penelitian dilakukan secara cross sectional pada 147 rumah tangga, yang dipilih secara systematic random sampling dari 5781 rumah tangga. Responden adalah kepala keluarga. Variabel independen adalah pengetahuan, sikap, perilaku dan kesehatan lingkungan, sedangkan variabel dependen adalah keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti. Data dikumpulkan dengan wawancara tatap muka secara individual bertempat di rumah responden dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil analisis menunjukkan ABJ=87,1%. Variabel yang berhubungan dengan keberadaan jentik adalah perilaku (PR=17,89, 95%CI: 4,99-64,11) dan kesehatan lingkungan (PR=7,08, 95%CI: 2,48-20,23). Analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel perilaku lebih berpengaruh (PR=11,60, 95%CI: 2,98-45,13). Faktor pengetahuan dan sikap tidak berhubungan secara statistik. Dapat disimpulkan bahwa upaya perubahan perilaku yang mendukung PSN DBD masih diperlukan. Puskesmas perlu meningkatkan promosi kesehatan tentang bahaya DBD dan cara pencegahannya, koordinasi dengan lintas sektor terkait dan kinerja juru pemantau jentik (jumantik) untuk meningkatkan perilaku PSN rumah tangga, sehingga terjadi peningkatan ABJ dan penurunan Angka Kesakitan DBD.
Ledakan pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali dan solusinya
Dewa Nyoman WirawanOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Ledakan pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali dan solusinya
Pertumbuhan Penduduk Provinsi Bali
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk Bali berjumlah 3.890.757 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada Sensus Penduduk 2000 adalah 3.146.999.Dengan demikian dalam 10 tahun jumlah penduduk Bali bertambah sebanyak 743.758 jiwa atau hampir sama dengan penduduk Kota Denpasar pada tahun 2010 yang berjumlah 788.589 jiwa. Secara rata-rata pertumbuhan penduduk Bali dalam periode tahun 2000-2010 adalah 2,15% per tahun dan termasuk rangking 13 tertinggi di Indonesia dan jauh diatas rata-rata laju pertumbuhan penduduk tingkat nasional sebesar 1,49%.Bila dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Provinsi Bali sejak tahun 1961, terlihat bahwa pertumbuhan penduduk tahun 2000-2010 adalah paling tinggi (Grafik-1)Ledakan pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali dan solusinya
Pertumbuhan Penduduk Provinsi Bali
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk Bali berjumlah 3.890.757 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada Sensus Penduduk 2000 adalah 3.146.999.Dengan demikian dalam 10 tahun jumlah penduduk Bali bertambah sebanyak 743.758 jiwa atau hampir sama dengan penduduk Kota Denpasar pada tahun 2010 yang berjumlah 788.589 jiwa. Secara rata-rata pertumbuhan penduduk Bali dalam periode tahun 2000-2010 adalah 2,15% per tahun dan termasuk rangking 13 tertinggi di Indonesia dan jauh diatas rata-rata laju pertumbuhan penduduk tingkat nasional sebesar 1,49%.Bila dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Provinsi Bali sejak tahun 1961, terlihat bahwa pertumbuhan penduduk tahun 2000-2010 adalah paling tinggi (Grafik-1)Ledakan pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali dan solusinya
Pertumbuhan Penduduk Provinsi Bali
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk Bali berjumlah 3.890.757 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada Sensus Penduduk 2000 adalah 3.146.999.Dengan demikian dalam 10 tahun jumlah penduduk Bali bertambah sebanyak 743.758 jiwa atau hampir sama dengan penduduk Kota Denpasar pada tahun 2010 yang berjumlah 788.589 jiwa. Secara rata-rata pertumbuhan penduduk Bali dalam periode tahun 2000-2010 adalah 2,15% per tahun dan termasuk rangking 13 tertinggi di Indonesia dan jauh diatas rata-rata laju pertumbuhan penduduk tingkat nasional sebesar 1,49%.Bila dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Provinsi Bali sejak tahun 1961, terlihat bahwa pertumbuhan penduduk tahun 2000-2010 adalah paling tinggi (Grafik-1)Kondisi penyakit-penyakit kronik: tantangan pelayanan kesehatan abad ke-21 dan masukan untuk implementasi Jaminan Kesehatan Nasional 2014
I Wayan WetaOnline First: Dec 1, 2013
- XML
- Abstract
- XML
- Abstract
- Abstract
Kondisi penyakit-penyakit kronik: tantangan pelayanan kesehatan abad ke-21 dan masukan untuk implementasi Jaminan Kesehatan Nasional 2014
Seiring dengan perubahan lingkungan dan perilaku masyarakat, tidak ada satu negarapun di dunia yang luput dari peningkatan kejadian penyakit kronik.. Peningkatan dramatis morbiditas dan mortalitas akibat penyakit-penyakit kronik, baik penyakit tidak menular seperti kelompok penyakit degeneratif, metabolik, malnutrisi, gangguan mental maupun beberapa penyakit menular seperti tuberkulosis, HIV dan AIDS, menyebabkan peningkatan pembiayaan pelayanan kesehatan. Kondisi ini perlu mendapat perhatian dan penyikapan serius, oleh karena dalam penanggulangannya, penyakit kronik perlu manajemen pelayanan khusus dengan pembiayaan relatif besar. Penyakit degeneratif umumnya memerlukan perawatan secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama (sampai seumur hidup) dengan pembiayaan yang cukup mahal. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, sistem pelayanan kesehatan harus dikembangkan sesuai dengan pola kejadian penyakit.
Kondisi penyakit-penyakit kronik: tantangan pelayanan kesehatan abad ke-21 dan masukan untuk implementasi Jaminan Kesehatan Nasional 2014
Seiring dengan perubahan lingkungan dan perilaku masyarakat, tidak ada satu negarapun di dunia yang luput dari peningkatan kejadian penyakit kronik.. Peningkatan dramatis morbiditas dan mortalitas akibat penyakit-penyakit kronik, baik penyakit tidak menular seperti kelompok penyakit degeneratif, metabolik, malnutrisi, gangguan mental maupun beberapa penyakit menular seperti tuberkulosis, HIV dan AIDS, menyebabkan peningkatan pembiayaan pelayanan kesehatan. Kondisi ini perlu mendapat perhatian dan penyikapan serius, oleh karena dalam penanggulangannya, penyakit kronik perlu manajemen pelayanan khusus dengan pembiayaan relatif besar. Penyakit degeneratif umumnya memerlukan perawatan secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama (sampai seumur hidup) dengan pembiayaan yang cukup mahal. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, sistem pelayanan kesehatan harus dikembangkan sesuai dengan pola kejadian penyakit.
Kondisi penyakit-penyakit kronik: tantangan pelayanan kesehatan abad ke-21 dan masukan untuk implementasi Jaminan Kesehatan Nasional 2014
Seiring dengan perubahan lingkungan dan perilaku masyarakat, tidak ada satu negarapun di dunia yang luput dari peningkatan kejadian penyakit kronik.. Peningkatan dramatis morbiditas dan mortalitas akibat penyakit-penyakit kronik, baik penyakit tidak menular seperti kelompok penyakit degeneratif, metabolik, malnutrisi, gangguan mental maupun beberapa penyakit menular seperti tuberkulosis, HIV dan AIDS, menyebabkan peningkatan pembiayaan pelayanan kesehatan. Kondisi ini perlu mendapat perhatian dan penyikapan serius, oleh karena dalam penanggulangannya, penyakit kronik perlu manajemen pelayanan khusus dengan pembiayaan relatif besar. Penyakit degeneratif umumnya memerlukan perawatan secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama (sampai seumur hidup) dengan pembiayaan yang cukup mahal. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, sistem pelayanan kesehatan harus dikembangkan sesuai dengan pola kejadian penyakit.